Pada Senin (30/6/2025), militer Israel atau Israel Defense Forces (IDF) melancarkan serangan udara ke sebuah kafe yang berlokasi di tepi pantai Gaza. Serangan ini memicu kemarahan dan kecaman dari berbagai pihak, terutama setelah ditemukannya serpihan bom seberat 230 kilogram buatan Amerika Serikat (AS) di lokasi kejadian. Insiden tersebut telah menimbulkan korban jiwa yang cukup besar, termasuk anak-anak, perempuan, serta seorang jurnalis foto.
Support kami, ada hadiah spesial untuk anda.
Klik di sini: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Kafe al-Baqa, tempat serangan terjadi, sedang ramai dikunjungi pelanggan saat momen penyerangan berlangsung. Menurut laporan otoritas yang berada di bawah pengelolaan Hamas, setidaknya 24 warga Palestina tewas dalam serangan ini, sementara puluhan lainnya mengalami luka-luka. Foto-foto yang berhasil diabadikan oleh The Guardian memperlihatkan serpihan bom jenis MK-82, senjata buatan AS dengan daya ledak tinggi yang mampu merusak area yang luas. Para ahli persenjataan menyebut bahwa kawah besar yang tertinggal akibat ledakan menjadi indikasi kuat bahwa bom jenis ini memang digunakan dalam serangan tersebut.
Gerry Simpson dari Human Rights Watch memberikan komentar tajam atas insiden ini. Ia menyatakan bahwa penggunaan bom besar seperti MK-82 di lokasi yang dipenuhi warga sipil merupakan risiko tinggi untuk menjadi serangan tidak proporsional atau membabi buta. Hal ini pun harus diselidiki lebih lanjut sebagai potensi pelanggaran hukum perang. Dr. Andrew Forde, seorang asisten profesor hukum hak asasi manusia di Dublin City University, turut menyoroti penggunaan amunisi berat di wilayah padat penduduk. Menurutnya, hal ini hampir pasti menciptakan dampak yang tidak pandang bulu, sehingga bertentangan dengan ketentuan Konvensi Jenewa.
Pihak IDF sendiri mengklaim bahwa target utama dari serangan udara tersebut adalah beberapa anggota Hamas di Gaza utara. Mereka juga menyatakan telah melakukan berbagai langkah pencegahan, seperti pengawasan udara, untuk meminimalkan jumlah korban sipil. Juru bicara pemerintah Israel menegaskan bahwa IDF tidak pernah menargetkan warga sipil dalam operasi militer mereka. Namun, klaim ini dibantah oleh kelompok Hamas, yang menolak tuduhan bahwa mereka menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia.
Support us — there's a special gift for you.
Click here: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Saksi mata di lokasi memberikan kesaksian yang mengerikan. Ahmad al-Nayrab, salah satu warga yang berada tak jauh dari lokasi serangan, menggambarkan suasana seperti pembantaian, dengan potongan tubuh berserakan dan jeritan kesakitan dari para korban. Sementara itu, Bilal Awkal, saksi lain, mengatakan bahwa suasana sangat mencekam, mirip seperti adegan film tentang kiamat. Kafe al-Baqa sendiri sudah berdiri selama hampir 40 tahun dan dikenal sebagai tempat berkumpulnya keluarga di tengah situasi konflik yang terus-menerus terjadi di Gaza.
Selain serangan di kafe, IDF juga melaporkan operasi militer lainnya di Khan Yunis, Gaza Selatan. Dalam operasi ini, pasukan terjun payung Israel berhasil membongkar jaringan terowongan sepanjang tiga kilometer yang digunakan oleh kelompok bersenjata untuk memindahkan senjata dan personel. Unit teknik elit Yahalom turut terlibat dalam penghancuran infrastruktur bawah tanah tersebut. Lebih lanjut, IDF menyebut telah melakukan lebih dari 140 serangan udara dalam waktu 24 jam sebelumnya, yang menargetkan lokasi peluncuran senjata anti-tank, gudang senjata, gedung militer, dan berbagai infrastruktur strategis.
Di luar serangan terhadap kafe, pihak pertahanan sipil yang terkait dengan Hamas melaporkan adanya tambahan 27 korban tewas akibat serangkaian serangan dan tembakan di berbagai wilayah Gaza. Termasuk di antaranya adalah 11 orang yang tewas di dekat titik distribusi bantuan kemanusiaan. Sayangnya, data mengenai jumlah korban ini belum dapat diverifikasi secara independen karena keterbatasan akses informasi di lapangan.
Insiden ini semakin memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza, yang sudah lama dilanda konflik bersenjata. Berbagai pihak internasional mulai menyerukan investigasi mendalam atas kemungkinan pelanggaran hukum perang yang terjadi, terutama terkait penggunaan senjata berat di wilayah sipil. Organisasi HAM dunia, seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, telah menyatakan keprihatinan mereka atas eskalasi kekerasan yang terus meningkat dan berdampak fatal bagi warga sipil tak berdaya.