Jakarta – Indonesia telah memulai proses penyesuaian regulasi untuk menjadi anggota resmi OECD. Tahapan akses ini akan dijalankan melalui platform khusus yang diberi nama Portal Aksesi OECD. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan bahwa proses aksesi tersebut melibatkan 26 komite dengan lebih dari 200 indikator yang harus disesuaikan, mencakup berbagai regulasi dan kebijakan, termasuk perpajakan dan sektor keuangan.
Pernyataan ini disampaikan Sri Mulyani setelah menghadiri Rapat Koordinasi Tim Nasional Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) serta peluncuran Portal Aksesi OECD di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.
“Dari Kementerian Keuangan, terdapat lebih dari enam aspek yang terkait langsung dengan kami, di antaranya Komite Perpajakan, Komite Anggaran, serta komite-komite yang menangani sektor keuangan, dana pensiun, asuransi, hingga isu lingkungan hidup serta tata kelola dan UMKM,” ujar Sri Mulyani pada Kamis (3/10/2024).
Sri Mulyani menambahkan bahwa pemerintah akan melakukan reformasi menyeluruh untuk menyesuaikan dengan standar-standar OECD. Ia menggarisbawahi bahwa reformasi di sektor keuangan sebenarnya telah dimulai melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Kami sudah melaksanakan beberapa reformasi, seperti pengelolaan APBN, kebijakan fiskal, perpajakan, pengeluaran, pembiayaan, dan juga sektor keuangan melalui UU P2SK yang saat ini sedang dalam tahap implementasi,” ungkapnya.
Walau reformasi sudah berjalan, Sri Mulyani menegaskan bahwa Indonesia masih harus menyesuaikan standar regulasi dengan negara-negara OECD agar setara dengan negara maju. Proses ini, katanya, akan dilakukan secara berkelanjutan dengan mengacu pada praktik terbaik dari berbagai negara anggota OECD.
“Banyak reformasi yang telah kita lakukan sesuai dengan standar OECD, namun dengan benchmarking dan mengacu pada best practice dari berbagai negara, kita bisa mengukur kemajuan yang dicapai. Kita siap melanjutkan proses ini melalui Portal Aksesi OECD yang akan memudahkan pemantauan dan transparansi,” tegasnya.
Sementara itu, terkait reformasi perpajakan, Kementerian Keuangan berencana menerapkan Global Minimum Tax (GMT) atau Pajak Minimum Global dengan tarif 15% yang disarankan oleh OECD. Namun, untuk pajak kekayaan, saat ini belum ada rencana implementasi.
“Proses penerapan GMT sedang disiapkan. Mengenai pajak atas kekayaan (Wealth Tax), kita belum memiliki keputusan, nanti akan kami cek lebih lanjut,” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu.