JURNAL NGAWI –
Serangan rudal besar-besaran Iran ke wilayah Israel pada pertengahan Juni 2025 dinilai bukan puncak konflik, melainkan permulaan dari strategi militer yang jauh lebih besar. Iran meluncurkan lebih dari 200 rudal balistik ke sejumlah kota besar di Israel, menimbulkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur.
Namun menurut Kolonel Douglas McGregor, mantan penasihat senior militer AS, langkah Iran ini justru masih dalam tahap awal, dan sengaja dirancang untuk menguras sistem pertahanan udara Israel.
Israel mengalami kerusakan signifikan di beberapa wilayah, termasuk Tel Aviv, Haifa, dan Rishon LeZion. Sebagian besar rudal berhasil dicegat oleh sistem Iron Dome dan David’s Sling, namun beberapa di antaranya berhasil menembus dan menyebabkan korban jiwa.
Di Rishon LeZion, dua orang dilaporkan tewas dan belasan luka-luka. Di Haifa, kilang minyak terbakar, menewaskan tiga orang akibat paparan asap tebal.
Kolonel McGregor menyebut bahwa Iran secara sengaja menggunakan rudal generasi lama, seperti Shahab-3 dan Qiam-1, dalam serangan awal tersebut. Tujuannya bukan hanya untuk membalas serangan sebelumnya dari Israel, tetapi lebih kepada menguras persediaan rudal pertahanan Israel.
Dalam pandangan militer, strategi ini dikenal sebagai strategi saturasi, yaitu mengirim serangan dalam jumlah besar agar pertahanan lawan kehabisan sistem intersepsi.
Lebih jauh, McGregor mengungkap bahwa Iran masih menyimpan senjata dengan teknologi jauh lebih canggih, termasuk rudal hipersonik Fattah-2, drone siluman tipe jet Shahed terbaru, dan perangkat elektronik untuk melumpuhkan komunikasi musuh. Menurutnya, Iran akan menahan penggunaan senjata-senjata ini hingga saat yang dianggap paling strategis.
Sementara itu, Israel merespons serangan tersebut dengan mengirim serangan balik ke beberapa fasilitas militer Iran. Amerika Serikat juga telah mengirim kekuatan tambahan ke wilayah Teluk, termasuk kapal induk USS Nimitz dan pesawat tempur, untuk mengantisipasi kemungkinan eskalasi konflik lebih luas.
Analisis para pengamat militer menunjukkan bahwa tujuan utama Iran bukan sekadar membalas, melainkan mengatur ulang posisi strategis mereka dalam konstelasi kekuatan Timur Tengah. Dengan memperlihatkan kemampuan menembus pertahanan Israel, Iran mengirim pesan tegas kepada lawan-lawannya bahwa mereka siap menghadapi konfrontasi lebih lanjut.
Jika prediksi Kolonel McGregor terbukti, maka gelombang pertama serangan ini hanyalah awal dari konfrontasi militer yang lebih besar. Dunia internasional pun kini menyoroti kemungkinan meningkatnya tensi ke arah konflik regional berskala luas yang melibatkan kekuatan besar lainnya.***