news  

DBH Migas Disoal, Masyarakat Adat Moi Protes dan Blokir Kantor Bupati Sorong: Pemkab Siap Dengar Keluhan

DBH Migas Disoal, Masyarakat Adat Moi Protes dan Blokir Kantor Bupati Sorong: Pemkab Siap Dengar Keluhan

, AIMAS –Masyarakat Adat Suku Moi yang menerima Dana Bagi Hasil (DBH) Migas melakukan demonstrasi dan menutup kantor Bupati Sorong.

Pemalangan berlangsung mulai Kamis (24/7/2025) hingga Jumat (25/7/2025).

Aksi ini meminta kejelasan mengenai pembayaran DBH Migas pada tahun 2024 dan 2025.

Koordinator Aksi, Sukomoi Sem Son, mengungkapkan bahwa aksi ini dilakukan akibat ketidakjelasan informasi terkait pembayaran DBH Migas.

Ia menekankan permintaan laporan pertanggungjawaban dari pemerintah pada tahun 2025.

Meskipun LSM Ring 1 selama ini mengelola dana, tidak pernah diminta laporan serupa sejak 2020 hingga 2024.

“Ada permintaan laporan mendadak pada tahun 2025, terdapat indikasi adanya penutupan kesalahan pemerintah,” ujar Son.

Ia mengatakan, terdapat lima wilayah penghasil minyak dan gas bumi di Kabupaten Sorong: Aimas, Mayamuk, Klamono, Seget, dan Salawati Tengah.

Son menegaskan, landasan hukum pengelolaan Dana Bagi Hasil Migas berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019, berlaku di Provinsi Papua Barat sejak tahun 2020.

Pembentukan Papua Barat Daya seharusnya diikuti dengan penyesuaian aturan.

“Kami mempertanyakan mengapa DPRP Papua Barat Daya dapat mencairkan dana migas tanpa adanya aturan yang jelas,” katanya.

Menurut Son, alokasi dana migas pada tahun 2023 tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Masyarakat hanya menerima 10 persen dari DBH, yang dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat adat, tanpa ada kejelasan mengenai penggunaan 90 persen sisa dana tersebut.

Meskipun demikian, regulasi seharusnya menetapkan 30 persen untuk pendidikan, 33 persen untuk pemberdayaan masyarakat, 2 persen untuk penelitian dan pengembangan teknologi, serta 5 persen untuk kebutuhan umum lainnya.

“Pembagian anggaran tidak sesuai. Tahun 2024 masih kurang sekitar Rp5 miliar dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan,” kata Son.

Ia menyebutkan adanya dana masuk yang tidak pasti, tergantung pada pendapatan blok migas setiap tiga bulan.

Masyarakat meminta Pemkab Sorong untuk menyusun kembali peraturan daerah dan bupati.

Mengenai mekanisme pendistribusian Dana Bagi Hasil Migas, persentase alokasi, pihak yang berhak mendistribusikannya, serta cara pelaporan dan pertanggungjawaban.

“Jika aturannya tidak jelas, hal ini akan terus menjadi celah penyalahgunaan dana,” tegas Son.

Ia mengungkap adanya kemungkinan penyalahgunaan dana sebesar 23 miliar rupiah setiap tiga bulan, yang terjadi secara berulang.

Bahkan, pada tahun 2018, terdapat anggaran sebesar Rp58 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Maka dari itu, tindakan penutupan ini merupakan upaya untuk mendorong perbaikan tata kelola dan penerapan hukum yang adil,” katanya.

Tanggapan Pemkab Sorong

Sekretaris Daerah Kabupaten Sorong yang menjabat sementara, Adi Bremantyo, menyampaikan bahwa pemerintah daerah telah menerima keluhan dari peserta aksi.

Mereka akan melanjutkan hal ini dalam pertemuan yang direncanakan pada Selasa, 29 Juli 2025, di kantor Bupati Sorong.

Apapun yang ingin mereka sampaikan, pemerintah tetap akan menghadapi mereka sesuai dengan ketentuan, kata Adi.

Adi menyampaikan, pada masa mendatang, pendistribusian bantuan sebaiknya tidak lagi dilakukan melalui koordinator.

Tetapi langsung kepada penerima berdasarkan nama dan alamat.

“Mungkin selama ini terjadi kesalahpahaman,” tambahnya.(/aldy tamnge)