Penemuan Dugaan Korupsi dalam Proyek Rusun di Sumatera Utara
Beberapa proyek pembangunan rumah susun (rusun) senilai total Rp 6,5 miliar yang terletak di tiga kabupaten di Sumatera Utara, yaitu Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Deli Serdang, dilaporkan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) ke Kejaksaan Tinggi (Sumut). Laporan ini disampaikan pada Rabu (9/7/2025), dengan harapan agar segera ditindaklanjuti oleh penyidik.
Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian PKP, Dian Fris Nalle, menyatakan bahwa laporan yang diberikan harus segera diproses. Ia menegaskan bahwa ada indikasi adanya unsur pemerasan yang akan dipertegas melalui hasil penyelidikan tim penyidik. Meskipun tidak memberikan detail lebih lanjut tentang bagaimana dugaan korupsi itu terjadi, ia berharap Kejati Sumut segera memproses berkas tersebut.
Dalam pernyataannya, Fris menyoroti pentingnya program pencegahan dan pemberantasan korupsi yang menjadi fokus pemerintahan Presiden Prabowo. Ia berharap langkah-langkah ini dapat menjadi prioritas utama dalam menjalankan visi pemerintah.
Di sisi lain, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumut, Muttaqin Harahap, menyatakan komitmen untuk segera menindaklanjuti laporan dari Kementerian PKP. Menurutnya, bahan-bahan laporan yang diterima akan segera diproses. Hal ini didukung oleh Kasi Penkum Kejati Sumut, Adre W Ginting, yang mengonfirmasi bahwa semua dokumen telah diterima dan akan segera ditindaklanjuti.
Rusun yang Terbengkalai Sejak 2015
Selain kasus dugaan korupsi, Kementerian PKP juga baru-baru ini mengungkapkan temuan mengenai 15 rusun yang telah dibangun pemerintah namun kini terbengkalai. Ironisnya, proyek-proyek ini seharusnya menjadi solusi hunian bagi berbagai kelompok masyarakat, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN), masyarakat umum, hingga lembaga pendidikan.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian PKP, Heri Jerman, menegaskan bahwa temuan ini akan segera didalami bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam konferensi pers di kantor Kementerian PKP, Jumat (11/7/2025), Heri menyampaikan kekhawatirannya terhadap kondisi rusun yang tidak difungsikan.
Menurutnya, dari 15 rusun yang ditemukan, beberapa di antaranya telah berdiri sejak tahun 2015 tetapi hingga saat ini belum bisa digunakan. “Kami akan turun bersama KPK untuk melihat apakah ada indikasi fraud atau penyimpangan,” ujarnya. Beberapa rusun bahkan dibangun puluhan tahun lalu, sehingga potensi kerugian negara semakin besar.
Rusun-rusun yang mangkrak ini tersebar di beberapa lokasi, seperti Sulawesi, Lampung, Palembang, dan Sumatera Utara. Berbagai faktor disebut menjadi penyebab terbengkalainya proyek-proyek vital ini.
Heri menjelaskan bahwa masalah sering muncul saat proses serah terima. Pihak penerima manfaat sering kali menolak karena rusun tidak memenuhi standar atau ada kekurangan utilitas. “Banyak yang akhirnya tidak bisa dimanfaatkan karena saat serah terima, pihak penerima menolak karena rusunnya kurang ini itu,” katanya.
Selain itu, ada kasus yang lebih kompleks, seperti di Klaten, di mana sebuah yayasan sekolah yang seharusnya menjadi penerima manfaat bubar sebelum proses serah terima dapat dilakukan. Hal ini menunjukkan tantangan yang signifikan dalam pengelolaan proyek rusun.
Fokus Pengawasan dan Kolaborasi dengan KPK
Heri Jerman juga menegaskan batasan kewenangan pengawasan Itjen dengan fokus pengawasan rusun yang dibangun oleh pemerintah. Langkah kolaborasi antara Kementerian PKP dan KPK ini diharapkan mampu membuka tabir di balik terbengkalainya 15 rusun tersebut.
Kejelasan dan akuntabilitas menjadi kunci agar program perumahan bagi rakyat dapat benar-benar berjalan optimal dan tepat sasaran. Dengan adanya koordinasi yang baik antara instansi terkait, diharapkan dapat mencegah terulangnya kasus-kasus serupa di masa depan.