news  

Kemenakertrans Pastikan Alih Fungsi Hutan Tak Ganggu Kawasan Konservasi

Kemenakertrans Pastikan Alih Fungsi Hutan Tak Ganggu Kawasan Konservasi


PIKIRAN RAKYAT BMR —

Kementerian Transmigrasi (Kementrans) memastikan pelepasan status area hutan dari daerah transmigrasi tidak akan mengganggu kawasan konservasi aktif.

Menteri Transmigrasi (Mentrans) M Iftitah Sulaiman Suryanagara di Jakarta, Selasa, mengatakan pelepasan status area hutan dari lahan transmigrasi tersebut bukan bentuk legalisasi perambahan hutan.

“Ini bukan penggusuran hutan. Ini soal pengakuan hak atas tanah yang sudah ditempati puluhan tahun oleh warga negara yang patuh,” ujar dia seperti dilansir Pikiran Rakyat BMR dari ANTARA.

Ia mengatakan pelepasan status area hutan hanya berlaku bagi lahan yang sejak awal sudah dialokasikan menjadi permukiman dan lahan usaha warga, bukan di kawasan konservasi aktif.

Iftitah menyatakan seluruh proses pelepasan status area hutan tersebut akan melewati verifikasi ketat dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut).

“Kami tidak menuntut hutan dilepaskan sembarangan. Tapi, kami juga tidak bisa membiarkan rakyat hidup dalam ketidakpastian. Solusinya harus adil bagi lingkungan dan juga bagi warga,” ujar dia.

Kementeriannya mencatat persoalan tumpang tindih lahan tersebut paling banyak terjadi di Sumatra sebanyak 5.601 bidang, diikuti Sulawesi sebanyak 3.756 bidang, dan Kalimantan sebanyak 3.643 bidang.

Salah satunya terjadi di Kawasan Transmigrasi Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, di mana penempatan transmigran telah dilakukan sejak 1998-1999.

Namun, pada 2019 terbit Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menyatakan 94 bidang area transmigrasi berada di dalam kawasan hutan.

Selain itu, 95 bidang area transmigrasi berada di zona penyangga (buffer zone). Hal tersebut mengakibatkan sekitar 400 kepala keluarga transmigran kesulitan memperoleh Sertifikat Hak Milik (SHM) Transmigrasi untuk lahan usaha mereka.

“Dulu saat program (transmigrasi) ini dijalankan, banyak kawasan memang belum punya batas yang jelas. Sekarang, masyarakat yang patuh dan bekerja keras justru berada di posisi sulit. Inilah saatnya negara hadir,” kata Iftitah.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Kementrans berkolaborasi dengan Kemenhut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk mengembangkan platform Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) untuk menghindari konflik dalam pemetaan lahan.

“Kami tidak ingin mengulangi kesalahan, program transmigrasi ke depan harus berbasis data, terintegrasi, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat tanpa merusak lingkungan” katanya. ***