.CO.D – JAKARTA
Peta conglomerate dalam daftar sepuluh teratas berdasarkan capitalisasi pasaran (market cap) di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengalami perubahan yang cukup besar.
Perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh taipan Prajogo Pangestu saat ini tidak hanya menjadi semakin berkuasa, tapi juga memiliki portofolio yang lebih bervariasi dengan melibatkan saham dari sejumlah badan dalam kelompoknya.
PT Energi Terbarukan Barito Tbk (
BREN
Tetap berada di puncak sebagai pemimpin dengan nilai pasaran senilai Rp 1,241 triliun, yang menyumbang sekitar 10,06% dari keseluruhan nilai pasar Bursa Efek Indonesia (BEI).
Di akhir tahun 2024, BREN sukses berdiri di puncak sebagai perusahaan publik yang memiliki nilai pasaran tertinggi, melebihi PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA
yang berkapitalisasi sebesar Rp 1.181 triliun.
Meskipun demikian, pada waktu yang bersamaan, nilai pasar PT Chandra Asri Pacific Tbk (
TPIA
Menunjukkan peningkatan yang signifikan, kapitalisasi pasar TPIA naik dari posisi sebesar Rp 649 triliun diakhir tahun 2024 hingga mencapai angka Rp 843 triliun.
Pada tanggal 23 Mei 2025, TPIA pernah mengungguli BREN dengan nilai pasar mencapaiRp 913 triliun, sedangkan BREN menempati posisi Rp 890 triliun.
Peningkatan nilai pasar PT Indofood Sukses Makmur Tbk (TPIA) ini sesuai dengan kinerja harga sahamnya yang naik 30% sejak awal tahun, didukung oleh pembelian bersih dari investor asing senilai Rp 261,25 triliun.
Kepala Penelitian Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, menyebutkan bahwa kenaikan harga saham perusahaan di Grup Barito dipicu oleh berbagai alasan.
Satu peristiwa lainnya adalah pembelian pabrik milik Shell di Singapura yang dilakukan oleh TPIA lewat kolaborasi bisnis bersama Glencore. “Tindakan ini akan menguatkan kedudukan TPIA dalam industri petrokimiawi di kawasan,” jelas Liza pada hari Senin, 26 Mei kemarin.
Liza menyebutkan pula bahwa proyek CAP2 yang bernilai AS\$ 5 miliar ini bakal mendongkrak kapasitas produksi serta peluang perkembangan berkelanjutan bagi TPIA. Sementara itu, perusahaan patungan milik TPIA yakni PT Chandra Daya Investasi diperkirakan sedang merancangkan debutnya di bursa dengan meluncurkan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) nya.
Emiten dari Grup Barito yang lain adalah PT Barito Pacific Tbk (
BRPT
), juga mengalami kenaikan dalam hal kapitalisasi pasarnya. Mulai dari angka Rp 86,25 triliun di akhir tahun 2024, nilai kapitalisasi saham BRPT meningkat hingga menjadi Rp 108,28 triliun pada tanggal 26 Mei 2025.
Perubahan urutan dalam daftar sepuluh perusahaan publik utama tak hanya berlangsung di kelompok bisnis yang dikendalikan oleh Prajogo Pangestu. Hal serupa juga dialami oleh entitas milik konglomerasi Sugianto Kusuma atau dikenal sebagai Aguan, yakni PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (
PANI
), yang sebelumnya menempati urutan ketiga belas di tahun 2024 dengan nilai pasarnya mencapai Rp 270 triliun, kini tersingkir dari daftar sepuluh besar.
Sebagai alternatif, PT DCI Indonesia Tbk (
DCII
Masuk ke dalam deretan itu, hingga penutupan perdagangan pada hari Senin (26/5), DCII berada di posisi sembilan dengan nilai pasar mencapai Rp 355 triliun.
Diantara perusahaan milik negara (BUMN), cuma ada tiga emiten yang tetap berada dalam kelompok sepuluh teratas, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI
), PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI
), serta PT Telkom Indonesia Tbk (صند
TLKM
).
Hingga tanggal 26 Mei 2025, BBRI memiliki nilai pasar tertinggi di kalangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu senilai Rp 648 triliun. Di sisi lain, BMRI serta TLKM mengukir capaian pasarnya dengan angka masing-masing Rp 506 triliun dan Rp 277 triliun.
Ekky Topan dari Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory mengamati bahwa ada sejumlah perusahaan konglomerat lainnya yang memiliki potensi untuk memasuki daftar 10 besar berdasarkan nilai pasarnya.
Berikut di antaranya adalah PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (
DNET
) yang dimiliki oleh Grup Salim dan PT Sinar Mas Multiartha Tbk (
SMMA
Kedua perusahaan tersebut bernaung di bawah Grup Sinarmas dan menampilkan performa saham yang luar biasa.
Di penutupan perdagangan pada hari Senin (26/5), nilai pasarnya DNET berada di angka Rp 141,5 triliun, sementara itu SMMA telah menyentuh batas Rp 100,7 triliun. “Pergerakannya cenderung meningkat dan biasanya dipicu oleh faktor-faktor selain likuiditas dalam jumlah besar, seperti halnya dengan tren kenaikan DCII,” kata Ekky. Kemudian ia juga mengatakan bahwa kondisi ini membuka peluang baru.”
Namun begitu, berdasarkan pandangan Ekky, untuk jangka waktu singkat, PANI serta PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (
CUAN
Merupakan calon dengan peluang tertinggi untuk kembali menyatu dalam kelompok 10 teratas. Syaratnya, PANI berhasil mengubah dinamika perubahan harga dan menjaga momentum peningkatan tersebut.
“Dan CUAN terus menguat dengan dorongan yang signifikan seperti baru-baru ini, kedua-duanya dapat menjadi calon yang paling masuk akal,” katanya.
Sebaliknya, PT Amman Mineral Internasional Tbk (<AMAT>),
AMMN
Dinilai kemungkinan akan dikeluarkan dari grup 10 besar. Ekky menyatakan bahwa penilaian AMMN sekarang sudah cukup tinggi, dan pergerakan sahamnya relatif tetap atau tidak banyak berubah.
“Bila tak ada katalis baru dari aspek dasar atau langkah perusahaan, kemungkinan AMMN tergeser posisinya bisa saja diraih oleh pemain lain seperti DCII, CUAN, atau mungkin pula PANI,” katanya.