Sidang Lanjutan Kasus Penipuan Investasi Bisnis Seluler
Dalam sidang lanjutan kasus penipuan investasi bisnis seluler, tiga orang saksi hadir untuk memberikan keterangan. Sidang ini berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan melibatkan dua terdakwa, yaitu Aris Setyawan (AS) dan Rohmat Setiawan (RS). Agenda utama dari sidang tersebut adalah pemeriksaan saksi ahli yang berkaitan dengan kasus yang menimpa mendiang Kent Lisandi.
Benny Wullur, kuasa hukum dari Kent Lisandi, menjelaskan bahwa dirinya mendampingi istri dari korban, Stefi Grace (SG), yang juga menjadi korban dari tindak pidana penipuan, pengelapan, dan pencucian uang (TTPU). Menurut Benny, AS bertindak sebagai kepala cabang bank di Cilegon, sedangkan RS merupakan terdakwa lainnya dalam kasus ini.
“Agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan saksi ahli waris. Secara otomatis, yang bersaksi adalah istri dari Kent Lisandi, yakni Stefi Grace, serta dua saksi lainnya, YW dan HS, yang merupakan rekan kerja yang mengetahui awal mula permasalahan penipuan ini,” kata Benny dalam pernyataannya.
Korban dalam kasus ini mengalami kerugian materi yang sangat besar, yaitu lebih dari Rp 30 miliar. Namun, kerugian tersebut tidak hanya berupa uang saja. Kent Lisandi meninggal dunia akibat sakit, meninggalkan istri dan dua orang anak. Hal ini menunjukkan dampak yang sangat serius dari tindakan para terdakwa.
Benny menyampaikan kekecewaannya karena hanya dua terdakwa yang disidangkan. Ia menduga ada keterlibatan pihak bank dalam kasus ini. “Saya menduga kuat terjadi kejahatan korporasi karena ada dasar perjanjian kredit yang tidak benar. RS mengakui bahwa istrinya tidak pernah menandatangani perjanjian kredit atas nama Stefi Grace,” jelas Benny.
Menurut Benny, yang menandatangani perjanjian kredit tersebut adalah RS sendiri. Hal ini memperkuat dugaan adanya kecurangan dalam proses kredit. Saat itu, Kent Lisandi merasa kaget luar biasa ketika mengetahui uangnya sebesar Rp 30 miliar telah menghilang karena dijadikan sebagai dasar perjanjian kredit.
“Saya menduga kuat perjanjian kredit tersebut tidak sah. Uang Kent Lisandi sebesar Rp 30 miliar telah ditarik oleh Maybank dan secara otomatis masuk ke dalam lingkaran bisnis Maybank. Ini menunjukkan adanya dugaan tindak pencucian uang yang dilakukan oleh pihak bank beserta jajarannya,” tambah Benny.
Dalam persidangan ini, Benny berharap dapat membuktikan adanya keterlibatan pihak bank dalam kasus ini. Dugaan kejahatan korporasi ini semakin memperkuat kesaksian para saksi yang hadir. Selain itu, penyidik juga diminta untuk mengecek apakah ada indikasi tindakan ilegal yang dilakukan oleh pihak bank dalam proses kredit yang terjadi.
Sidang ini menjadi penting untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga. Dengan adanya pemeriksaan saksi ahli dan bukti-bukti yang dikumpulkan, harapan besar terletak pada upaya hukum untuk mengungkap kebenaran dan memberikan konsekuensi yang sesuai bagi pelaku.