Berita  

Gotong-Royong Kilang Pertamina dan Warga Kaliandra Atasi Longsor

Otomotif

.CO.ID – BALIKPAPAN.Bencana tanah longsor menjadi yang terbanyak kedua di Balikpapan, Kalimantan Timur. Tanah yang berupa lempung dan pasir menyebabkan kemampuan menyerap air yang rendah saat hujan. Bahkan tanah pasir di bagian dalam cenderung porus dan mudah terbawa aliran saat hujan deras.

Akibatnya, saat hujan lebat, penduduk tidak bisa tidur karena khawatir terjadi tanah longsor di daerah permukiman padat yang berada di Kampung Baru Ilir, Gunung Polisi, Balikpapan.

“Pada tahun 2025, telah terjadi 331 kejadian tanah longsor di Balikpapan, yang paling banyak terjadi setelah kebakaran,” ujar Denny Saputra Ramadhan, Officer II CSR & SMEPP PT Kilang Pertamina Internasional RU V Balikpapan, Selasa (12/8).

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Keadaan ini memicu PT KPI melalui programcorporate social responsibility(Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan) mengembangkan program yang berkelanjutan guna mengatasi curah hujan deras yang memicu tanah longsor.

Penyimpanan air hujan di setiap rumah menjadi salah satu inisiatif awal TJSL PT KPI sekitar tahun 2022. Pada masa itu, PT KPI memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan saluran air di atap.

Air hujan yang terkumpul ini selanjutnya disimpan dalam drum besar untuk berbagai keperluan rumah tangga.

Selain mengurangi jumlah air hujan yang langsung mengenai tanah, PT KPI juga melakukan proyek pengujian di RT 51 Kampung Baru Ilir melaluiurban farming. Urban farmingdipilih agar tanaman yang ditanam di area RT 51 mampu menghasilkan manfaat bagi penduduk.

Lokasi yang terjal dan sempit akibat kepadatan penduduk membuat penanaman secara vertikal dipilih sebagai pilihan untuk proyek tersebut.urban farming.

“Kami menanam markisa sejak tahun 2022 dan telah mengalami beberapa kali panen,” ujar Muhammad Yusuf, Ketua RT 51 Kampung Ilir Baru yang juga merupakan pengurus Kampung Tanggap Bencana (Katana).

Tidak hanya menghasilkan buah, RT yang menjadi proyek percontohan ini juga memproses markisa menjadi minuman siap minum dalam kemasan yang dijual dengan harga Rp 10.000 per botol berukuran 250 mililiter.

Namun, pengolahan buah markisa hanya dilakukan apabila bahan baku tersedia.

Selain buah markisa, RT 51 telah mengembangkan berbagai produk dengan menanam sayuran seperti cabai, kangkung, dan pak choi. Meski tidak secara langsung mencegah longsor,urban farmingini menjadi salah satu jalur masuk TJSL PT KPI bersama masyarakat yang lokasinya berdekatan dengan lahan Pertamina tersebut.

Pada bulan Maret 2025, PT KPI juga memperluas program baru di desa yang berada di Gunung Polisi. Program tersebut bernama Drum Eco Shield.

Melalui program ini, PT KPI bersama masyarakat memanfaatkan drum bekas sebagai struktur penahan lereng. Desainnya dibuat untuk meningkatkan stabilitas tanah, menghindari longsoran, serta mendukung penanaman hijau di daerah yang rentan terhadap bencana.

Drum-drum yang memiliki lubang diisi dengan tanah dan ditempatkan rapat di area miring.

“Ini pas hujan langsung menyerap air,” tambah Yusuf.

Meskipun telah berjalan di RT 51, program ini belum disebarluaskan ke RT lain yang rentan bencana. Hal ini dikarenakan PT KPI sedang menunggu evaluasi mengenai efektivitas program Drum Eco Shield ini, termasuk apakah akan lebih efektif jika drum yang berisi tanah tersebut ditanami tumbuhan.

Meski masih menunggu penelitian, munculnya proyek Drum Eco ini tidak terjadi begitu saja. PT KPI telah bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan mendapatkan rekomendasi untuk proyek tersebut. Bahkan, program ini dijamin 80% efektif.

Tidak berhenti di situ, program PT KPI di Kampung Ilir Baru dengan nama Kampung Ilir Baru Mandiri, Indah, dan Sejahtera (Kaliandra) terus berlanjut dengan pengembangan inovasi penyimpanan air hujan yang siap dikonsumsi. Tim CSR PT KPI sedang melakukan uji coba pengolahan air hujan menjadi air minum dengan menggunakan alat elektrolisis.

“Air hujan di sini sedikit asam, agar bisa dikonsumsi diperlukan alat elektrolisis. Kami uji hasil laboratoriumnya apakah layak untuk dikonsumsi atau tidak,” ujar Moyo Anggoro, Officer Pengembangan Komunitas PT KPI Refinery Unit V Balikpapan.

Proses elektrolisis air ini memerlukan waktu selama 12 jam. Jika hasil laboratorium menunjukkan bahwa produk tersebut layak dikonsumsi, program ini diharapkan segera dapat diterapkan kepada masyarakat.

Jadi ini masuk ke bagian hulu, dari awalnya biasa, laluvertical garden, lalu drum, lalu apa lagi yang dapat kita hasilkan dari air hujan ini,” tutup Moyo.