– Saat suhu udara melonjak tinggi, perhatian utama kita biasanya terfokus pada pencegahan dehidrasi. Namun, ada satu keluhan umum yang sering menghantui masyarakat Indonesia di tengah cuaca terik: Panas Dalam.
Meskipun “panas dalam” bukan merupakan diagnosis medis spesifik, istilah ini merujuk pada sekumpulan gejala tidak nyaman seperti sakit tenggorokan, sariawan, bibir pecah-pecah, hingga sembelit, yang sering dikaitkan dengan ketidakseimbangan tubuh. Kondisi ini umumnya merupakan gejala awal dari infeksi virus atau bakteri, namun diperburuk oleh gaya hidup dan, yang paling sering, pola makan yang tidak tepat.
Berikut adalah jenis makanan dan minuman yang sebaiknya Anda batasi atau hindari karena dapat memicu atau memperparah gejala ‘panas dalam’ saat suhu lingkungan sedang tinggi.
Masyarakat Indonesia sangat menyukai rasa pedas, tetapi konsumsi berlebihan saat cuaca panas bisa menjadi bumerang.
Pemicu: Senyawa capsaicin yang ditemukan pada cabai merangsang reseptor panas di mulut dan tenggorokan, yang kemudian meningkatkan suhu inti tubuh sementara dan memicu keringat berlebihan.
Dampak: Peningkatan suhu tubuh dan keringat yang tidak diimbangi dengan asupan cairan optimal akan memperburuk dehidrasi. Selain itu, capsaicin dapat mengiritasi lapisan tenggorokan dan sistem pencernaan, memperparah rasa sakit dan peradangan yang menjadi inti dari gejala panas dalam.
Gorengan yang renyah dan gurih adalah camilan favorit, tetapi makanan yang diolah dengan proses penggorengan suhu tinggi ini sulit dicerna tubuh.
Pemicu: Makanan tinggi lemak membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna (termogenesis). Proses pencernaan yang berat ini menghasilkan lebih banyak panas dalam tubuh, meningkatkan suhu internal, dan membebani sistem metabolisme.
Dampak: Tekstur yang kering dan berminyak juga dapat mengiritasi tenggorokan secara mekanis. Selain itu, kandungan minyak berlebih dapat memicu peradangan dalam tubuh dan menekan sistem kekebalan, membuat Anda lebih rentan terhadap infeksi penyebab radang tenggorokan (faringitis) yang kerap disamakan dengan panas dalam.
Meskipun terasa segar diminum dingin, minuman berkafein perlu dibatasi saat cuaca ekstrem.
Pemicu: Kafein memiliki efek diuretik, yaitu zat yang merangsang ginjal untuk memproduksi lebih banyak urine.
Dampak: Peningkatan buang air kecil menyebabkan tubuh kehilangan cairan lebih cepat dari biasanya. Saat tubuh sudah berkeringat hebat karena panas, efek diuretik kafein akan mempercepat dehidrasi, membuat tenggorokan kering, dan memicu ketidakseimbangan yang menyebabkan gejala panas dalam.
Minuman bersoda, bubble tea, atau minuman kemasan manis lainnya sering dijadikan pelepas dahaga, tetapi justru bisa berbahaya.
Pemicu: Gula olahan dalam jumlah tinggi memicu respons inflamasi (peradangan) di dalam tubuh. Selain itu, pemrosesan gula membutuhkan air, yang dapat menarik cadangan air dari sel-sel tubuh.
Dampak: Konsumsi gula tinggi dapat melemahkan respon sistem kekebalan tubuh, membuka peluang bagi virus atau bakteri untuk menyebabkan radang tenggorokan. Minuman bersoda yang mengandung asam dan gas juga dapat memicu refluks asam (GERD), yang sensasi panasnya sering disalahartikan sebagai panas dalam.
Camilan kemasan yang sangat asin dan renyah, seperti keripik kentang atau biskuit kering, harus dihindari sementara.
Pemicu: Kandungan garam (natrium) yang tinggi menyebabkan tubuh menahan air dan memicu rasa haus yang intens untuk mengencerkan garam tersebut.
Dampak: Makanan asin dapat membuat tenggorokan terasa kering dan teriritasi. Sementara itu, makanan yang sangat keras dan renyah dapat melukai atau menggaruk permukaan tenggorokan yang sudah sensitif atau meradang, memperburuk gejala sakit tenggorokan dan sariawan.
Untuk menjaga tubuh tetap seimbang dan terhindar dari panas dalam saat suhu melonjak, utamakan konsumsi air putih, buah-buahan tinggi air (semangka, melon), sayuran segar, dan makanan berkuah lembut yang tidak berminyak dan tidak pedas. Kunci utama tetap pada pencegahan: jaga hidrasi dan kurangi iritasi pada saluran pencernaan dan tenggorokan.***






