news  

Dampak Amnesti pada Hasto Kristiyanto dan Pembebasan Tom Lembong, Pakar: Politik 2025 Akan Tenang

Dampak Amnesti pada Hasto Kristiyanto dan Pembebasan Tom Lembong, Pakar: Politik 2025 Akan Tenang

– Penghapusan hukuman dan pembebasan bagi tahanan Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong menjadi perhatian dari pengamat Politik Ray Rangkuti. Ia menilai pengampunan tersebut akan membuat situasi politik pada tahun 2025 menjadi lebih tenang.

Berdasarkan pendapat Ray Rangkuti, secara politik pemberian amnesti kepada Hasto dapat memiliki dampak pada dua aspek. Pertama, Prabowo semakin menjauh dari Joko Widodo (Jokowi). Kedua, hubungan Megawati dengan Prabowo akan semakin kuat.

Support kami, ada hadiah spesial untuk anda.
Klik di sini: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Kemudian, apakah dengan demikian oposisi akan berhenti? Ray mengungkapkan, ia masih ragu PDIP akan menyatu dalam kabinet Prabowo.

Menurutnya, hal itu sama saja dengan menyia-nyiakan masa depan yang cerah. Meskipun pengampunan terhadap Hasto dianggapnya membuat PDIP memiliki kewajiban kepada Prabowo.

“Tetapi mengganti sikap politik mereka karena hal ini, terlalu besar atau tinggi (imbalannya). Risikonya bisa membuat PDIP sendiri terjebak,” katanya saat dihubungi, Sabtu (2/8).

Support us — there's a special gift for you.
Click here: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Rai memiliki pandangan bahwa PDIP akan tetap berada di luar koalisi. Namun, akan berubah menjadi oposisi yang lebih moderat. Terutama dalam jangka waktu satu tahun ini. PDIP cenderung akan lebih sering mengendalikan diri.

“Paling tidak, hingga tahun 2025 ini, PDIP akan mengambil jalur yang moderat. Tidak terlalu menonjol sebagai partai yang tidak berada dalam koalisi pemerintah. Akan ada banyak penyesuaian,” katanya.

Hal ini sebenarnya sudah terlihat sejak awal. Isu-isu penting yang mendapat perhatian masyarakat, tidak “dipakai” oleh PDIP. Padahal, isu-isu tersebut berpotensi meningkatkan popularitas dan rasa simpati terhadap PDIP.

Sikap ini juga bisa ditunjukkan oleh pihak Tom Lembong, yang dikenal sebagai tim pendukung Anies Baswedan dalam pemilu 2024 lalu.

Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu kaget jika hingga akhir tahun 2025, politik di Indonesia akan kurang terjadi pertukaran ide. Sepi dari politik yang ramai. “Paling tidak pada tahun 2025 ini akan tenang. Kedua kekuatan ini sama. Tenang,” katanya.

Namun, sikap ini diperkirakan tidak akan berlangsung hingga tahun-tahun berikutnya. Direktur Eksekutif Lingkar Madani mengatakan bahwa pada tahun 2026, secara perlahan PDIP akan mulai menarik kembali garis politiknya. Sikap politik yang berbeda akan lebih ditekankan.

“Dan ini, bukan hanya PDIP, mungkin akan dijalani oleh seluruh partai politik. Akan terus berkembang dan nyata hingga tahun 2029. Tahun di mana politik harus mulai tegas, garis batas ditentukan, dan semangat perlu ditegakkan,” katanya.

Apakah Hasto akan memiliki peran dalam pemulihan PDIP tahun depan? Menurutnya, hal tersebut bisa saja terjadi.

Meski Hasto kembali menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PDIP setelah pemberian amnesti belum pasti, namun perannya tetap akan tetap kuat.

Hasto diperkirakan akan mendampingi Megawati dengan peran yang sama, meskipun dengan pendekatan yang berbeda jika tidak lagi menjabat sebagai sekretaris jenderal.

Pemilahan Antara Pengampunan dan Pencabutan Hukuman Menimbulkan Kebingungan Pemilihan antara penghapusan hukuman dan pembebasan bersyarat membingungkan Proses pemilihan antara amnesti dan pembatalan hukuman menimbulkan kebingungan Keputusan antara pemberian pengampunan dan penghapusan hukuman menyebabkan kebingungan Pemilahan antara pengampunan dan pencabutan hukuman terasa membingungkan Pemilihan antara pemberian amnesti dan penghapusan hukuman menimbulkan keraguan Proses pemilihan antara pengampunan dan penghapusan hukuman terasa membingungkan Pemilahan antara pengampunan dan pencabutan hukuman menimbulkan kebingungan yang tidak jelas

Selanjutnya, lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga menyoroti pemberian pengampunan kepada Hasto serta pencabutan hukuman terhadap Tom Lembong.

Menurutnya, ini agak membingungkan. Hasto diberi pengampunan, sedangkan Tom diberi pembebasan. Tidak dijelaskan alasan pemberian kebijakan pengampunan kepada masing-masing mantan terdakwa ini.

Pengampunan berarti menghilangkan konsekuensi hukum atau pemberian pengampunan oleh presiden. Sementara itu, abolisi berdampak pada penghapusan tuntutan perkara pidana terhadap seseorang.

Diketahui bahwa Hasto dihukum 3,5 tahun penjara oleh pengadilan, dan terkait putusan tersebut, KPK akan mengajukan banding.

Demikian pula dalam kasus Tom Lembong, Kejaksaan sebelumnya berencana untuk mengajukan banding terhadap putusan pengadilan terhadap mantan menteri tersebut.

Masalahnya, menurut Ray, dengan pemberian amnesti kepada Hasto, apakah upaya banding yang dilakukan KPK secara otomatis akan berhenti?

Karena, berbeda dengan pembatalan hukuman, pengampunan hanya melepaskan seseorang dari hukuman penjara, tetapi tidak menghilangkan tuntutan hukum terhadapnya. Dengan demikian, Hasto mungkin saja diberi pengampunan, namun proses banding oleh KPK tidak secara otomatis berhenti.

“Tampaknya, inilah perbedaannya dengan Tom. Pemberian penghapusan hukuman kepada Tom secara otomatis membatalkan rencana banding dari Kejaksaan. Dengan kata lain, tuntutan hukum terhadap Tom dalam bentuk pelanggaran apapun dalam kasus yang sama, tidak dapat lagi dilakukan,” katanya.

“Tetapi bagaimana dengan pengampunan terhadap Hasto? Apakah hal itu secara otomatis mengakhiri seluruh upaya hukum KPK terhadap Hasto? Di sinilah perbedaannya,” tambahnya.

Namun, Ray juga menganggap bahwa pemberian amnesti dan abolisi ini memiliki sisi positif yang turut memperbaiki model pemidanaan pada masa Jokowi.

Di manakah hukum terasa tajam hanya bagi mereka yang kritis dan oposisi, namun menjadi tumpul terhadap pendukung Jokowi.

Penghukuman terhadap aktivis kritis terjadi secara luas selama masa pemerintahan Jokowi, termasuk dalam kasus delik makar, yang menjadi bagian dari upaya Jokowi mengurangi pengaruh oposisi.

Hukum digunakan sebagai alat untuk menindas oposisi dengan tuntutan yang di pengadilan terasa sangat dipaksakan. Seperti yang terjadi di pengadilan Tom, atau sebelumnya, terhadap Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat.

Selain itu, momen pemberian pengampunan dan pembatalan hukuman ini seolah menjadi peringatan bagi aparat penegak hukum agar tidak menggunakan hukum sebagai alat untuk menekan kritik dan oposisi.

KPK contohnya. Diharapkan komisi anti korupsi tersebut melakukan perbaikan terhadap langkah-langkah yang tampaknya cenderung mendukung pemerintah. Demikian pula dengan kepolisian. Lembaga ini juga diminta untuk melakukan perubahan dan tidak memanfaatkan hukum sebagai alat represi.

Jangan Sembarangan Memberikan Pengampunan dan Pencabutan Hukuman

Oleh karena itu, ia mengajak pemerintah untuk memperbaiki sistem dan budaya hukum di Indonesia. Terutama, para pelaku penegakan hukum yang tampaknya secara sistematis dan budaya mengikuti arah pemerintah.

Kepala negara perlu memberikan keluasan kebebasan kepada aparat penegak hukum agar dapat bertindak secara mandiri, objektif, dan terbuka.

“Presiden harus meninggalkan model penuntutan yang diatur. Tidak memanfaatkan hukum sebagai alat untuk menekan oposisi dan aktivis kritis,” tegasnya.

Selain itu, masyarakat perlu terus memantau dan memberikan batasan jelas kepada presiden agar tidak menggunakan hak pembatalan, pengampunan, atau grasi secara asal-asalan.

Khususnya bagi mereka yang secara sah, meyakinkan, dan terbukti kuat melakukan tindak pidana korupsi atau suap.

Ray menambahkan, dua kasus ini, amnesti Hasto dan pembatalan hukuman Tom Lembong, tidak boleh digunakan sebagai alasan bagi presiden untuk melakukan hal yang sama terhadap tahanan lain.

“Amnesti, abolisi, dan grasi tidak boleh diberikan secara sembarangan. Ia harus diberikan secara selektif, objektif, dan rasional,” tutupnya.