JURNAL SUMBAWA –
Enam mahasiswa dari kota Bima, yang berada di Nusa Tenggara Barat, telah secara resmi disebut sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum karena diduga melakukan kerusakan pada mobil-mobil milik instansi peternakan dan kesehatan hewan setempat. Kejadian ini bermula selama protes untuk meminta pembentukan provinsi baru bernama Provinsi Pulau Sumbawa, tepatnya pada hari Rabu tanggal 28 Mei tahun 2025.
Tindakan itu dilancarkan oleh beberapa organisasi mahasiswa yang berada di bawah payung Cipayung Bima Raya, termasuk IMM, HMI, KAMMI, GMNI, serta PMII. Mereka mengemukakan harapan untuk menjadikan Pulau Sumbawa sebagai provinsi mandiri terpisah dari Provinsi NTB.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bima, AKP Abdul Malik, mengkonfirmasi penentuan enam mahasiswa sebagai tersangka dalam kasus ini.
“Iya betul,” ujarnya saat dikonfirmasi media pada Jumat 30 Mei 2025.
Berikut ini adalah enam mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka beserta umur mereka: MH (23 tahun), DDY (18 tahun), FD (19 tahun), ES (23 tahun), AD (18 tahun), serta MA (24 tahun). Para individu tersebut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 170 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai kerusakan berkelompok, dan juga Pasal 212 KUHP berkaitan dengan pemberontakan kepada pejabat ketika sedang bertugas.
Mobil dinas bertulis plat merah serta bernomor EA 1047 YY yang rusak tersebut dikemudikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Bima, yaitu Joko Agus Guyanto. Kerusakan timbul ketika kendaraan melewati daerah seputaran Bandara Bima, lokasi kegiatan protes sedang berjalan.
Dalam klip yang tersebar luas di platform-media sosial, terlihat beberapa siswa universitas sedang mendekati dan menghancurkan alat transportasi tersebut. Tindakan ini memicu perdebatan antar publik serta di kalangan para pelajar itu sendiri.
Pada sumber daya video lain yang telah viral belakangan ini, tampak ada seorang lelaki sedang mencoba untuk menghubungi Wakil Bupati Bima, dr. Irfan gunakan upaya melepaskan enam orang mahasiswanya dari tahanan. Tetapi, usahanya itu gagal dan mintaannya di tolak.
Untuk kemaslahatan, kasihan adik-adik ini, sementara mereka masih kuliah,” ujar pria tersebut dalam video.
“Iya, saya setuju, sayangnya mereka melakoni kejahatan. Seorang pemimpin seharusnya memberikan pendampingan tetapi juga perlu tegas. Setiap pelanggaran undang-undang harus mendapatkan sanksi,” jelas Dr. Irfan.
“Bila bukan seperti itu, wilayah kita tak akan selamat. Siap melakukan sesuatu, siap menanggung akibatnya,” tegasnya.
Polres Bima tetap meneruskan tahapan hukum dalam kasus tersebut, di saat yang sama beberapa kelompok pelajar mulai mengemukakan permintaan pemberlepasan bagi teman-temannya. ***