news  

Hasto Kristiyanto Jalani Vonis Usai Salat Jumat, Politikus PDIP Khawatir Nasib Tom Lembong

Hasto Kristiyanto Jalani Vonis Usai Salat Jumat, Politikus PDIP Khawatir Nasib Tom Lembong

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Sekretaris Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, akan mengikuti sidang putusan hari ini, Jumat (25/7/2025).

Persidangan yang memiliki agenda pembacaan putusan akan dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, setelah shalat Jumat.

Sebelumnya, Hasto Kristiyanto dijatuhi hukuman 7 tahun penjara terkait dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku serta penghalangan penyidikan.

Lulusan S3 Ilmu Pertahanan Universitas Pertahanan Indonesia ini terlibat dalam kasus menghalangi KPK dalam menangkap Harun Masiku, yang menjadi buron sejak tahun 2020.

Pria yang lahir di Yogyakarta ini dijatuhi hukuman penjara selama 7 tahun, denda sebesar Rp 600 juta, subsider 6 bulan kurungan serta pencabutan hak politik untuk jangka waktu tertentu.

Mendekati vonis, banyak orang berspekulasi apakah pria yang lahir pada 7 Juli 1966 ini akan mengalami nasib yang sama dengan Tom Lembong.

Dipaksakan Bersalah

Anggota PDIP Mohamad Guntur Romli menyatakan bahwa Hasto Kristiyanto seharusnya tidak dihukum secara paksa dalam kasus dugaan suap dan menghalangi penyidikan.

Menurutnya, hal tersebut mirip dengan putusan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong dalam kasus berbeda yang baru-baru ini terjadi. Tom Lembong terlibat dalam kasus impor gula, kini mengajukan banding terhadap hukuman 4,6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta.

“Pak Sekjen telah siap menerima putusan besok,” ujar Guntur Romli saat dihubungi Kamis (24/7/2025).

Guntur yakin bahwa Hasto Kristiyanto, lulusan S1 Teknik Kimia Universitas Gajah Mada, seharusnya dibebaskan dalam kasus tersebut.

“Secara hukum, seharusnya putusan bebas diberikan, karena dari kesaksian dan fakta persidangan, tidak ada keterangan saksi yang bersifat merugikan Sekjen,” tambahnya.

Tidak hanya itu, ia juga menyatakan tidak ada bukti-bukti tambahan yang bersifat menghakimi.

“Tetapi jika dipaksakan dihukum bersalah, seperti yang terjadi dalam kasus Tom Lembong, maka pertimbangannya bukan lagi berdasarkan hukum. Ada permintaan dan campur tangan dari pihak luar pengadilan,” tegasnya.

Artikel ini sudah tayang diTribunnews.comĀ 

Peroleh informasi tambahan melalui saluran WhatsApp di sini

Baca berita lainnya diGoogle News