Penyelidikan Terkait Aksi Protes Film Dokumenter di Maluku Utara
Beberapa waktu lalu, kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara dikunjungi oleh lima orang yang mengaku sebagai anggota intelijen dari Satuan Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah Maluku Utara. Kejadian ini terjadi beberapa jam setelah Walhi dan warga Desa Kawasidi, Kecamatan Pulau Obi, Halmahera Selatan, melakukan protes terhadap tayangan film dokumenter berjudul ‘Ngomi O Obi’ di Studio 6 XXI Jatiland, Kota Ternate, pada Senin, 14 Juli 2025.
Film yang judulnya berarti “Kami yang di Obi” itu diproduksi oleh TV Tempo dan PT Harita Group. Menurut Manajer Advokasi Tambang Walhi Maluku Utara, Muballiqh Tomagola, lima orang tersebut memaksa masuk ke kantor Walhi pada pukul 23:45 WIT. Diskusi tentang alasan protes Walhi memicu perdebatan keras antara kedua belah pihak. Mereka berbicara dengan nada tinggi, mengaku sebagai intel, dan menyuruh Walhi untuk menghapus seluruh dokumentasi saat aksi.
Awal Mula Peristiwa
Awalnya, muncul pemikiran bahwa film ‘Ngomi O Obi’ hanya menjadi alat propaganda PT Harita Group untuk menutupi fakta-fakta kerusakan ekologis. Dari sini, enam orang perwakilan Walhi dan warga Kawasi ikut masuk ke dalam bioskop. Muballiqh menjelaskan bahwa para anggota masyarakat sipil ini ingin berdiskusi dan menyampaikan aspirasi ihwal film yang mereka klaim memotret kehidupan masyarakat di dekat pertambangan nikel.
“Mereka mengikuti acara dengan baik,” ujar Muballiqh. Namun, para anggota Walhi Maluku Utara merasa diskusi dan pemutaran dokumenter tidak menyajikan fakta. Setelah merasa tidak diberi kesempatan bertanya oleh moderator, mereka memaksa membentangkan poster dan spanduk, salah satunya bertuliskan ‘Yang Mengalir di Kawasi adalah Malapetaka’. Peserta aksi langsung diusir oleh panitia kegiatan.
Aksi Kembali Dilakukan
Keesokan harinya, dokumenter yang sama ditayangkan di Universitas Khairun Ternate. Bersama badan eksekutif mahasiswa (BEM) kampus tersebut, Walhi Maluku Utara kembali menggelar aksi. Seperti sebelumnya, protes ini juga dicegat oleh sejumlah orang yang belum jelas identitasnya.
Direktur Walhi Maluku Utara, Faisal Ratuela, berencana menyurati kepala Kepolisian RI (Polri), serta kepala Kepolisian Daerah Maluku Utara mengenai intimidasi dari sejumlah orang yang mengaku sebagai intel Brimob tersebut. “Kami harap Kapolda Maluku Utara dapat memanggil ataupun mengevaluasi para anggota polisi yang mendatangi kantor Walhi di luar jam kerja,” ucap dia.
Pemantauan dan Respons
Hingga berita ini ditulis, Kapolda Maluku Utara Inspentur Jenderal Waris Agono belum menyahut upaya konfirmasi melalui telepon maupun pesan WhatsApp. Pertanyaan melalui pesan pendek kepada Kepala Bidang Humas Polda Maluku Utara Komisaris Besar Bambang Suharyono juga belum direspons.
Peristiwa ini menunjukkan adanya ketegangan antara organisasi lingkungan dan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam penyebaran informasi tertentu. Bagi Walhi, penting untuk menjaga kebebasan berekspresi dan mengungkapkan kebenaran tanpa adanya ancaman atau tekanan dari pihak lain. Mereka berharap pihak berwenang dapat segera memberikan respons terkait insiden ini.