,
Jakarta
– Polda Jawa Barat menyebutkan
Priguna Anugerah Pratama
Ancaman hukuman pidana yang lebih serius akibat perilaku berulang. Priguna, seorang dokter dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), dituduh telah melakukan kekerasan seksual terhadap tiga individu di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin, Bandung.
“Bisa, dikarenakan tindakan yang dilakukan secara berulang,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar, Komisaris Besar Surawan, melalui pesan pendek di WhatsApp saat dihubungi pada hari Jumat, tanggal 11 April 2025.
Polda Jabar
Mengecoh Priguna dengan undang-undang bertingkat, termasuk Pasal 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai tindakan berseri-seri, yang bisa menambah besarnya hukuman. “Penjahat ini bisa menerima vonis paling lama 17 tahun kurungan,” ungkap Surawan ketika dijumpai jurnalis di Bandung, Jumat, sebagaimana dilaporkan Antara.
Dia menyebut bahwa ada dua korban tambahan yang melapor tentang pelecehan seksual di RSUP Hasan Sadikin atau RSHS Bandung. Penyerangnya adalah Priguna, berusia 31 tahun. Pelecehan ini terjadi pada tanggal 10 dan 16 Maret. “Kedua individu tersebut telah melaporkannya ke rumah sakit dan kami sudah mendapatkan pengakuannya,” kata Surawan.
Keduanya adalah wanita yang berumur 21 dan 31 tahun. Sesuai laporan dari Polda Jawa Barat, sang tersangka telah melancarkan tindakan pelecehan seksual kepada kedua perempuan tersebut dengan klaim sedang melakukan proses analisis anestesi. Priguna memberikan alasannya bahwa dia tengah memeriksa respons tubuh korban terhadap obat bius.
Priguna ditetapkan sebagai tersangka usai merampas keperawanan putri salah satu pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Sunarto Hospital Bandung. Kasus perdana yang tercium melibatkan FH berumur 21 tahun. Si pelaku menyuntik korban dengan zat bius sebelum menerornya secara fisikal.
Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat menyampaikan bahwa korban pertama kali mendampingi sang bapak yang tengah dalam kondisi sakit di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Setelah itu, tersangka tiba-tiba dengan alasan hendak mengumpulkan contoh darah dari korban. Tersangka menjelaskan bahwa pemerolehan sampel ini diperlukan untuk proses tranfusi darah bagi sang ayah.
Pelaku setelah itu mengundang korban menuju gedung baru Rumah Sakit Umum Selamat Hati (RSUD) Bandung yang terletak di tingkat ketujuh. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 18 Maret 2025 sekira pukul 00:30 waktu Indonesia Barat. Korban diperintahkan untuk melepas pakaiannya dan memakai jubah bedah. “Selanjutnya dia dimasukkan kateter intravena berkali-kali hingga sukses; lalu kaitkanlah dengan alat infus tersebut. Cairan mirip zat bius ditambahkan ke dalam tubuhnya,” ungkap Surawan.
Saat korban sadar kembali, jam telah menunjukkan pukul 03:30 WIB. Menurut Surawan, korban merasa kepala berputar dan tubuh goyah. Kemudian, korban pergi mencari keluarganya. “Setelah itu, ketika ia membuang air kecil, dia merasakan nyeri pada organ intimnya,” jelas Surawan.
Selanjutnya, korban menceritakan insiden tersebut kepada keluarganya dan langsung menghubungi RS Hermina Saharjo Bandung. Setiba di sana, dokter melakukan pemeriksaan pada korban dan mendapati adanya aktivitas seksual tanpa pengetahuan korban. “Ada pengambilan sampel menggunakan cotton bud, lalu ternyata didapatkan ada sperma serta berbagai bukti lain,” jelas Surawan.
Di petang harinya, Rumah Sakit Umum Sultan Haji Syahrir (RSHS) Bandung menginformasikan kasus pelecehan seksual tersebut kepada Polri Direktorat Jenderal Kepolisian Daerah Jawa Barat. Tim penyelidik dari kepolisian kemudian memeriksanya di lokasi peristiwa pada tanggal 19 Maret 2025. Saat melakukan investigasi, mereka mendapatkan temuan berupa metode pengendalian kelahiran serta jejak-jejak obat penenang dalam kamar yang terletak di tingkat ketujuh bangunan baru RSUD Bandung.
Polda Jawa Barat mengamankan serta langsung memeriksakan Priguna pada Minggu, 23 Maret 2025. Penyelidikan kasus itu masih terus berlangsung. “Pelaku telah diamankan dan ditahan pada 23 Maret; penyeledian masih jalan,” ujar Surawan melalui pesan pendek setelah dihubungi pada Rabu, 9 April 2025.
Unpad sudah memecahkan hubungan kerja dengan Priguna dari program PPDS karena dia telah mengambil tindakan yang bertentangan dengan kode etik profesional serta diskorsing lainnya, hal ini bukan saja merusak citra lembaga dan profesi medis, tapi juga menyalahi peraturan hukum yang ada. Hal tersebut dinyatakan oleh pihak Unpad dalam sebuah pengumuman tertulis bersama RSHS Bandung pada hari Rabu.
Kementerian Kesehatan, yang bertanggung jawab atas Rumah Sakit Umum Selamat Hidup di Bandung, menyatakan bahwa mereka sudah melakukan tindakan keras. Juru bicara dari Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan, yaitu Aji Muhawarman, menjelaskan bahwa pihaknya telah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) agar dengan cepat mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) terhadap individu tersebut. Menurut pernyataan ini, pencopotan STR secara langsung juga akan membekukan Surat Izin Praktik (SIP), sehingga membuat orang itu tidak lagi bisa berpraktik sebagai dokter, seperti dinyatakan oleh Kementerian Kesehatan pada hari Rabu lalu.
Kemenkes pun sudah memerintahkan kepada Direktur Utama RSHS Bandung, Rachim Dinata Marsidi, untuk menunda program residensi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif sementara. Penangguhan ini akan berlangsung selama sebulan sehingga pihak rumah sakit bersama dengan Unpad dapat melaksanakan penilaian ulang terhadap pengawasan serta manajemen FK Unpad.
Selanjutnya, Kementerian Kesehatan akan menetapkan bahwa semua Rumah Sakit Pendidikan Kementerian Kesehatan wajib melaksanakan pemeriksaan psikiatris terhadap para peserta Program Pendidian Spesialis Dokter (PPDS) dari setiap angkatan. “Pemeriksaan berkelanjutan ini penting guna mencegah penipuan dalam prosedur ujian kejiwaan serta mendeteksi sejak awal kondisi kesehatan mental para pelajar,” jelas Aji pada pernyataan tertulis yang disampaikan hari Kamis.