.TJ, TAJIKISTAN — Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Christiawan Nasir memimpin rombongan Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi tentang Pelestarian Gletser (HLCGP), acara tersebut digelar di Tajikistan dan menjadi momen signifikan untuk meningkatkan persatuan global dalam melindungi glasier di planet ini.
Pada pertemuan penuh dalam konferensi tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha mengatakan bahwa walaupun Indonesia adalah negara beriklim tropis, negeri kita tetap merasakan efek langsung dari pencairan glasier.
“Meskipun Indonesia merupakan negera tropis, namun kita juga mempunyai gletser. Ironinya, saat ini 99 persen area glasier di Puncak Carstensz yang ada di Papua sudah menghilang karena dampak pemanasan global,” ungkapnya melalui pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia pada hari Minggu kemarin.
Selanjutnya, Deputi Menteri Luar Negeri juga menekankan tentang Krisis Iklim yang merupakan pemicu utama pencairan glasier di seluruh dunia serta kebutuhan untuk meningkatkan kerangka kerjasama internasional guna merespons ancaman global tersebut.
“Indonesia sepenuhnya mensupport peningkatan kepercayaan pada sistem multilateral, terutama dengan cara pembiayaan iklim yang adil serta akses kepada teknologi adaptasi. Melindungi glasier sama saja dengan memelihara masa depan umat manusia,” jelas Arrmanatha.
Konferensi yang diselenggarakan antara tanggal 29 hingga 31 Mei mendapat perhatian sekitar 2.200 delegasi dari 65 negeri, melibatkan para kepala eksekutif tertinggi dari beberapa negara seperti Perdana Menteri Pakistan bersama dengan wakil presiden Iran, Zimbabwe, Gambia, dan Maldives.
Kira-kira 70 badan internasional berpartisipasi dalam acara ini, termasuk Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina J. Mohammed, Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), Sekretaris Eksekutif UNESCAP, dan Utusan Spesial Sekjen PBB mengenai Isu Air.
x

Deputi Menteri Luar Negeri Arrmanatha Christiawan Nasir memimpin rombongan Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi tentang Pelestarian Gletser (HLCGP), acara ini digelar di Tajikistan dan menjadi kesempatan signifikan bagi negara-negara global untuk bersatu demi melindungi gletser di planet kita.
Pada pertemuan penuh dalam konferensi tersebut, Deputi Menteri Luar Negeri Arrmanatha mengatakan bahwa walaupun Indonesia adalah negara yang memiliki iklim tropis, negeri kita tetap merasakan efek langsung dari pencairan glasier.
“Meskipun Indonesia merupakan negara tropis, kita juga memiliki gletser. Namun sayangnya, sekarang ini 99% area glasier di Puncak Carstensz di Papua sudah menghilang disebabkan oleh perubahan iklim,” ungkapnya dalam rilis resmi Kementerian Luar Negeri RI, Minggu.
Selanjutnya, Deputi Menteri Luar Negeri juga menekankan tentang krisis iklim yang merupakan faktor utama dari pencairan glasier di seluruh dunia serta kebutuhan untuk meningkatkan sistem multilateral guna mengatasi ancaman global tersebut.
“Indonesia sepenuhnya mensupport peningkatan keyakinan dalam sistem multilateral, terutama melalui pembiayaan iklim yang adil serta akses kepada teknologi adaptif. Perlindungan glasier merupakan perlindungan untuk masa depan umat manusia,” jelas Arrmanatha.
Konferensi yang diselenggarakan antara tanggal 29 hingga 31 Mei menghadirkan lebih dari 2.200 delegasi dari 65 negeri, mencakup para petinggi pemerintahan seperti Perdana Menteri Pakistan bersama dengan wakil presiden dari Iran, Zimbabwe, Gambia, dan Maladewa.
Terdapat sekitar 70 organisasi internasional yang turut berpartisipasi, termasuk Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina J. Mohammed, Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), Sekretaris Eksekutif UNESCAP, dan Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Urusan Air.
Pada awal pidatonya, Presiden Tajikistan Emomali Rahmon mengekspresikan kekhawatirannya tentang percepatan pelelehkan glasir, hal ini telah mengakibatkan hilangnya lebih dari 600 gigaton es selama beberapa dasawarsa terakhir.
Wakil Sekjen PBB, Amina J. Mohammed mengutamakan kerjasama antar departemen, dukungan pembiayaan bagi iklim, serta penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) agar dapat mencapai tujuan-tujuan dalam Rencana Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Rapat ini adalah konferensi berperingkat tinggi pertama yang menangani masalah glasier.
Keikutsertaan serta komitmen Indonesia di konferensi ini memperkuat posisi negara sebagai pemain aktif dan konstruktif dalam mendukung kolaborasi internasional yang terbuka dan berfokus pada penyelesaian masalah guna merespons tantangan perubahan iklim.
Indonesia bersumpah akan membawa semua orang bersama-sama dalam perpindahan menuju masa depan yang kuat, adil, dan lestari, sebagaimana dinyatakan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Profil gletser Cartensz
Gletser Carstensz merupakan area es yang ditemukan di dekat Puncak Jaya (terkadang dirujuk sebagai Puncak Carstensz atau Piramida Carstensz), sebuah puncak gunung dalam rangkaian Barisan Sudirman pada dataran tinggi bagian barat daya Papua, Indonesia. Terletak pada ketinggian 4.600 meter (sekitar 15.100 kaki) dan kurang lebih 15 kilometer (atau sekitar 9,3 mil) ke arah timur dari Puncak Jaya. Ukuran Gletser Carstensz mencapai panjang 14 kilometer (kira-kira 8,7 mil) dengan lebarnya hingga 60 kilometer (setara dengan 37 mil).
Hasil analisis citra satelit IKONOS yang dilakukan pada tahun 2004 untuk area gletserski Papua Nugini mengungkapkan bahwa antara tahun 2000 hingga 2002, luas Glaciers Carstensz berkurang sebesar 6,8% selama periode dua tahun tersebut. Penyelidikan ekpedisioner di bagian tersisa dari Glacier Puncak Jaya pada tahun 2010 mencatat bahwa lapisan es meluruh dengan cepat sebanyak 7 meter (atau sekitar 23 kaki) per tahunnya, dimana tebal totalnya adalah 32 meter (sekitar 105 kaki). Bila proses pengerucutan terus berlangsung tanpa intervensi, para ilmuwan memperkirakan bahwa semua sisa gletser akan lenyap menjelang tahun 2015.
Gletser tersisa di Puncak Jaya merupakan sisa-sisa dari area es yang terbentuk kira-kira 5.000 tahun silam. Setidaknya ada sebuah dataran es lainnya yang muncul di wilayah ini antara rentangan waktu 7.000 hingga 15.000 tahun lampau. Diprediksi bahwa area es itu pernah mengalami pencairan total dan lenyap.
Riset terkini sudah dijalankan pada gletser tersebut dengan melakukan pengukuran memakai satelit optik dan hasilnya menunjukkan bahwa area dari gletser itu sangat sempit yakni sebesar 0.09824 kilometer persegi.