TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN –
Mahkamah Konstitusi mensahkan pemisahan pemilihan presiden dengan pemilihan kepala daerah.
Pilpres akan digelar pada 2029 sementara Pilkada akan berlangsung pada 2031.
Mengenai keputusan itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sumut menyambut hangat.
Sekretaris PPP Sumut Usman Sitorus menyampaikan bila putusan MK bersifat final dan mengikat.
Ada pun dalam putusan MK merevisi UU No 7 THN 2017 ttg pemilu pasal 163 ayat (3), 347 ayat (1). Psl 3 ayat ( 1) UU No 8 THN 2015 perpu no 1 THN 2015 ttg pemilihan gubernur, bupati dan walikota.
“Ini artinya pemilu dilaksanakan dua tahap yakni pemilu nasional thn 2029 yakni memilih Presiden, DPR RI dan DPD. Pemilu lokal thn 2031, memilih gubernur, bupati atau walikota, anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dan Kota,” kata Usman kepada tribun, Selasa (1/7/2025).
Mengenai jabatan DPRD atau bupati, gubernur dan walikota hal itu sebutnya akan dibahas oleh DPR RI selaku pembuat undang undang.
“Ada beberapa kemungkinan yang terjadi pertama untuk mengisi jabatan diserahkan kepada partai untuk mengisinya kursi yang ada. Kedua masa jabatan anggota DPRD di perpanjang hingga dilantiknya anggota DPRD yang baru namun hal ini bertentangan dgn UU no 17 THN 2014 ttg UUD3, kecuali undang – undang di revisi, menyebutkan bahwa masa jabatan anggota DPRD provinsi dan kabupaten hingga di lantiknya anggota DPRd hasil pemilu lokal 2031,” ujarnya.
Usman melihat opsi memisahkan dua pemilu yakni pemilu nasional dan pemilu lokal akan memperkuat posisi kepartaian dalam sistem pemilu.
“Dengan diserahkannya, kepada partai politik untuk menentukan siapa yang mengisi kursi-kursi yang ada di DPRD, untuk masa sisa jabatan 2029-2031. Dengan begini partai akan lebih kuat. Bisa kita bayangkan, dengan anggota DPRD nya pengurus partai politik, pasti konsolidasi partai untuk pemilu 2031 akan lebih produktif dan mesin partai akan lebih kencang bergeraknya,” kata dia.
Usman berpandangan, penggabungan Pilkada dan Pilpres mengakibatkan terjadinya pemotongan masa bakti kepala daerah hasil pilkada 2020.
Padahal UU pilkada serentak itu, niatnya penyeragaman Pilkada 2024, sehingga masa periode kepala daerah hasil pilkada 2020 menjadi di kurangi.
“Putusan MK ini bukan mengatur tentang masa jabatan kepala daerah, putusan MK itu menegaskan jadwal pelaksanaan Pilkada. Artinya 2029 para kepala daerah hasil pilkada 2024 yang masa periodenya sudah 5 tahun akan di gantikan oleh pelaksana tugas.
Menunjuk Plt kepala daerah, itu akan lebih memudahkan dalam menjalankan peraturan perundangan-undangan yang ada. Kan enggak lucu kalau tiap tahun urusan kita cuma gonta-ganti UU yg sesungguhnya tidak begitu substansi dalam membangun demokrasi yang jujur, adil dan terbuka,” tuturnya.
(cr17/)
Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News
Ikuti juga informasi lainnya di
Facebook
,
Instagram
dan
Twitter
dan
WA Channel
Berita viral lainnya di
Tribun Medan