Pada Juni 2025, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatatkan deflasi bulanan sebesar 0,1 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan deflasi yang terjadi pada Mei 2025 yang mencapai 0,89 persen. Deflasi yang terjadi di Bangka Belitung disebut dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, salah satunya adalah penurunan indeks harga pada kelompok pendidikan sebesar 12,58 persen.
Penyebab utama penurunan tersebut adalah tidak adanya lagi pungutan Iuran Penyelenggaraan Pendidikan (IPP) untuk Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebijakan ini mulai diberlakukan sejak 1 Mei 2025 setelah pemerintah daerah mengambil langkah tegas dalam rangka meringankan beban masyarakat dan meningkatkan kualitas layanan pendidikan. Rommy Sariu Tamawiwy, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Bangka Belitung, menjelaskan bahwa penghapusan IPP berdampak langsung pada angka deflasi di sektor pendidikan.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Kebijakan penghapusan IPP merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat serta upaya memperbaiki akses dan mutu pendidikan. Dengan tidak adanya iuran tambahan, orang tua siswa tidak lagi dibebani biaya yang bersifat wajib selain biaya operasional sekolah yang sudah ditanggung oleh negara. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi sekolah untuk lebih fokus pada proses belajar-mengajar daripada mengurus pungutan.
Selain faktor pendidikan, deflasi juga dipengaruhi oleh komoditas cabai merah dan sawi hijau. Melimpahnya pasokan kedua bahan pokok tersebut akibat masa panen di daerah sentra produksi menyebabkan harga cenderung turun. Fenomena ini memberikan kontribusi signifikan dalam tekanan deflasi secara umum di wilayah Bangka Belitung.
Gubernur Bangka Belitung, Hidayat Arsani, menegaskan bahwa kebijakan penghentian pungutan IPP telah menjadi aturan wajib yang harus dipatuhi oleh seluruh SMA di provinsi tersebut. Ia menekankan bahwa sekolah tidak boleh menjalankan aktivitas seperti bisnis atau proyek, karena tugas utama mereka adalah mendidik generasi muda agar menjadi sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas.
“Sekolah tidak boleh berdagang, tidak boleh main proyek karena mereka itu harusnya ngajar anak kita agar pintar,” ujar Hidayat. Ia juga menambahkan bahwa beban IPP sebelumnya cukup memberatkan bagi orang tua siswa, sehingga penghapusan ini merupakan langkah penting dalam meringankan beban ekonomi masyarakat.
Support us — there's a special gift for you.
Click here: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Untuk memastikan pelaksanaan kebijakan ini berjalan lancar, Gubernur Hidayat telah mencabut Surat Keputusan Gubernur Bangka Belitung Nomor 188.44/13/Disdik/2018 yang sebelumnya mengizinkan pungutan maksimal Rp75 ribu per bulan. Kini, segala bentuk sumbangan kepada sekolah harus sepenuhnya sukarela tanpa batasan nominal tertentu.
Hidayat juga memberikan peringatan keras kepada pihak-pihak yang masih nekat melakukan pungutan ilegal. “Siapa yang masih memungut IPP nanti akan berurusan dengan hukum. Yang namanya sumbangan itu seikhlasnya dan terserah orang mau menyumbang berapa. Kalau ditetapkan tarif itu namanya pungli,” tegasnya.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan kualitas pendidikan di Bangka Belitung semakin meningkat, sementara beban finansial masyarakat, terutama para orang tua siswa, dapat dikurangi. Selain itu, pemerintah daerah berkomitmen untuk terus memantau implementasi kebijakan ini guna memastikan tidak ada penyimpangan di lapangan.