KABAR BANTEN– Bulan Safar adalah bulan kedua dalam sistem kalender Hijriah.
Beberapa umat Islam memiliki kebiasaan khusus pada hari Rabu terakhir bulan Shafar.
Rabu terakhir ini sering disebut oleh masyarakat Jawa sebagai Rabu Wekasan, dan menurut sebagian ulama, setiap tahun pada hari Rabu terakhir bulan Shafar Allah SWT mengirimkan 320.000 jenis bala.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Oleh karena itu, beberapa umat Islam di Indonesia memiliki kebiasaan yang menjadi tradisi pada hari tersebut.
Apa saja perbuatan yang dilakukan dengan harapan Allah SWT memberikan perlindungan, sebagaimana dikutip Kabar Banten dari saluran Youtube NU Online.
Ritual-ritual tersebut antara lain meliputi berdoa dengan doa tertentu, memberi sedekah, melakukan shalat sunnah, serta memberikan makanan hingga minuman yang diberkati.
Terdapat dua hal yang perlu ditinjau dalam masalah Rabu Wekasan, yaitu keyakinan tentang turunnya bencana pada hari Rabu Wekasan dan pandangan fiqih mengenai berbagai ritual yang sering dilakukan pada hari itu.
Dari perspektif aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan fikih Mazhab Syafi’i yang banyak berkembang di Nusantara, percaya bahwa bala turun pada hari Rabu Wekasan.
Dan hukum menganggap datangnya bencana di akhir bulan Safar seperti yang disebutkan dalam Hadits Shahih dari Abu Hurairah RA yang berarti “Tidak ada penyakit menular, tidak ada keyakinan tentang datangnya malapetaka di bulan Safar, dan tidak ada kepercayaan bahwa orang yang mati rohnya menjadi burung yang terbang” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Menurut Al-Hafizh Ibn Rajab Al-Hambali, hadis ini merupakan jawaban Nabi SAW terhadap kebiasaan yang berlaku pada masa jahiliyah.
Ibnu Rajab menyampaikan makna hadis tersebut, yaitu orang-orang jahiliyah percaya bahwa bulan Shafar membawa sial, sehingga Nabi SAW menolak keyakinan itu. Pendapat ini diungkapkan oleh Abu Dawud melalui Muhammad bin Rashid Al-Mahuli dari seseorang yang mendengar hal tersebut, di mana sebagian orang tetap meyakini adanya sial pada bulan Shafar dan terkadang melarang melakukan perjalanan pada bulan tersebut.
Tentu pandangan ini tidak tepat, karena hadits ini secara implisit juga menyatakan bahwa bulan Shafar dan bulan-bulan lainnya. Bulan tidak memiliki keinginan sendiri, melainkan bergerak sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Pada Muktamar NU ke-32 pernah memberikan jawaban mengenai hukum berkeyakinan dan menghadapi hari nasional, seperti hari ketiga atau hari keempat setiap bulan.
Peserta Muktamar merujuk pada pendapat Ibnu Hajar Al Haitami dalam karya Al-Fatawa Al Hadistiyah, “Siapa pun yang bertanya tentang hari sial dan sebagainya dengan maksud mengikuti bukan meninggalkannya, serta memilih apa yang harus dilakukan dan mengetahui keburukannya”. Segala hal tersebut merupakan sikap orang Yahudi dan bukan petunjuk bagi umat Islam yang berserah diri kepada Sang Pencipta.
Apa yang disebutkan mengenai hari-hari sengsara dari sahabat Ali karromallohu wajhah adalah palsu dan tidak benar, serta tidak memiliki dasar sama sekali, oleh karena itu waspadalah terhadap semua hal tersebut.
Pandangan fikih mengenai berbagai ritual yang sering dilakukan pada hari Rabu Wekasan, seperti shalat sunnah Rabu Wekasan.
Hukum shalat sunnah Rabu Wekasan perlu diperhatikan niat pelakunya, jika niatnya khusus untuk melakukan shalat Rabu Wekasan maka hukumnya tidak diperbolehkan karena shalat merupakan bagian dari ibadah yang bersifat tauqifi, yaitu ibadah yang telah ditentukan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Baik dalam hal tata cara maupun waktu pelaksanaannya.
Sementara Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan dan menjalankan shalat tersebut, namun jika niatnya adalah shalat sunnah mutlak atau membaca surat hajat maka hukumnya diperbolehkan.
Jika shalatnya niatkan sebagai shalat sunnah mutlak, hukumnya diperbolehkan, karena shalat sunnah mutlak tidak memiliki batasan waktu serta jumlah rakaatnya.
Shalat hajat merupakan ibadah yang dilakukan ketika kita memiliki keinginan tertentu, termasuk permohonan untuk menghindari hal-hal yang dikhawatirkan, dengan membaca doa-doa khusus.
Agama Islam mengajarkan agar kita sering berdoa kepada Allah SWT, karena hal tersebut menunjukkan ketidakmampuan kita sekaligus sebagai pernyataan kesetiaan kita kepada Allah SWT sebagai Dzat yang penuh kekayaan.
Anjuran untuk berdoa kepada Allah SWT berlaku dalam segala kondisi, baik dalam kebahagiaan maupun kesedihan. Berdoa agar terhindar dari bencana merupakan hal yang dianjurkan tanpa batasan waktu tertentu, tanpa perlu khusus pada hari Rabu terakhir bulan Shafar.
Minum air yang telah diberkati tidak hanya menjadi ritual yang dilakukan pada hari Rabu Wekasan.
Aktivitas ini umumnya dilakukan oleh sebagian umat Islam pada waktu-waktu tertentu, terutama sebagai bentuk pengobatan alternatif.
Hukum meminum air ini merupakan sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya, sebagaimana diceritakan oleh Sayyidina Aisyah RA, bahwa Nabi SAW menemui Tsabit bin Qais ketika sedang sakit.
Kemudian ia berdoa, mengambil tanah, dan memasukkannya ke dalam gelas. Selanjutnya ia menyemprotkan air ke dalamnya, lalu menuangkannya ke atasnya.
Sedekah, menjalin tali persaudaraan, serta berbuat baik terhadap sesama dan membaca doa serta berlaku baik kepada sesama pada hari Rabu Wekasan termasuk dalam kategori sunnah, seperti halnya pada hari-hari lainnya tanpa adanya penekanan khusus.
Dengan demikian, menjalankan amal ibadah pada hari Rabu Wekasan memiliki kesunahan yang sama dengan hari-hari lainnya.