Kolegium Tenaga Kesehatan Menolak Terbitkan Sertifikat Kompetensi
Empat kolegium tenaga kesehatan di Indonesia menyatakan tidak akan menerbitkan sertifikat kompetensi untuk mahasiswa kedokteran. Keputusan ini diambil karena uji kompetensi yang saat ini dilaksanakan dinilai belum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Pernyataan resmi tersebut disampaikan melalui surat yang ditandatangani oleh perwakilan dari berbagai kolegium, yaitu Ketua Kolegium Dokter Efmansyah Iken Lubis, Kolegium Keperawatan Nursalam, Kolegium Kebidanan Gita Nirmala Sari, dan Kolegium Farmasi Dyah Aryani Perwitasari. Surat ini dikeluarkan pada 14 Juli 2025. Mereka menegaskan bahwa hanya akan menandatangani sertifikat kompetensi jika uji kompetensi nasional melibatkan seluruh proses oleh kolegium.
“Mulai tanggal 8 Agustus 2025, kami tidak akan menerbitkan Sertifikat Kompetensi untuk Uji Kompetensi yang diselenggarakan tanpa mengikuti amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023,” demikian bunyi pernyataan mereka. Tanggal 8 Agustus 2025 merupakan tepat satu tahun setelah undang-undang tersebut diundangkan.
Menurut para kolegium, Undang-Undang Kesehatan 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 menegaskan bahwa proses uji kompetensi harus mencakup persiapan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Mereka juga menekankan bahwa keterlibatan kolegium adalah syarat mutlak untuk memastikan akuntabilitas hasil uji kompetensi. Jika tidak dilibatkan, mereka tidak akan bertanggung jawab atas keabsahan sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan.
Hingga pertengahan Juli 2025, Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk pelaksanaan uji kompetensi nasional yang disusun oleh Kementerian Kesehatan belum juga disahkan bersama dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Keterlambatan ini berpotensi menghambat ribuan mahasiswa lulusan tenaga kesehatan yang sedang menunggu jadwal uji kompetensi.
Dalam pernyataannya, kolegium juga menyampaikan kekhawatiran terhadap usulan skema Kemendiktisaintek yang dinilai tidak sejalan dengan Undang-Undang Kesehatan. Salah satunya adalah adanya keterlibatan asosiasi penyelenggara pendidikan tinggi dan tetap menjadikan Uji Kompetensi Nasional (UKOMNAS) sebagai syarat kelulusan. Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip otonomi perguruan tinggi sebagaimana diatur dalam regulasi pendidikan tinggi.
“Kami mengimbau agar Standar Prosedur Operasional (SPO) yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 segera ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan Kemendiktisaintek agar UKOMNAS dapat segera dilaksanakan dan tidak menghambat kepentingan mahasiswa yang sudah menyelesaikan studi mereka,” demikian tulisan dalam surat pernyataan tersebut.
Kolegium juga mendesak Kementerian Kesehatan dan Kemendiktisaintek segera mengesahkan SPO bersama agar pelaksanaan UKOMNAS tidak semakin tertunda. “Kami mengharapkan kerja sama dan kolaborasi yang konstruktif demi mendukung pelaksanaan amanah regulasi kesehatan nasional.”