Inisiatif DLH Kota Pangkalpinang dalam Mendorong Budi Daya Maggot
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pangkalpinang terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah organik. Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah mendorong masyarakat untuk melakukan budi daya maggot, baik secara skala rumahan maupun bisnis. Penggunaan maggot dianggap sebagai solusi efektif dalam mengurangi jumlah sampah organik yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Subkoordinator Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kota Pangkalpinang, Yusliriadi, menyampaikan bahwa saat ini hanya ada satu kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang intensif membudidayakan maggot di kota tersebut. Kelompok tersebut bernama Sahabat Farm dan berlokasi di Kecamatan Girimaya.
Sahabat Farm telah memiliki surat keputusan (SK) resmi yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah atau perusahaan dalam memberikan bantuan melalui program CSR. “Di Sahabat Farm, mereka mampu menyerap sekitar 300-500 kilogram sampah organik setiap harinya untuk pakan maggot,” ujar Yusli, sapaan akrab Yusliriadi.
Menurut Yusli, jika semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam budi daya maggot, maka akan sangat membantu dalam mengurangi sampah organik di Pangkalpinang. “Jika komunitas seperti KSM ini berkembang, sampah organik tidak lagi dibawa ke TPA,” tambahnya.
Namun, dalam realitasnya, Yusli mengakui bahwa sulit untuk meyakinkan masyarakat untuk terlibat dalam budi daya maggot. Pihaknya telah beberapa kali menggelar sosialisasi dan bertemu dengan masyarakat untuk membahas potensi dari budi daya maggot ini.
Tantangan utama yang dihadapi adalah persepsi masyarakat bahwa budi daya maggot hanyalah pilihan terakhir dalam pengelolaan sampah. “Kita sering mengajak Pak Didik (ketua KSM Sahabat Farm) sebagai narasumber untuk menjelaskan manfaat maggot kepada masyarakat. Namun, banyak masyarakat yang mencoba tetapi tidak bertahan lama,” ujarnya.
Yusli juga menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat lebih memilih mengolah sampah kering daripada sampah basah. Bahkan ketika mereka tertarik pada sampah organik, kebanyakan memilih mengolahnya menjadi pupuk kompos. “Maggot dianggap sebagai pilihan terakhir oleh masyarakat,” katanya.
Padahal, menurut Yusli, pengolahan sampah organik menggunakan maggot merupakan cara yang paling cepat dan efisien. Semua jenis sampah organik, termasuk sisa makanan rumah tangga, dapat diurai oleh maggot. Selain itu, hasil dari budi daya maggot pun memiliki nilai ekonomi. Mulai dari maggot itu sendiri, kasgot (bekas kotoran maggot), hingga telur dan larvanya bisa dijual.
“Maggot juga bisa digunakan sebagai pakan ternak, seperti lele atau ayam. Ini memberikan peluang ekonomi tambahan bagi masyarakat,” jelas Yusli.
Dengan demikian, DLH Kota Pangkalpinang terus berupaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam budi daya maggot. Diharapkan, inisiatif ini dapat menjadi solusi berkelanjutan dalam mengurangi sampah organik dan meningkatkan kesadaran lingkungan.