news  

Jabar Minta UMK Dihapus, Ini Alasannya

Jabar Minta UMK Dihapus, Ini Alasannya

, BANDUNG—Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengajak untuk meninjau kembali sistem penggajian di Indonesia yang berlandaskan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) menjadiupah sektoral.

Dedi Mulyadi menyatakan bahwa isu UMK selalu menjadi permasalahan setiap tahun dan membuat pemerintah mengambil keputusan yang tidak logis. Ketidaklogisan ini terlihat di beberapa wilayah di Jawa Barat yang memiliki perbedaan upah meskipun lokasinya dekat, seperti Sumedang dengan Kabupaten Bandung, Subang dengan Purwakarta, serta Karawang dengan Bekasi.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

“Nah, saya tadi menyampaikan ide ke forum Apindo, semoga bisa direspons positif dan dihadapan Menteri Ketenagakerjaan, bagaimana jika nanti upah diatur secara terpusat. Berlaku sama di seluruh Indonesia,” katanya setelah mengikuti Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkornas) Apindo ke-XXXIV di El Royal, Bandung, Selasa (5/8/2025).

Menurutnya, penerapan upah sektoral tidak perlu lagi dibatasi berdasarkan wilayah karena beberapa daerah memiliki sektor usaha yang berbeda. Jika masih berbasis UMK, maka akan selalu menjadi bahan politik di daerah, terutama menjelang Pilkada.

“Tidak perlu lagi memperhatikan wilayah. Sudah sektoral. Sektor kimia, energi, dan pertambangan memiliki upah yang sama di mana pun. Sektor tekstil memiliki upah yang sama di mana pun. Sektor makanan dan minuman juga memiliki upah yang sama di mana pun. Sehingga upah tidak lagi menjadi bahan komoditas politik. Mengapa? Karena berbahaya menentukan UMK saat pemilihan umum,” katanya.

Support us — there's a special gift for you.
Click here: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Menurutnya, penentuan upah yang sering kali menjadi bahan politik akan menjadi beban bagi kepala daerah.

“Tidak semua gubernur memiliki ketahanan terhadap tekanan. Tidak semua bupati juga memiliki ketahanan terhadap tekanan. Jika ketahanannya rendah, maka dalam sekejap dia bisa mengalami kenaikan upah. Hal ini juga harus menjadi perhatian bagi saya, bahwa upah bukanlah politik. Upah adalah hasil dari perhitungan ekonomi,” katanya.

Upah sektoral dianggap mampu mengurangi kemudahan industri untuk memindahkan pabrik atau usaha karena tekanan upah, lalu mencari wilayah dengan biaya upah yang lebih rendah.

“Maka industri tidak lagi seperti ini. Karawang berpindah ke Indramayu, karena UMK-nya rendah. Nanti Indramayu meningkat, lalu berpindah lagi ke Jawa Tengah,” katanya.

Ia yakin, jika upah standar disesuaikan dengan setiap sektor, maka iklim dunia industri dan tenaga kerja akan kondusif.

“Menurut saya, jika berbasis sektoral, maka setiap daerah memiliki sektor yang sama. Pertambangan di semua daerah sama. Energi di semua daerah sama, kemudian makanan dan minuman di semua daerah sama, dan ini akan menciptakan iklim industri serta ketenagakerjaan yang kondusif di negara kita,” tegasnya.

KDM—nama panggilannya menganggap kenaikan upah tidak akan berdampak besar terhadap kehidupan pekerja selama biaya hidup tetap tinggi. Ia menyebutkan biaya pendidikan yang mahal, akses air bersih, biaya listrik hingga transportasi. “Maka tugas kami, para bupati dan wali kota serta gubernur adalah mempercepat penurunan biaya produksi rakyat kita,” katanya.