Kolaborasi antara Indonesia dan Australia dalam bidang kecerdasan buatan (AI) memasuki tahap baru. Menyusul Indonesia Investment Roundtable yang diadakan oleh KPMG Sydney pada Februari 2025, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Komite Bilateral Australia bersama Kadin Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan Roundtable & Luncheon dengan tema “Menciptakan Peluang Kerja bagi Pemuda Yogyakarta dan Indonesia di Industri AI” di Kota Yogyakarta, Senin (25/8/2025).
Acara ini dihadiri oleh mitra Kadin Indonesia Komite Bilateral Australia di Australia, yaitu Tuan Eamonn Fitzpatrick, CEO Fitzpatrick Advisors & Co, serta Tuan Michael Gately, tokoh kecerdasan buatan di Australia sekaligus CEO Trellis Data Ltd, perusahaan teknologi buatan dan teknologi kritis yang bermarkas di Canberra, Australia.
Selain itu, Kedutaan Besar Australia di Jakarta rencananya akan mengirimkan perwakilannya, demikian pula perwakilan Konsulat Republik Indonesia di Australia.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Dialog ini menitikberatkan pada bagaimana teknologi Artificial Intelligence bisa berkembang menjadi sektor industri yang mampu menghasilkan banyak peluang kerja bagi generasi muda Indonesia. Tantangan bagi perekonomian nasional adalah memastikan bahwa perkembangan teknologi justru tidak mengurangi kesempatan kerja, tetapi justru membuka peluang baru untuk kreativitas, inovasi, dan wirausaha.
Komitmen kerja sama antara Indonesia dan Australia sebelumnya diungkapkan dalam pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Perdana Menteri Anthony Albanese di Jakarta pada Mei 2025, yang mengupdate perjanjian Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA). Salah satu bidang penting dalam kerja sama ke depan adalah investasi di sektor AI di Indonesia.
Melalui diskusi ini, diharapkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mampu mengisi dan memanfaatkan kesempatan yang akan terbentuk dalam versi 2.0 IA-CEPA, khususnya sebagai pusat pengembangan sumber daya manusia dan ekosistem kecerdasan buatan nasional.
Direktur Eksekutif Fitzpatrick & Go Advisory, Eamonn Fitzpatrick, menekankan pentingnya kesempatan untuk menciptakan ekosistem AI yang melibatkan berbagai negara.
“Kami sebuah perusahaan asal Australia yang bekerja sangat dekat dengan berbagai mitra di Indonesia—juga menjalin hubungan baik dengan pemerintah di kedua negara. Misi kami cukup sederhana, yaitu mendekatkan dunia bisnis antara Australia dan Indonesia. Saat ini terdapat peluang besar untuk menggabungkan hal-hal positif yang dapat kita lakukan bersama,” katanya.
Fitzpatrick mengatakan forum ini bukan hanya sekadar jaringan, tetapi juga mempersiapkan proyek nyata melalui penandatanganan perjanjian kerja sama (MoU) dengan universitas dan lembaga di Yogyakarta.
“Hari ini kami hadir bersama salah seorang tokoh dunia dalam bidang AI, Michael Gately. Ia hadir di sini untuk menandatangani beberapa MoU. Bersama-sama, kita memasuki tahap berikutnya: menciptakan sesuatu yang benar-benar unik di dunia—kemampuan AI berbasis ucapan dengan skala sangat besar yang tidak ada tandingannya di tempat lain,” ujar Fitzpatrick.
“Kami yakin, dua negara terbaik untuk bekerja sama mewujudkan ini adalah Australia dan Indonesia. Kita sudah lama menjadi mitra yang dekat; telah terjalin banyak kesepakatan—mulai dari perdagangan bebas, pertahanan, hingga teknologi. Kami tahu, salah satu sektor penting pada tahap berikutnya dari perjanjian dagang adalah teknologi kritis, termasuk kecerdasan buatan. Itulah alasan kami hadir di sini,” katanya.
Di sisi perusahaan, perusahaan teknologi asal Australia Trellis Data Ltd mengungkapkan kesiapan untuk bekerja sama dengan kampus dan lembaga di Yogyakarta. CEO Trellis Data, Michael Gately, menyebutkan bahwa proyek yang diusung berfokus pada AI berbahasa lisan.
“Peluang yang saat ini kita miliki adalah membangun model ucapan berukuran besar. Kami berharap dapat mengembangkan sumber daya manusia lokal, memperkuat kapasitas intelektual, serta menciptakan kepemilikan intelektual di Indonesia agar mampu menghasilkan teknologi AI berbasis ucapan yang mampu menjangkau ratusan bahasa,” katanya.
Berdasarkan pendapat Gately, pendekatan tersebut memperluas kesempatan bagi kelompok yang sebelumnya tidak mendapatkan layanan AI.
“Ini adalah pengalaman yang sangat penting, dan rakyat Indonesia sangat pantas untuk menjalani hal ini,” katanya.
Ia menambahkan, Trellis Data beroperasi di Australia, Asia Tenggara, dan Amerika Serikat, tetapi pengembangan akan difokuskan di Yogyakarta.
“Setiap kali datang ke kota ini, saya melihat generasi muda yang pintar, penuh semangat, dan siap berkontribusi dalam perkembangan AI,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, menyatakan bahwa Jogja berada dalam posisi penting sebagai kota pendidikan yang menjadi tempat persiapan para kreator AI.
“Program kolaborasi AI dengan Australia ini penting, bukan hanya sebagai pengguna, tetapi juga sebagai pembuat. Yogyakarta perlu mempersiapkan generasi muda, bahkan sejak Sekolah Menengah Atas, agar tidak hanya menggunakan, tetapi juga mengembangkan program AI,” katanya.
Wawan mengatakan kerja sama akan melibatkan berbagai sektor—industri kreatif, arsitektur, penelitian, hingga usaha mikro dan kecil.
“Seluruh pihak terlibat: sekolah, perguruan tinggi, siswa, mahasiswa, perangkat daerah, hingga pelaku usaha kecil menengah. AI harus menjadi alat percepatan; dalam perancangan atau struktur proses bisa lebih efisien. Untuk UMKM, AI kini menjadi keharusan agar mampu bersaing,” ujar Wawan.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Investasi dan Hubungan Luar Negeri Kadin DIY, George Iwan Marantika, menekankan posisi Yogyakarta dalam ekosistem teknologi nasional.
“Jogja harus selalu menjadi yang terdepan dalam teknologi dan industri berbasis pengetahuan. Oleh karena itu, kerja sama antara Indonesia dan Australia di bidang teknologi kritis, termasuk kecerdasan buatan, sangat penting. Jogja siap, Kadin DIY siap, pemerintah kota juga siap,” katanya.
George menganggap keahlian Michael Gately dalam pengenalan ucapan dan sintesis teks membuka peluang baru.
“Ini kesempatan untuk menjadikan pemuda Yogyakarta sebagai kreator, bukan hanya pengguna—menciptakan industri inovatif, seperti yang pernah dilakukan Yogyakarta sebagai pelopor di bidang keamanan siber,” katanya.
Dari sisi pendidikan, Sekretaris Dewan Pendidikan DIY, Timothy Apriyanto, menekankan pentingnya transformasi.
“Kita sedang berada di masa digital yang ditandai oleh perekonomian yang bersifat mengganggu. Tantangannya adalah jangan sampai terkena gangguan, tetapi menjadi pemenang melalui perubahan—dari hanya sebagai pengguna menjadi produsen, dari pengguna menjadi pencipta,” katanya.