news  

Kejagung Bongkar Peran Riza Chalid dan Alfian Nasution dalam Korupsi Impor Minyak

Kejagung Bongkar Peran Riza Chalid dan Alfian Nasution dalam Korupsi Impor Minyak

Penetapan Tersangka dalam Kasus Korupsi Minyak Mentah di PT Pertamina

Pada hari Kamis (10/7/2025), Riza Chalid, yang dikenal sebagai tokoh bisnis minyak terkemuka, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di bawah subholding PT Pertamina periode 2018 hingga 2023. Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp285 triliun. Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menetapkan total 18 orang sebagai tersangka.

Peran Riza Chalid dalam Korupsi

Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka karena perannya sebagai benefit official atau pemilik manfaat dari PT Orbit Terminal Merak (OTM) serta PT Tangki Merak, yang merupakan induk perusahaan OTM. Penyidik Jampidsus juga telah menyita PT OTM yang berlokasi di Cilegon, Banten, bulan lalu.

Riza Chalid diduga bekerja sama dengan beberapa tersangka lainnya, termasuk Hanung Budya Yuktyanta (HB) yang pernah menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina pada 2014, serta Alfian Nasution (AN) yang pernah menjadi Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina sekaligus Dirut Pertamina Patra Niaga.

Ketiganya, bersama dengan Gading Ramadhan Joedo (GRJ), yang menjabat sebagai Direktur PT OTM sekaligus Komisaris di PT Navigator Khatulistiwa, melakukan kontrak kerja sama ilegal terkait sewa-menyewa terminal penyimpanan minyak mentah impor dan bahan bakar minyak (BBM) milik PT Pertamina. Kontrak tersebut dilakukan dengan adanya pemaksaan dan intervensi, sehingga tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kerugian Negara Akibat Kontrak Ilegal

Menurut Qohar, Riza Chalid dan tiga tersangka lainnya melakukan tindakan pidana kejahatan berupa penghilangan sengaja atas kepemilikan aset terminal BBM di Merak. Dari penyidikan, diketahui bahwa kontrak kerja sama penyimpanan BBM impor antara PT Pertamina Patra Niaga dengan PT OTM sudah dilakukan pengkondisian sejak awal.

Tersangka Hanung Budya dan Alfian Nasution memilih langsung penempatan BBM impor PT Pertamina ke PT OTM melalui koneksi dengan tersangka Gading Joedo. Alfian Nasution tanpa negosiasi setuju dengan penawaran harga 6,5 dolar AS per kilo liter untuk penempatan BBM impor tersebut. Selain itu, ia juga menyetujui durasi kontrak penyimpanan selama 10 tahun di PT OTM.

Dalam kontrak tersebut, terdapat klausul tentang alih fungsi kepemilikan terminal penyimpanan BBM. Namun, klausul tersebut sengaja dihilangkan oleh Riza Chalid. Akibatnya, PT Pertamina Patra Niaga harus membayar sewa secara berkelanjutan, yang akhirnya merugikan negara hingga mencapai Rp2,9 triliun.

Total Kerugian Negara

Dari seluruh rangkaian pengusutan dan perhitungan auditor negara, total kerugian negara dalam kasus korupsi minyak mentah PT Pertamina subholding mencapai Rp285 triliun. Angka ini lebih tinggi dari estimasi awal sebesar Rp193,7 triliun yang diumumkan oleh penyidik.

Daftar Tersangka dan Proses Hukum

Pengusutan korupsi minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina subholding telah menetapkan total 18 tersangka. Pada Februari 2025, penyidik Jampidsus telah menetapkan sembilan tersangka awalan, termasuk anak kandung Riza Chalid, M Kerry Andrianto Riza (MKAR) alias Kerry, yang menjabat sebagai komisaris di PT OTM.

Selain itu, dua “anak bisnis” keluarga Chalid turut dijerat sebagai tersangka. Yaitu Gading Ramadhan Joedo (GRJ) yang menjabat sebagai Direktur PT OTM sekaligus Komisaris di PT Navigator Khatulistiwa, dan Dimas Werhaspati (DW) sebagai Komisaris di PT Navigator Khatulistiwa.

Beberapa petinggi di PT Pertamina dan perusahaan anak juga ditetapkan sebagai tersangka. Di antaranya adalah Riva Siahaan, Edward Corne, Maya Kusmaya, Agus Purwono, Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, dan lainnya. Berkas perkaranya telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk segera disidangkan.

Pada 10 Juli 2025, sembilan tersangka tambahan ditetapkan, termasuk Riza Chalid, Alfian Nasution, Hanung Budya, Toto Nugroho, Dwi Sudarsono, Arie Sukmara, Hasto Wibowo, Martin Haendra Nata, dan Indra Putra Harsono.

Qohar menjelaskan bahwa semua tersangka akan ditahan secara terpisah untuk menjalani proses penyidikan. Namun, Riza Chalid belum ditangkap karena berada di Singapura. Dia telah tiga kali dipanggil untuk diperiksa tetapi tidak kooperatif.