Jika Kamu Sering Katakan “Aku Baik-Baik Saja”, Mungkin Inilah 7 Karakterunikmu Menurut Psikologi

Jika Kamu Sering Katakan “Aku Baik-Baik Saja”, Mungkin Inilah 7 Karakterunikmu Menurut Psikologi



– Terdapat perbedaan yang signifikan antara sungguh-sungguh merasa bahagia dibanding hanya berkata “saya baik-baik saja” ketika sebenarnya tidak demikian.

Pembeda utama terletak pada kesungguhan dalam bersikap jujur kepada diri sendiri serta kepada orang lain. Frase itu kadang digunakan sebagai sarana untuk menyembunyikan perasaan aslinya, seperti memakai topeng yang meredam ekspresi emosionalnya.

Di bidang psikologi, perilaku tersebut bisa mengindikasikan tujuh ciri spesifik yang mungkin tak terlihat. Ciri-ciri ini belum tentu merugikan, namun penting untuk dimengerti sehingga tidak membawa dampak negatif kepada kondisi jiwa seseorang.

Menurut Geediting di hari Kamis (29/5), berikut adalah tujuh karakteristik umum orang yang biasanya berkata “saya baik-baik saja”, meskipun sesungguhnya tidak demikian.

1. Pencinta Kedamaian

Alasan utama lainnya yang membuat orang ragu-ragu dalam menyatakan emosinya adalah agar mereka bisa mempertahankan ketenangan situasi.

Jenis ini biasanya berusaha mengelakan perselisihan dan lebih suka bungkam untuk mencegah percekcokan atau respons tidak menyenangkan dari pihak lain. Mengendapkan masalah dianggap sebagai opsi yang lebih baik daripada mengganggu kenyamanan dalam hubungan sosial sekitarnya.

Gaya ini mirip dengan suatu bentuk perlindungan yang tidak kelihatan, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga bagi mereka di lingkaran sosial Anda. Tetapi, menimbun perasaan dalam waktu cukup lama dapat memiliki efek merugikan pada keadaan mental Anda.

2. Memiliki Empati Tinggi

Orang-orang yang peka terhadap perasaan sesama cenderung enggan mengganggu oranglain dengan urusan mereka sendiri. Hal ini mencerminkan tingkat simpati yang kuat.

Hasrat untuk menjaga perasaan oranglain membawa mereka pada penderitaannya sendiri. Mereka merasa bersalah ketika harus mengharuskan orang lain juga turut memikirikan apa yang tengah dialami.

Tipe sikap demikian seharusnya mendapat apresiasi, namun harus disertai pemahaman bahwa mengungkapkan emosi kepada orang-orang terdekat tidak boleh dipandang sebagai tanda ketidakmampuan.

3. Tangguh Menghadapi Tekanan

Menyebut “saya baik-baik saja” saat menghadapi kesulitan dapat menunjukkan kekuatan mental yang luar biasa pada seseorang. Mereka berhasil bertahan dan melanjutkan perjalanan mereka walaupun sedang dalam tekanan.

Seseorang bertipe ini melihat setiap permasalahan sebagaimana bentuk dari sebuah tantangan yang wajib ditaklukkan, tak lebih merupakan penghalang untuk bergerak maju. Gaya pikir optimis semacam itu menunjukkan kekuatan mental yang kuat.

Meskipun demikian, perlu ditekankan bahwa menjadi kuat tidak bermaksud untuk menghindari emosi. Justru dengan mengakuinya dan merasakan kesedihan ataupun kekecewaan dapat mendukung penyembuhan mental kita.

4. Mandiri Secara Emosional

Beberapa individu memilih untuk mengatasi tantangan mereka secara mandiri karena lebih senang bergantung pada kemampuan pribadi. Mereka condong berpikir bahwa mencari pertolongan merupakan indikator dari kekurangan diri.

Menunjukkan kemandirian tentu mencerminkan rasa percaya diri yang kuat. Akan tetapi, ketika dihadapkan pada situasi stres ekstrem, enggan menerima dukungan dapat menyebabkan beban tampak semakin memberatkan daripada mestinya. Meskipun penting untuk bersandar pada kemampuan sendiri, rela diberikan bantuan pun menjadi tanda kesadaran dan penggunaan kebijakan dalam menjalani hidup.

5. Jago Menyiasati Masalah Pribadi

Keterampilan untuk membedakan antara urusan personal dan kewajiban rutin harian dinamai kompartmentalisasi. Ketrampilan ini umumnya dimiliki oleh individu yang mampu tetap tenang bahkan ketika sedang menghadapi berbagai macam stresor.

Seseorang dengan sifat demikian mampu mempertahankan konsentrasi serta melanjutkan tugas-tugasnya tanpa tampak terpengaruh, seakan-akan mereka menempatkan permasalahan pada ‘wadah’ yang berbeda dalam benak mereka. Kondisi tersebut dapat menjadi aset besar ketika menghadapi situasi mendesak ataupun bila diperlukan untuk selalu bersikap profesional.

Namun demikian, terlalu kerap membelokkan diri dari perasaan dapat menyebabkan keletihan psikis pada akhirnya. Tetap saja, berurusan dengan apa pun yang ada di ” kotak ” itu masih sangat dibutuhkan.

6. Kemampuan Mengontrol Diri yang Kuat

Seseorang yang kelihatan tangguh serta terkontrol bahkan saat perasaannya tersakit mungkin mempunyai kontrol diri yang baik.

Mereka dapat mengendalikan perasaan dan terus berkonsentrasi pada tugas yang harus diselesaikan. Hal ini mencirikan seseorang yang menjunjung tinggi kedamaian serta kestabilan, tidak hanya bagi dirinya sendiri namun juga bagi mereka di sekelilingnya.

Meskipun demikian, perlu dipahami bahwa menyampaikan perasaan tidak bermakna kehilangan kontrol. Sebalinya, kemampuan untuk membuka hati dapat menguatkan ikatan sosial serta meningkatkan kesadaran pribadi.

7. Menjaga Batasan Pribadi

Tidak setiap individu merasa percaya diri untuk terbuka. Mengucapkan “saya baik-baik saja” biasanya dijadikan cara untuk membatasi interaksi dan mengamankan privasi mereka.

Ruangan personal ini tak sekadar tentang aspek fisik, melainkan juga mencakup dunia mental dan emosional. Ada yang merasa jauh lebih rileks bila tidak harus menunjukkan segi lemah mereka kepada siapa pun.

Mempertahankan batas merupakan elemen penting dalam merawat diri sendiri. Akan tetapi, apabila kondisinya terlalu berat, menceritakannya kepada seseorang yang dapat dipercaya bisa mengurangi beban dan menciptakan rasa nyaman.

Responses (2)

  1. Howdy! Do you usse Twitter? I’d lijke to follow yoou iff that woulpd be ok.
    I’m undoubtedly enjoying your blog and look forwward to new
    updates.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com