news  

Guru Ngaji di Tebet Ditangkap Setelah Merusak 10 Santri, Ancaman Uang Sebagai Umpan

Guru Ngaji di Tebet Ditangkap Setelah Merusak 10 Santri, Ancaman Uang Sebagai Umpan



Seorang guru ngaji berinisial AF ditangkap aparat Polres Metro Jakarta Selatan usai dilaporkan mencabuli 10 santri di bawah umur.

Tindak asusila itu dilakukan di rumah pelaku di kawasan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan. Penangkapan dilakukan setelah polisi menerima laporan dari orang tua korban pada 18 Juni 2025.

Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Ardian Satrio Utomo, mengungkapkan bahwa pelaku menggunakan modus iming-iming uang tunai dan intimidasi untuk melancarkan aksinya.

Setiap kali selesai mencabuli korban, AF memberikan uang sebesar Rp10 ribu hingga Rp25 ribu agar korban diam dan tidak bercerita kepada siapa pun.

“Sampai saat ini sudah ada 10 anak yang kami data sebagai korban, semuanya masih di bawah umur. Pelaku melakukan pencabulan di rumahnya yang juga digunakan sebagai tempat mengaji,” jelas AKBP Ardian dalam konferensi pers, Minggu 29 Juni 2025.

Pihak kepolisian meyakini jumlah korban bisa bertambah karena beberapa orang tua mulai melapor setelah kasus ini viral. Polisi membuka layanan pengaduan khusus dan hotline bagi warga yang memiliki dugaan anaknya menjadi korban. Penyidik juga terus melakukan pendalaman dan pemeriksaan terhadap pelaku.

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Selatan saat ini mendampingi seluruh korban. Para korban juga mendapat pendampingan psikologis dari pihak Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Layanan Sosial (UPT PPA) DKI Jakarta.

Ketua RT setempat, Irmawati, mengatakan bahwa korban berasal dari beberapa RT di wilayah Kebon Baru. “Sebagian besar anak-anak yang jadi korban berasal dari RT 03, RT 04, RT 06, dan RT 07. Kami sangat terkejut dan prihatin dengan kasus ini,” ujarnya.

Warga sekitar sempat tidak percaya dengan perbuatan AF karena ia dikenal sebagai sosok religius dan sering mengisi pengajian di lingkungan sekitar.Namun setelah fakta-fakta terungkap dan sejumlah korban bersaksi, suasana di lingkungan menjadi geger dan warga langsung melapor ke kepolisian.

Setelah ditangkap, rumah pelaku langsung disegel polisi. Barang bukti berupa pakaian korban dan bukti transfer uang juga diamankan untuk mendukung proses penyidikan. Polisi menyatakan bahwa pelaku akan dijerat Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Kepolisian mengimbau para orang tua untuk lebih waspada terhadap lingkungan belajar anak, termasuk kegiatan keagamaan nonformal.

Mereka menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara orang tua dan anak agar kasus seperti ini tidak terus berulang.

Kasus ini menambah deretan panjang kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan pendidikan keagamaan. Pemerintah dan tokoh masyarakat diminta untuk bersama-sama menguatkan pengawasan dan membangun sistem perlindungan anak yang lebih kuat di tingkat lokal.***