news  

Ini Cara Gula Merusak Otak Anak, Ternyata…

Ini Cara Gula Merusak Otak Anak, Ternyata…

Pengaruh Gula terhadap Fungsi Otak Anak

Makanan manis sering menjadi pilihan utama untuk menghibur anak-anak. Rasanya yang enak, mudah disukai, dan bisa dijadikan solusi cepat saat anak sedang rewel. Namun, para ahli kini mulai memperhatikan dampak dari konsumsi gula berlebihan terhadap perkembangan otak anak, terutama dalam jangka panjang. Meski sesekali memberi makanan manis tidak masalah, orang tua perlu memahami risiko yang bisa terjadi jika asupan gula tidak dikendalikan dengan baik.

Gula Memicu Lonjakan Dopamin pada Otak

Saat anak mengonsumsi makanan manis seperti permen, biskuit, atau minuman kemasan, terjadi reaksi kompleks di dalam tubuhnya. Salah satu respons utamanya adalah pelepasan dopamin, zat kimia di otak yang berperan dalam mengatur rasa senang dan membentuk kebiasaan. Meskipun sering disebut sebagai ‘zat kebahagiaan’, dopamin sebenarnya tidak langsung menciptakan rasa senang. Fungsinya lebih pada mendorong otak untuk mengulang perilaku yang dianggap penting bagi kelangsungan hidup, seperti makan, minum, dan mencari kenyamanan.

Asisten profesor di Fralin Biomedical Research Institute, Alexandra DiFeliceantonio, menjelaskan bahwa efek makan bisa menyerupai adiksi. Seperti zat adiktif, makan juga memicu pelepasan dopamin. Itulah mengapa makanan tinggi gula dan lemak dapat memicu reaksi otak yang mirip dengan efek nikotin atau alkohol. Anak-anak pun mudah ketagihan makanan manis karena otak mereka menganggap makanan tersebut sebagai hadiah yang perlu terus dicari dan dikonsumsi.

Pelepasan dopamin tidak hanya terjadi setelah makanan dicerna, tetapi bisa terjadi seketika saat makanan manis masuk ke mulut. Penelitian dari Max Planck Institute for Metabolism Research tahun 2022 menemukan bahwa dopamin dilepaskan bahkan sebelum makanan mencapai lambung, dan jumlahnya tergantung pada seberapa besar keinginan seseorang terhadap makanan tersebut. Dengan kata lain, otak merespons makanan manis dalam dua tahap: pertama melalui sensor di mulut dan kedua melalui sinyal dari usus yang memperkuat efeknya.

Usus juga memainkan peran penting. Ketika anak mengonsumsi makanan manis atau berlemak, tubuh mengaktifkan sensor kedua di saluran pencernaan yang mengenali kandungan gula dan lemak, lalu mengirim sinyal tambahan ke otak. Sinyal dari usus ini diteruskan melalui saraf vagus, jalur utama komunikasi antara sistem pencernaan dan otak. Jika yang dikonsumsi adalah lemak, sinyal dikirim dari usus bagian atas ke batang otak, lalu ke striatum, bagian otak yang berperan dalam pembentukan kebiasaan dan pengendalian perilaku. Untuk gula, proses serupa diyakini terjadi, meskipun masih terus diteliti.

Kadar dopamin yang dihasilkan pun bisa melonjak tajam. Untuk gula saja, peningkatannya bisa mencapai 135–140 persen dari kadar normal, angka yang hampir setara dengan efek nikotin. Itulah sebabnya makanan olahan tinggi gula sering dianggap bersifat adiktif secara klinis. Buruknya lagi, makanan seperti ini banyak diproduksi secara industri untuk cepat diserap tubuh dan langsung memicu respons otak. Sebagian besar bahkan sudah dalam bentuk pra-cerna, sehingga tubuh tak perlu bekerja keras untuk memprosesnya dan otak langsung bereaksi.

Gula Mengganggu Fokus dan Emosi Anak

Setelah memicu lonjakan dopamin yang membuat anak kecanduan makanan manis, konsumsi gula ternyata juga membawa dampak serius lainnya bagi perkembangan otak. Salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah gangguan pada daya ingat, konsentrasi, dan suasana hati anak. Studi yang dimuat dalam Behavioral Brain Research tahun 2016 mengungkap bahwa pola makan tinggi gula dapat memicu peradangan pada bagian otak yang berperan penting dalam fungsi memori, yakni hipokampus. Kondisi ini membuat otak kesulitan menyimpan dan memproses informasi, serta menurunkan kemampuan belajar dan fokus anak.

Dampaknya pun bisa dirasakan dalam waktu singkat. Bahkan satu kali lonjakan gula darah yang tinggi dapat langsung memperlambat fungsi kognitif. Anak mungkin menjadi lebih sulit berkonsentrasi, mudah lupa, dan cenderung lebih rewel. Tidak hanya mengganggu kognisi, gula juga berdampak pada kondisi emosional. Kadar gula darah tinggi memengaruhi kemampuan otak dalam memproses emosi dengan sehat. Pada kasus yang lebih berat, terutama pada individu dengan gangguan metabolik seperti diabetes tipe 2, lonjakan gula darah dapat memicu kecemasan hingga perasaan sedih yang intens.

Selain itu, gula juga terbukti menghambat produksi BDNF (brain-derived neurotrophic factor), yaitu senyawa kimia penting dalam otak yang membantu pembentukan memori baru dan menjaga kesehatan sel saraf. Rendahnya kadar BDNF dikaitkan dengan gangguan neurologis seperti demensia dan Alzheimer di usia lanjut. Bahkan, kerusakan otak akibat konsumsi gula kronis juga bisa berdampak pada ukuran otak itu sendiri. Dr. Vera Novak, ahli neurologi dari Harvard Medical School, menjelaskan bahwa penderita diabetes jangka panjang bisa mengalami penyusutan otak (atrofi) serta gangguan pada konektivitas antar bagian otak. Akibatnya, otak kehilangan kemampuannya untuk berkomunikasi secara efisien antar area yang bertanggung jawab atas fungsi belajar, berpikir, dan gerak.

Tips Batasi Gula Tanpa Bikin Si Kecil Kecewa

Melihat begitu banyak dampak negatif dari konsumsi gula berlebih terhadap otak anak, tentu Bunda perlu mulai membatasi asupan manis pada makanan sehari-hari. Ada banyak cara cerdas yang bisa dilakukan untuk menjaga asupan gizi Si Kecil tetap seimbang tanpa harus mengandalkan makanan manis. Berikut beberapa tips praktis yang bisa Bunda coba di rumah:

  • Ganti camilan manis dengan buah segar
    Daripada memberikan permen atau kue, tawarkan buah segar yang manisnya alami. Selain memuaskan keinginan anak terhadap rasa manis, buah juga mengandung serat, antioksidan, dan fitokimia yang membantu menstabilkan gula darah serta memberikan nutrisi penting bagi tubuhnya.

  • Pilih yogurt tanpa gula tambahan
    Banyak yogurt kemasan untuk anak mengandung gula tinggi. Sebaiknya pilih yogurt polos tanpa tambahan pemanis. Bunda bisa menambahkan potongan buah segar agar rasanya tetap menarik.

  • Cek saus dan bumbu dapur
    Saus seperti saus tomat, BBQ, saus teriyaki, hingga dressing salad sering kali mengandung gula tersembunyi. Saat berbelanja, biasakan membaca label bahan. Hindari produk dengan bahan awal seperti sirup jagung, sirup beras merah, konsentrat jus, atau pemanis buatan. Hati-hati juga dengan label “rendah gula” atau “bebas gula” karena bisa saja mengandung pemanis buatan yang tak kalah berisiko.

  • Utamakan air putih sebagai minuman
    Anak sebenarnya tidak membutuhkan minuman manis setiap hari. Biasakan mereka untuk minum air putih sebagai minuman utama. Jus bisa diberikan sesekali, misalnya saat pesta atau cuaca sangat panas, tapi anggaplah sebagai camilan, bukan kebutuhan harian. Susu juga boleh diberikan, selama jumlahnya wajar.

  • Berikan lemak sehat untuk menahan lapar
    Lemak sehat bisa membantu anak merasa kenyang lebih lama, sehingga keinginan untuk mengemil makanan manis pun berkurang. Bunda bisa memberikan susu full cream, alpukat, kacang-kacangan, selai kacang, keju, atau kelapa. Selain menahan lapar, lemak baik ini juga mendukung tumbuh kembang dan fungsi otak anak secara optimal.

Itulah penjelasan para ahli tentang bagaimana gula bisa merusak otak anak secara perlahan dalam jangka panjang. Semoga informasi ini bermanfaat dan bisa membantu Bunda lebih bijak dalam mengatur pola makan Si Kecil, ya!