Izin PT Gag Nikel di Raja Ampat Terus Berlaku, Begini Dampaknya pada Bisnis Antam

Izin PT Gag Nikel di Raja Ampat Terus Berlaku, Begini Dampaknya pada Bisnis Antam

Pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, tetapi masih mengizinkan

PT Gag Nikel

beroperasi. Anak usaha PT Aneka Tambang Tbk ini memiliki cadangan terbesar ketiga di antara tambang nikel milik Antam.

Manajer Quality Control PT Gag Nikel Raja Ampat Ahmad Akhsan menjelaskan, produksi nikel perusahaan mencapai 3 juta wet metric ton

(wmt)

per tahun pada 2024 hingga 2026.

“Produksi 2024 itu total 3 juta wmt. Kami baru mau mengajukan revisi untuk tahun ini, tetapi masih proses,” ujar Akhsan saat ditemui di Raja Ampat, akhir pekan lalu.

PT Gag Nikel saat ini sepenuhnya dimiliki oleh Antam sejak 2008, setelah mengambil alih 75% saham Asia Pacific Nickel Pty. Ltd. (APN Pty. Ltd).  Perusahaan memegang Kontrak Karya Generasi VII No. B53 / Pres / I / 1998 tahun 1998 yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 19 Januari 1998.

Berdasarkan bahan presentasi Antam kepada investor pada kuartal I 2025, Gag nikel memiliki cadangan mencapai 56 juta wmt dengan sumber daya mencapai 320 juta wmt.

Cadangan dan sumber daya Gag Nikel lebih besar dibandingkan tambang Antam di Konawe Utara yang memiliki cadangan sebesar 49 juta wmt dan sumber daya 234 juta wmt. Namun, di bawah tambang dua anak usaha lainnya, PT Sumber Daya Arindo dan PT Nusa Karya Arindo yang keduanya berada di Halmahera, Maluku Utara.

Adapun total cadangan nikel yang dimiliki Antam mencapai 494 juta wmt dengan sumber daya mencapai 1,32 miliar ton.

Kontribusi PT Gag Nikel ke Kinerja Antam

Antam tercatat memproduksi 9,9 juta wmt bijih nikel dengan nilai penjualan mencapai Rp 5,4 triliun pada tahun lalu. Dengan demikian, produksi Gag Nikel yang mencapai 3 juta wmt mencakup 30% dari produksi biji nikel Antam dengan nilai penjualan mencapai sekitar Rp 1,6 triliun.

Adapun Nikel mulai memiliki kontribusi yang signifikan pada bisnis Antam. Pada tahun lalu, pendapatan Antam dari bijih nikel mencapai Rp 9,6 triliun atau 14% dari total penjualan Rp 68,19 triliun.

Pada kuartal I 2025, total penjualan biji nikel dan feronikel mencapai Rp 3,8 triliun. Porsinya dari total penjualan Antam Rp 26,15 triliun meningkat menjadi 14,5%.

Penjualan emas masih mendominasi dengan nilai mencapai Rp 57,6 triliun pada sepanjang tahun lalu dan Rp 21,6 triliun pada kuartal I 2025. Selain emas dan nikel, Antam juga memproduksi bauksit, tetapi kontribusinya masih sangat minim.

Adapun pada kuartal I 2025, laba Antam lebih dari 10 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 3,63 triliun. Namun, kinerja laba ini sebenarnya hanya naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan kuartal I 2023 yang mencapai Rp 1,66 triliun.

Prospek Saham Antam

Harga saham Antam anjlok 5,5% ke level Rp 3.260 pada perdagangan kemarin, Selasa (12/6). Namun, harga sahamnya sebenarnya telah naik 27,8% dalam sebulan terakhir dan sudah naik lebih dari dua kali lipat sepanjang tahun ini.

Lantas bagaimana prospeknya?

Head of Research Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi  memperkirakan, potensi gangguan dari ramainya isu tambang nikel di Raja Ampat kemungkinan minim ke bisnis Antam. Dari sisi operasional, menurut dia, tidak akan ada dampak signifikan karena kontrak pembelian sudah ada.

“Hanya sebatas terganggu sementara karena sempat ditutup. Tapi potensi terganggunya minim karena Antam sudah dapat izin lengkap,” kata dia.

Menurut dia, Antam yang sudah pernah terkena sejumlah isu terkait tambangnya kini semakin berhati-hati terkait regulasi. Pemerintah juga sudah memberikan izin kepada PT GAG Nikel untuk tetap beroperasi.

Ia pun menilai prospek saham Antam pada kuartal paruh kedua tahun ini akan semakin bagus di dukung oleh harga emas yang masih tinggi dan membaiknya harga nikel seiring perang tarif yang mereda.

“Tapi memang harga sekarang sudah tinggi sehingga rawan koreksi dulu ke Rp 3.000, sebelum lanjut naik ke Rp 4.500,”ujar dia.