news  

Hukum Tarik Menarik dari Perspektif Psikologi, Bisa Membawa yang Kita Inginkan?

Hukum Tarik Menarik dari Perspektif Psikologi, Bisa Membawa yang Kita Inginkan?

Hukum Tarik-Menarik: Mitos atau Kekuatan Pikiran?

Pernahkah kamu mendengar istilah Law of Attraction atau hukum tarik-menarik dan merasa penasaran, apakah benar-benar bisa mewujudkan impian hanya dengan berpikir positif? Konsep ini semakin populer sejak kemunculan buku dan film The Secret karya Rhonda Byrne. Banyak orang percaya bahwa dengan memikirkan hal-hal baik, semesta akan mengirimkan hal-hal baik pula dalam hidup mereka. Tapi, apakah ini hanya mitos atau memang ada penjelasan psikologis di baliknya?

Hukum tarik-menarik adalah filosofi yang menyatakan bahwa pikiran positif akan menarik hasil positif, sedangkan pikiran negatif akan menarik hasil negatif. Dengan kata lain, apa yang kita pikirkan secara terus-menerus akan memengaruhi pengalaman hidup kita. Filosofi ini bekerja berdasarkan tiga prinsip utama: like attracts like (hal serupa menarik hal serupa), nature abhors a vacuum (alam membenci kekosongan, jadi kosongkan hal negatif agar bisa diisi hal positif), dan the present is always perfect (fokuslah memperbaiki saat ini, bukan mengeluhkan masa lalu atau menunda ke masa depan).

Dari kacamata psikologi, hukum ini bukan tentang “semesta bekerja secara magis”, melainkan tentang bagaimana pikiran dan keyakinan memengaruhi perilaku serta keputusan kita sehari-hari. Seperti dijelaskan oleh psikolog Rachel Goldman, PhD, “Our thoughts influence our emotions and behaviors, so we need to be mindful of the words we use when speaking to ourselves.” Artinya, pikiran bisa membentuk kenyataan lewat emosi dan tindakan yang kita ambil.

Salah satu cara terbaik mempraktikkan Law of Attraction adalah dengan rasa syukur. Latihan ini bisa dimulai dengan menuliskan hal-hal yang kita syukuri setiap hari, seperti tubuh yang sehat, hubungan yang baik, atau bahkan pelajaran dari kejadian sulit. Selain itu, membuat vision board juga dianjurkan, yaitu papan berisi gambar-gambar atau kata-kata yang mewakili tujuan kita, agar selalu terfokus pada hal-hal yang ingin kita capai.

Contoh lain adalah afirmasi positif. Jika kita ingin memiliki hubungan yang sehat, misalnya, afirmasi seperti “Saya pantas dicintai dan dicintai dengan sehat” bisa diulang setiap hari. Menurut teori psikologi kognitif, kebiasaan mengubah self-talk atau dialog batin yang negatif menjadi positif bisa berdampak besar pada perubahan perilaku dan kesejahteraan mental.

Namun, kritik terhadap Law of Attraction juga tidak sedikit. Beberapa ahli memperingatkan bahwa konsep ini bisa menimbulkan rasa bersalah jika seseorang mengalami kegagalan atau musibah, karena seolah-olah mereka “menarik” kejadian buruk itu dengan pikiran negatif. Padahal, dalam kenyataannya, banyak hal di luar kendali kita. Yang bisa kita ubah adalah respon kita terhadap keadaan, bukan keadaannya sendiri.

Kesimpulannya, Law of Attraction bisa menjadi alat bantu untuk membentuk pola pikir yang lebih sehat, optimis, dan produktif, asal tidak dipahami sebagai jalan pintas menuju sukses tanpa usaha. Gabungan antara pikiran positif, kesadaran diri, dan tindakan nyata adalah kunci utama. Jadi, boleh saja percaya bahwa semesta mendukungmu, selama kamu juga bergerak menuju tujuan itu.