news  

Kadikbud Maluku Utara Beri Peringatan Kepala Sekolah SMA/SMK Terkait Pengadaan Seragam

Kadikbud Maluku Utara Beri Peringatan Kepala Sekolah SMA/SMK Terkait Pengadaan Seragam

Peraturan Pengadaan Seragam Sekolah di Maluku Utara

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Maluku Utara telah memberikan peringatan kepada seluruh kepala sekolah SMA, SMK, dan SLB untuk mematuhi mekanisme pengadaan pakaian seragam siswa sesuai dengan regulasi yang berlaku. Peringatan ini disampaikan setelah dimulainya proses belajar-mengajar secara efektif bagi peserta didik baru.

Plt. Kepala Dikbud Maluku Utara, Abubakar Abdullah, menegaskan bahwa tata cara pengadaan seragam siswa telah diatur dalam Surat Pemberitahuan Nomor 400.3.13.2/617/Disdikbud tertanggal 26 Juni 2025, yang ditujukan ke seluruh satuan pendidikan. Surat ini menjadi pedoman awal sebelum diterbitkannya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang seragam sekolah.

“Sekolah wajib mengacu pada surat pemberitahuan tersebut. Kami tidak ingin muncul opini publik yang menyudutkan sekolah, seolah-olah mewajibkan seragam tertentu dengan biaya tinggi tanpa dasar hukum,” ujar Abubakar.

Menurutnya, pengadaan seragam bukan tanggung jawab pemerintah melalui dana BOSDA. Oleh karena itu, sebagian besar pembiayaan tetap menjadi beban orang tua. Namun dalam praktiknya, banyak wali murid menitipkan pengadaan seragam kepada sekolah untuk menghindari perbedaan standar seragam antar siswa.

“Kami memahami kondisi di lapangan, namun tetap menegaskan bahwa seluruh proses pengadaan harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan gejolak di masyarakat,” tambahnya.

Surat edaran tersebut merujuk pada Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang pakaian seragam bagi siswa jenjang pendidikan dasar dan menengah. Di dalamnya ditegaskan bahwa untuk seragam nasional seperti putih-abu dan pramuka, sekolah tidak diperbolehkan memfasilitasi atau mengarahkan pengadaan. Tugas sekolah hanya sebatas memberikan informasi spesifikasi teknis seragam.

Adapun untuk seragam khas sekolah seperti batik daerah, pakaian olahraga, dan seragam Praktik Kerja Lapangan (PKL) di SMK, sekolah diperbolehkan membantu pengadaan atas permintaan orang tua, dengan catatan tetap melalui mekanisme yang akuntabel.

Prosedur tersebut mencakup sosialisasi kepada wali murid, pemilihan minimal tiga penyedia atau vendor, serta penetapan harga paling efisien tanpa keterlibatan langsung kepala sekolah, guru, maupun komite sekolah. “Semua proses ini dipantau ketat oleh Dikbud dan Ombudsman Maluku Utara. Transparansi adalah kunci,” tegas Abubakar.

Alumni Lemhannas ini juga menegaskan, tidak ada kewajiban bagi orang tua untuk menyerahkan mandat pengadaan seragam kepada pihak sekolah. Bahkan, siswa diperbolehkan menggunakan seragam bekas milik saudara atau kerabat, asalkan masih sesuai fungsi.

“Tidak boleh ada siswa yang ditolak bersekolah hanya karena belum memiliki seragam lengkap. Prinsip pendidikan kita adalah inklusif, adil, dan memihak kepada aksesibilitas pendidikan untuk semua,” tutup Abubakar.