Israel di Puncak Keterisolanan: Negara Termarginalkan di Dunia

Israel di Puncak Keterisolanan: Negara Termarginalkan di Dunia

.CO.ID,

TEL AVIV – Keadaan diplomasi internasional untuk Israel dikabarkan telah menyentuh posisi terendahnya. Seorang petinggi dari Kementerian Luar Negeri Israel menjelaskan bahwa Tel Aviv sedang berurusan dengan gelombang tsunami yang diyakini bakal semakin memburuk.


Yedioth Ahronoth
Pada hari Selasa malam, dikutip seorang sumber dari Kementerian Luar Negeri Israel menyampaikan bahwa Israel kini sedang menghadapi masalah serius. “Saat ini kami berada dalam kondisi paling sulit yang pernah dialami. Hal ini jauh melebihi sebuah musibah. Kami merasakan dunia tak lagi mendukung kami.”


Menurut sumber itu, “sejak November 2023, dunia hanya dihadapkan pada kematian anak-anak Palestina serta bangunan-bangunan yang rusak,” dan menggarisbawahi bahwa Israel tak memberikan jalan keluar atau skema untuk masa depan, yang tersisa hanyalah kematiandan kerusakan.


Dia selanjutnya mengingatkan tentang “boikot diam-diam” yang katanya belum pernah terjadi sebelumnya. “Ini akan semakin meluas dan bertambah parah, dan kita harus berhati-hati dengan ancamannya.” Ia juga menyatakan bahwa tak ada satupun orang yang mau disangkutpautkan dengan Israel.


Yedioth Ahronoth
Mengulas langkah-langkah yang ditempuh secara global terkait operasi militer Israel di wilayah Jalur Gaza. Salah satu upaya utama ialah pembatalan diskusi tentang kesepakatan kerjasama perdagangan bebas antara Inggris dan Israel. Menurut laporan itu, keputusan semacam ini mungkin menghasilkan konsekuensi finansial signifikan.

Puluhan ribu warga turun ke jalan dalam protes besar yang berlangsung di Den Haag, Belanda pada tanggal 18 Mei 2025. Mereka meminta agar pihak berwenang Belanda bertindak atas insiden Israel serta aktivitasnya di Gaza. -(EPA-EFE/PHIL NIJHUIS)


Berdasarkan laporan koran itu, sebanyak 592 hari semenjak permulaan konflik di Gaza, posisi Israel dalam arena global sudah mencapai ketinggian rendahnya, dengan tiga mitra besar mereka—yaitu Inggris, Perancis, dan Kanada—mengumumkan ancaman pemberian hukuman sanksi pada Selasa dinihari apabila pertempuran di Gaza masih dilanjuti.


Dalam waktu kurang lebih 24 jam, Inggris menyatakan pencabutan diskusi tentang kesepakatan perdagangan bebas mendatang dengan Israel. Mereka juga memanggil Duta Besar Israel ke London, Tzipi Hotovely, guna memberikan protes resmi dan menerapkan hukuman kepada beberapa kolonis.


Dalam konteks ini,
Yedioth Ahronoth
Melaporkan bahwa para petugas di Gedung Putih mengaku merasa frustasi dengan pemerintahan Israel. Amerika sadar bahwa Israel merupakan satu-satunya entitas yang belum melakukan usaha untuk mewujudkan perjanjian yang menyeluruh.


Pada hari Selasa malam sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menginstruksikan agar para petinggi delegasi negosiasi yang berasal dari ibu kota Qatar, Doha, pulang kembali, sementara itu tim teknis dibiarkan bertahan. Hal ini terjadi ketika dia menekan untuk meneruskan operasi militer penghancuran di Gaza.

Pendemo yang memperjuangkan hak-hak warga Palestina di Gaza melakukan protes di Barcelona, Spanyol pada hari Senin, tanggal 19 Mei 2025. -(AP Foto/Emilio Morenatti)


Koran itu menggarisbawahi bahwa ancaman dan tindakan yang dilakukan sekarang terhadap Israel bisa berdampak signifikan pada aspek ekonomi. Sebagai contoh, Britania Raya merupakan salah satu mitra dagang paling penting untuk Israel, dengan omzet perdagangan kira-kira 9 miliar poundsterling, sehingga menjadi mitra dagang terbesar keempat bagi negara tersebut.


Perjanjian itu, dimana London mengundurkan diri dari negosiasi dengan Israel, amat vital untuk perkembangan teknologi canggih dan harus meliputi aspek-aspek yang belum pernah dibahas sebelumnya, seperti yang disampaikan oleh sumber yang sama.


Koran itu menganggap sanksi Eropa tentang pencabutan kesepakatan kerjasama dengan Israel sebagai sesuatu yang tak pernah ada sebelumnya. Walaupun Israel berpendapat bahwa peluang adanya pembatalan ini kecil, namun dampak finansialnya diyakini bisa mencapai triliunan rupiah, sehingga menjadi ancaman ekonomi yang signifikan.


Di samping itu, Perdana Menteri Prancis François Bayrou menyatakan pada hari Selasa malam bahwa ketiganya (Prancis, Inggris, dan Kanada) sudah sepakat untuk menolak situasi yang terjadi di Jalur Gaza dan berencana secara bersama-sama mengenali Negara Palestina.




Ancaman tak tertandingi dari ketiganya dipandang sebagai pernytaan terkuat yang pernah diajukan kepada Israel, sehingga membuat negera tersebut tampak seperti negara terisolasi dalam kancah global.


Media menilai bahwa Israel, semakin ditekan untuk berakhirnya konflik serta dorongan untuk meneruskan peperangan, sekarang menjadi sangat terasing di pentas global. Salah satu hal yang paling memprihatinkan tentang kedudukan Israel saat ini dalam konteks internasional adalah bagaimana Amerika merespons situasi baru-baru ini.


Amerika Serikat, yang selama ini secara konsisten mendukung dan membenarkan langkah-langkah Israel, sekarang menjadi sunyi. Hal itu mendorong timbulnya pertanyaan terkait stances-AS bila permintaan penghentian konflik dibawa ke depan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta apakah Washington bakal melontar veto seperti pada kesempatan-kesempatan lampau.


Walaupun pemerintah Trump sudah sering menyatakan niat mereka mendukung Israel, banyak perubahan dan peningkatan tensi bisa saja memengaruhi kebijakan Amerika Serikat sekarang, yang pada gilirannya menambah keraguan tentang kesiapan Washington untuk tetap menjaga dukungan kepada Israel di panggung global.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com