MEDAN – Sebuah insiden yang memilukan terjadi di Kota Medan ketika seorang siswa kelas 4 SD dihukum oleh wali kelasnya untuk belajar di lantai karena menunggak pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) selama tiga bulan. Video yang menampilkan siswa tersebut, yang diidentifikasi sebagai Mahesya Iskandar berusia 10 tahun, duduk di lantai di tengah kelas menjadi viral di media sosial, memicu reaksi luas dari masyarakat dan otoritas pendidikan.
Peristiwa ini terjadi di SD Swasta Abdi Sukma, di mana wali kelas, Haryati, diketahui telah memberikan hukuman tersebut kepada Mahesya. Kepala Sekolah, Juli Sari, menyatakan bahwa tindakan ini adalah inisiatif pribadi dari wali kelas dan tidak sesuai dengan kebijakan sekolah. Juli menekankan bahwa sekolah tidak pernah mengeluarkan aturan yang mengharuskan siswa yang menunggak SPP untuk belajar di lantai.
Setelah kejadian tersebut menjadi viral, Yayasan Abdi Sukma langsung mengambil tindakan tegas. Ketua Yayasan, Ahmad Parlindungan, menyatakan bahwa Haryati telah dijatuhi sanksi berupa skorsing dan tidak diperbolehkan mengajar untuk sementara waktu. Selain itu, kepala sekolah juga mendapat teguran karena dinilai lalai dalam pengawasan.
Ibu dari Mahesya, Kamelia, mengungkapkan kesedihannya atas perlakuan yang diterima anaknya. Dia menyatakan bahwa Mahesya merasa malu dan bahkan menangis saat harus berangkat sekolah karena hukuman tersebut. Kamelia juga mengungkapkan bahwa keluarganya sedang mengalami kesulitan ekonomi yang mengakibatkan tunggakan SPP, dan dia berharap sekolah bisa lebih memahami situasi para orang tua.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Medan juga turun tangan dalam hal ini. Kepala Disdikbud, Benny Sinomba Siregar, mengonfirmasi bahwa mereka telah memanggil guru, kepala sekolah, dan pihak yayasan untuk klarifikasi dan pembinaan. Meskipun akar permasalahan awalnya disebabkan oleh tidak diambilnya rapor karena tunggakan SPP, keputusan untuk menghukum siswa dengan cara tersebut dianggap tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan.
Banyak warganet dan tokoh pendidikan menyuarakan keprihatinan mereka, menekankan pentingnya pendidikan yang bermartabat dan tidak diskriminatif. Komisi X DPR juga mengecam tindakan ini, menyatakan bahwa hukuman seperti itu dapat merusak kepercayaan diri dan kesehatan mental anak.
Kasus ini menjadi peringatan bagi dunia pendidikan di Indonesia untuk meninjau kembali metode disiplin yang digunakan dan memastikan bahwa hak anak untuk mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi benar-benar dihormati.