,
Boyolali
–
Media sosial
beberapa hari terakhir diramaikan dengan video yang menyoroti tentang dugaan pengkaplingan area
berkemah
di jalur pendakian
Gunung Merbabu
, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, oleh penyelenggara
open trip
pendakian.
Menanggapi hal itu, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGMb) Anggit Haryoso mengatakan tidak boleh ada pengkaplingan area berkemah untuk siapa pun, baik pendaki mandiri ataupun penyelenggara
open trip
.
“Semua memiliki hak yang sama untuk mendirikan tenda di area berkemah yang telah ditentukan setelah melakukan pendaftaran secara legal lewat
booking online
di Taman Nasional,” ujar Anggit ketika dihubungi
Tempo,
Sabtu, 7 Juni 2025.
Namun, Anggit tidak menampik dari kawasan Gunung Merbabu, Boyolali, tersebut juga pernah ada informasi seputar adanya pemasangan spanduk bertuliskan nama salah satu penyelenggara
open trip
seperti yang ramai dibahas di media sosial itu. Informasi kejadian tanggal 29 Mei 2025 itu langsung ditindaklanjuti dengan penelusuran. “Dari penelusuran, memang saya akui ditemukan ada pemasangan spanduk di Sabana 1,” ungkap
Dari temuan pemasangan spanduk tersebut, Anggit mengatakan pihaknya melakukan beberapa langkah. Pertama melayangkan surat kepada pihak penyelenggara
open trip
yang tertera di media sosial itu. “Dari pihak
open trip
juga sudah mengklarifikasi bahwa tidak ada pengkaplingan tersebut. Hal itu juga sudah disampaikan pihak
open trip
di media sosialnya,” ungkap Anggit.
Anggit menganalisis munculnya dugaan pengkaplingan itu karena biasanya sebelum tamu atau pendaki tiba, penyelenggara
open trip
yang bekerja sama dengan porter lokal akan berangkat terlebih dulu ke area berkemah.
”
Open trip
itu kan biasanya bekerja sama dengan porter lokal di pintu-pintu pendakian. Mereka memang biasanya berangkat duluan karena kan kalau menunggu tamunya pasti akan kelamaan,” ungkap dia.
Anggit mengatakan selaku pengelola Taman Nasional Gunung Merbabu berterima kasih kepada media sosial yang turut menyampaikan informasi terkait hal itu. Menurutnya, adanya kejadian-kejadian itu juga menjadi bahan evaluasi bagi pihak pengelola ke depannya.
Dia mengimbau apabila ada pendaki baik mandiri maupun
open trip
yang menemui pelanggaran yang ada di kawasan Taman Nasional agar melaporkan kepada petugas terdekat. Baik itu di jalur pendakian atau melalui porter. “Jadi tidak hanya memunculkan di medsos kemudian menjadi ramai, tapi bisa memberikan informasi kepada kami sehingga kami lebih tepat memberikan teguran,” ujarnya.
Dia mengaku tidak ada peraturan tertulis di jalur pendakian gunung berkaitan dengan pendirian tenda di area berkemah, karena area tersebut adalah area publik sehingga siapa pun memiliki hak yang sama di dalamnya.
“Jadi termasuk mendirikan tenda tidak ada aturan khusus yang mengatur. Semua memiliki hak yang sama. Makanya banyak yang kemudian menyampaikan, mengingatkan, agar menjadi pendaki cerdas dan pendaki bijak untuk berbagi ruang,” ucap dia.
Anggit menambahkan, pada tanggal 5 Juni 2025 pihaknya juga telah mengumpulkan mitra Taman Nasional Gunung Merbabu, di antaranya masyarakat yang membantu di pintu-pintu pendakian. Dalam pertemuan itu mereka telah sepakat bahwa tidak ada pengkaplingan area perkemahan.
“Tidak diperbolehkan seperti itu karena memang setiap area itu kan terbatas, kalau kemudian hanya diperuntukkan salah satu kelompok saja, berkurangnya banyak. Bahkan ada yang membuat atau mengeblok lingkaran,” ujarnya.
“Juga kami ingatkan tendanya kalau bisa diaturnya berhadap-hadapan, tidak perlu melingkar untuk membuat api unggun dan sebagainya. Sebab begitu ada pendaki datang dan tahunya di tengah itu kan kosong, begitu mau didirikan tenda ternyata diingatkan atau itu tidak boleh,” tuturnya.
Anggit juga mengimbau kepada penyelenggara
open trip
membatasi jumlah peserta agar tidak memakan tempat yang seharusnya bisa dipakai pendaki mandiri atau
open trip
lain. “Kalaupun teman-teman ada kelompok, kelompoknya kami batasi tidak sampai 50 orang,” katanya.