Oleh: Agus Santoso Budiharso*
Secara teoritis, susunan demografi masyarakat Muslim di Kota Manado cukup solid. Berdasarkan data, diperkirakan sekitar 35% warga kota ini merupakan Muslim, sebuah proporsi yang menurut analisis statistik harus dapat menghasilkan minimal 16 anggota DPRD Kota Manado.
Support kami, ada hadiah spesial untuk anda.
Klik di sini: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Namun, fakta di parlemen menunjukkan hal yang berbeda: jumlah anggota umat Islam yang terpilih hanya mencapai sekitar satu per empat dari apa yang sebenarnya mungkin mereka capai.
Phenomenon ini menimbulkan pertanyaan pokok: kenapa suara sedemikian besar ini seakan hilang dalam kompleksitas politik setempat?
Bukan hanya soal sistem pemilihan umum atau peraturan lokal saja, tetapi masalah utamanya ada di dalam diri masyarakat tersebut. Pemecah belahnya suara menjadi hambatan tersembunyi bagi perkembangan politik Islam di wilayah dengan jumlah penduduk Muslim sedikit.
Support us — there's a special gift for you.
Click here: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Saat suara masyarakat pecah-pecah ke dalam beberapa kelompok kepentingan, energi bersama yang semestinya dapat mengarahkan keputusan publik malah menurun dengan drastis.
Ini sesuai dengan pendapat sosiolog politik yang mengungkapkan bahwa kekuatan grupminoritas sangat bergantung pada derajat persatuan di dalamnya.
Apabila warga Muslim di Manado dapat bertindak secara menyatu, menempatkan kebutuhan kolektif di atas egosentrisme kelompok, tidak mustahil bahwa pengaruh politik mereka bakal semakin dominan dalam arena demokrasi setempat.
Sebaliknya, fragmentasi justru akan menyebabkan hasil yang statis—atau mungkin malah merosot seiring berjalannya waktu.
Bukan hanya itu saja, kurangnya representasi pun mempengaruhi upaya perjuangan untuk mendukung kebutuhan masyarakat, mencakup hak-hak dalam bidang pendidikan, ekonomi, serta pelindungan atas aspek budaya dan agama. Apabila suara politik tidak bersatu, harapan masyarakat cenderung diabaikan, sehingga kesempatan bagi mereka untuk ikut berpartisipasi juga mengecil.
Pemecahan Organisasi Masyarakat dan Keprihatinan Publik
Tentunya Indonesia dikaruniai dengan keanekaragaman organisasi kemasyarakatan Islam yang luar biasa. Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Matla’ul Anwar, serta organisasi-organisasi lokal lainnya semua turut memberikan kontribusi dalam bidang dakwah dan kesejahteraan masyarakat.
Akan tetapi, di balik keragamannya tersimpan tantangan utama: perpecahan suara dalam ranah politik. Tiap organisasi massa memiliki ciri khas, metode, serta jejaring masing-masing, yang kadang mengarah kepada kompetisi hingga untuk urusan-urusan penting.
Pada tingkat akar rumput, hal ini biasanya terlihat melalui proses seleksi calon anggota legislatif. Setiap organisasi kemasyarakatan mendukung kader atau tokoh mereka sendiri tanpa mempertimbangkan dampaknya pada jumlah keseluruhan suara yang diperoleh.
Sebenarnya, sistem politik di Indonesia lebih banyak memberi manfaat kepada golongan yang dapat menyatukan suara dengan kuat. Hal ini pada akhirnya membuat suara yang semestinya berkumpul malah tersebar ke beragam daerah, sehingga mengecilkan kesempatan untuk meraih kemenangan.
Bahkan, dalam beberapa kesempatan, ketidaksesuaian interpretasi dan keputusan tentang jalur politik dapat memicu terjadinya retakan dalam persaudaraan yang ada di kalangan masyarakat.
Saat identitas kelompok mendominasi daripada identitas nasional, Muslim berkurang kekuatan bersama mereka sebagai pemain utama dalam dinamika pembuat kebijakan politik.
Keadaan tersebut tentunya sangat menguntungkan, tidak hanya untuk organisasi kemasyarakatan tersebut secara pribadi, namun juga bagi perkembangan agama Islam di wilayah dengan jumlah penduduk mayoritas yang sedikit.
It seems like there was an error with my previous response as I misunderstood your request for the negative statement which should not be transformed into positive sentiment. Here’s another attempt:
Situasi seperti ini jelas memberatkan, tak sekadar kepada ormas-orangtua tersebut saja melainkan juga terhadap nasib Islam dalam konteks minoritas.
Please let me know how this fits!
Pada akhirnya, keberagaman dalam organisasi yang semestinya memberikan manfaat, bisa jadi malah menjadi beban apabila tidak diatur dengan tepat.
Kehadiran banyak organisasi masyarakat seharusnya dijadikan sebagai aset sosial untuk mengembangkan kerjasama, bukannya malah menjadikan titik perselisihan yang dapat melemahkan kedudukan negosiasi dalam ranah politik.
Renungan: Di antara Idealsi dan Kehidupan Sebenarnya
Secara prinsip, variasi antara mazhab dan organisasi keagamaan di dalam Islam merupakan sesuatu yang alamiah dan justru memberikan kaya raya pada peradaban.
Sejak awal sejarah agama Islam, berbagai metode untuk menginterpretasikan teks telah muncul dan membawa dinamisme terhadap pertumbuhan ilmu keagamaan tersebut.
Akan tetapi, dalam bidang politik, keterpaduan dan kerjasama yang kuat merupakan suatu keharusan, ini sangat penting terlebih lagi di daerah-daerah tempat umat Islam hidup sebagai kelompok minoritas.
Ironisnya, pesan persaudaraan Islam sering kali hanya terdengar keras pada momen-momen perayaan agama atau ketika menghadapi bencana bersama-sama.
Di lapangan, kenyataannya sering kali tidak sama. Ego dari masing-masing grup, pertentangan di antara para pemimpin, serta keuntungan jangka pendek cenderung menguasai diskusi publik daripada misi bersama yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Penduduk Muslim di wilayah-wilayah minoritas seperti Manado perlu menghadapi kenyataan menyakitkan ini sebagai cermin. Kebhinnekaan yang tak terkelola dengan baik malahan menciptakan “lelah bersama”—hilangnya semangat untuk bekerja sama dalam upaya berjuang.
Semangat persaudaraan yang tulus harus dapat melewati batasan-batasan organisasi dan menekankan kebaikan bersama untuk masa depan umat secara keseluruhan.
Di sini dibutuhkan kebijaksanaan dari para pemimpin organisasi massa dan tokoh masyarakat untuk menampilkan sikap yang bersifat inklusif. Melakukan musyawarah, saling menerima, serta membina rasa percaya merupakan tahapan pertama dalam menciptakan persatuan yang kuat di lingkungan keragaman.
Menciptakan Persatuan Politik: Rute Menuju Pembaruan
Dalam situasi politik di wilayah minoritas, ide ukhuwah siyasiyah atau persaudaraan dalam bidang politik menjadi elemen yang sungguh penting.
Ukhuwah ini bukan hanya semacam istilah belaka, tetapi merupakan wujud dari kesadaran kolektif dalam berusaha mengentas kemasyarakatan umat dengan menggunakan saluran politik yang legal.
Ini bukan berarti membatalkan eksistensi organisasi massa, melainkan merapatkan barisan pada isu-isu penting yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Tahap awal yang dapat dijalankan ialah mendirikan wadah dialog antar organisasi kemasyarakatan berbeda. Wadah tersebut perlu bersikap inklusif, terbuka bagi semua pihak, serta mengutamakan konsultasi mufakat.
Di sana, setiap ormas dapat mengemukakan aspirasi, merumuskan agenda bersama, dan menyeleksi kader terbaik yang dapat diusung sebagai calon legislatif atau pejabat publik.
Maka dari itu, suara masyarakat dapat dikumpulkan dengan maksimal tanpa perlu mengorbankan jati diri setiap grup.
Acara seperti ini pun bisa dijadikan tempat untuk mendidik publik tentang politik. Sangat penting untuk mengingatkan orang bahwa pemilihan yang terencana dengan baik, bukannya didasari pada emosi atau afiliasi grup, merupakan faktor utama keberhasilan.
Dengan hanya menggunakan strategi bersama dan bijak, masyarakat Muslim bisa meningkatkan posisi tawarnya di dalam perubahan sosial-politis setempat.
Tidak kalah pentingnya, kerjasama dalam bidang politik bakal memfasilitasi gerakan kampanye untuk menghasilkan keputusan yang mendukung kebutuhan masyarakat. Melalui adanya wakil-wakil yang solid di badan legislatif tersebut, masalah-masalah seputar pendidikan agama Islam, penjaminan hak-hak komunitas Muslim minoritas, serta pengembangan perekonomian umat akan semakin terdukung dan disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh negara.
Politik Umat: Dari Pemecahan Menuju Penggabungan
Umat Islam di Manado serta komunitas minoritas lainnya perlu dapat melepaskan diri dari jeratan pemisahan. Keserikerta tidak bermakna penghapusannya keragaman, melainkan keterampilan dalam menggabungkan tenaga pada saat keanehan.
Solidaritas, komunikasi yang efisien, serta tujuan bersama merupakan fondasi yang perlu ditingkatkan guna mencapai kembali bangkitnya politik bagi rakyat.
Sukses dari proses penggabungan ini tidak hanya mempengaruhi hasil pemilihan umum, tetapi juga meningkatkan posisi negosiasi masyarakat Muslim dalam menjamin bahwa setiap keputusan publik yang memiliki dampak luas akan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Konsolidasi ini juga akan menguatkan kedudukan masyarakat untuk berjuang atas hak-hak sosial, ekonomi, serta kebudayaan mereka di skala lokal ataupun nasional.
Pengikut agama dituntut untuk berani merombak mindset dari “siapa yang berhasil” menjadi “mengapa kita berhasil.” Keberhasilan sesungguhnya di bidang politik tidak semata-mata terletak pada penguasaan posisi parlemen, melainkan lebih kepada kapabilitas dalam mewujudkan keadilan, kesejahteraan, serta perkembangan peradaban.
Dengan sumber daya ini, masyarakat Muslim bisa memainkan peranan yang lebih signifikan dalam kemajuan negara dan pada saat bersamaan menjadikan diri mereka sebagai contoh kesolidan untuk komunitas-komunitas lainnya.
Peluang ini juga mengharuskan partisipasi aktif pemuda dan wanita dalam upaya penguatan organisasi. Pelestarian kepemimpinan yang segar serta inklusif akan menjaga agar pertempuran bersama tetap maju dan beradaptasi dengan perkembangan jaman, bukannya tertinggal atau mandek di tempat.
Penutup: Momentum Kebangkitan
Tiba waktunya bagi masyarakat Muslim Manado serta wilayah-wilayah dengan minoritas untuk merombak hambatan perpecahan menjadi kesempatan pengumpulan kekuatan.
Diskusi antara organisasi massa, mencapai kesepakatan melalui musyawarah, serta merumuskan langkah-langkah penting bersama merupakan fondasi utama dalam mengembangkan kehidupan bernegara yang semakin kokoh.
Perselisihan antar organisasi massa tidak seharusnya menjadi pemicu perpecahan, malah harus dijadikan aset untuk mengokohkan formasi bersama.
Pertama kali mungkin sulit, tetapi sejarah senantiasa mendukung orang-orang yang bergabung dan konsisten dalam perjuangan untuk kemajuan bersama.
Apabila umat Islam dapat mengatur formasi dengan baik serta menciptakan kerjasama yang kuat, pastinya pengaruh politik dan sosial mereka akan kembali dirasakan—not hanya di parlemen, tapi juga dalam semua aspek kehidupan bersosialisasi dan bernegara.
Sekarang, peluang tersebut telah terbuka luas. Hanya dibutuhkan keberanian, kebijaksanaan, dan komitmen bersama dari semua pihak yang menjadi bagian dari umat Islam untuk memegang peranan penting dalam bab sejarah bangkitnya bersama-sama.
*Pengarang merupakan mahasiswi doktoral dari Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta