Banyak Jemaah Sakit Lewat Pemeriksaan, Petugas Cuma Bisa Layani 500 Orang di Safari Wukuf

Banyak Jemaah Sakit Lewat Pemeriksaan, Petugas Cuma Bisa Layani 500 Orang di Safari Wukuf



Banyaknya jemaah yang didaftarkan layanan safari wukuf, mengindikasikan longgarnya pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan. Total ada 2.000 jemaah didaftarkan mengikuti layanan wukuf darurat tersebut. Namun yang bisa dilayani hanya 500 jemaah, karena keterbatasan petugas.

Informasi tersebut disampaikan Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BPH) Dahnil Anzar Simanjuntak saat meninjau hotel transit layanan safari wukuf di kawasan Aziziyah, Makkah pada Minggu (8/6) waktu setempat. Safari wukuf adalah wukuf yang dilakukan secara darurat. Jemaah melakoni wukuf tidak di tenda layaknya jemaah lainnya. Tetapi mereka wukuf di dalam kendaraan atau ambulan karena dalam kondisi sakit.

Dalam tinjauan itu, Dahnil mendapatkan informasi ada 2.000 jemaah yang didaftarkan mengikuti safari wukuf. Itu artinya jumlah jemaah yang kondisinya sakit berat, sangat banyak. Namun tidak sebanding dengan petugas pelayanan safari wukuf. Sehingga yang bisa dilayani hanya 500 orang. Itupun dipilih dari yang kondisi sakitnya paling berat.

Akibatnya banyak jemaah yang sakit lumayan berat, harus melakoni wukuf seperti jemaah sehat. Mereka seharusnya tidak lolos skrining istitoah kesehatan saat sebelum berangkat haji. Namun tetap lolos dan bisa sampai Arab Saudi, namun dalam keadaan sakit.

“Saya hari ini mengunjungi banyak jemaah lansia di hotel transit Aziziyah ini. Dari data awal, seharusnya hotel ini bisa menampung sekitar 2.000 jemaah dari berbagai sektor, namun kenyataannya hanya bisa menampung sekitar 500 jemaah lansia, disabilitas, dan risti,” ungkap Dahnil.

Kondisi itu menurut Dahnil, menunjukkan adanya tantangan besar dalam validasi aspek istitho’ah kesehatan sejak dari tanah air. Dia menekankan bahwa pemeriksaan kesehatan bagi calon jemaah haji harus dilakukan secara jujur, akurat, dan bebas dari intervensi yang berpotensi merugikan jemaah.

Sehingga jemaah yang berangkat benar-benar sehat. “Jangan sampai ada pihak-pihak di daerah yang memanipulasi kondisi kesehatan jemaah hanya demi memenuhi kuota atau target pemberangkatan,” katanya. Baginya kondisi seperti itu sangat tidak etis. Apalagi sampai memperdaya jemaah lansia yang sebenarnya tidak dalam kondisi siap secara fisik dan mental.

Dahnil juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap jemaah yang berangkat dalam kondisi tidak layak secara medis. Lalu menjadi sasaran eksploitasi, baik secara finansial maupun dalam bentuk pelayanan yang tidak semestinya. “Saya minta para pejabat di Badan Penyelenggara Haji betul-betul melihat kondisi riil jemaah di lapangan, bukan hanya di atas kertas. Komitmen kita ke depan adalah membereskan persoalan ini,” tambahnya.

Dalam pernyataannya, Dahnil kembali menegaskan pentingnya kebijakan istitoah dijalankan dengan penuh kehati-hatian dan tanggung jawab moral. Dia menekankan bahwa jemaah haji yang diberangkatkan harus benar-benar memenuhi syarat istitoah secara lahir dan batin, khususnya dari aspek kesehatan fisik dan mental.

BPH ingin memastikan bahwa yang berangkat ke Arab Saudi benar-benar siap menjalani rangkaian ibadah haji. Apalagi rangkaian haji butuh fisik prima. Jangan sampai keberangkatan jemaah justru menjadi beban yang membahayakan jiwa mereka. Atau membuka celah eksploitasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.