Bank Dunia Tetapkan Pendapatan di Bawah Rp1,51 Juta Sebagai Batas Kemiskinan

Bank Dunia Tetapkan Pendapatan di Bawah Rp1,51 Juta Sebagai Batas Kemiskinan

Bank Dunia menetapkan ambang batas terbaru garis kemiskinan internasional untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (Upper-Middle Income Countries/UMICs). Berdasarkan standar baru ini, warga Indonesia dengan penghasilan di bawah Rp1,51 juta per bulan dikategorikan sebagai miskin.

Angka tersebut berasal dari garis kemiskinan global versi UMIC yang dipatok sebesar US$8,30 per hari, lalu dikonversi ke rupiah dengan pendekatan

Purchasing Power Parity (PPP)

tahun 2021. Metode ini tidak menggunakan kurs pasar langsung, melainkan memperhitungkan daya beli riil masyarakat Indonesia dibandingkan negara lain.

Dengan ambang batas baru ini, sebanyak 68,3% penduduk Indonesia tergolong miskin menurut standar UMIC Bank Dunia. Jika menggunakan standar negara berpendapatan menengah bawah (Lower-Middle Income Countries/LMICs) sebesar US$4,20 per hari atau sekitar Rp765 ribu per bulan, maka persentase kemiskinan Indonesia tercatat 19,9%. Sementara itu, 5,4% dikategorikan miskin ekstrem jika menggunakan ambang US$3 per hari, atau sekitar Rp546 ribu per bulan.

Kenaikan angka kemiskinan ini bukan disebabkan oleh memburuknya kondisi ekonomi, melainkan akibat penyesuaian global atas batas garis kemiskinan. Bank Dunia mencatat banyak negara kini menetapkan standar hidup minimum yang lebih tinggi.

“Banyak negara menaikkan ambang batas garis kemiskinannya, seiring dengan meningkatnya standar hidup minimum yang dianggap layak,” tulis Bank Dunia dalam laporan

The World Bank’s Updated Global Poverty Lines: Indonesia

, Jumat (13/6).

Indonesia sendiri resmi masuk kategori UMIC sejak 2023 dengan pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita sebesar US$4.810. Ini masih berada di batas bawah UMIC, yang berkisar antara US$4.466–US$14.005. Maka tak heran, garis kemiskinan Indonesia juga disesuaikan naik mengikuti standar global negara sekelasnya.


Beda Perhitungan BPS dengan Bank Dunia

Maka, lebih banyak penduduk Indonesia tergolong miskin jika dibandingkan dengan standar UMIC daripada LMIC. Meski begitu, garis kemiskinan nasional tetap menjadi acuan utama kebijakan pemerintah.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan Indonesia per September 2024 adalah 8,57%. Garis kemiskinan nasional dibuat berdasarkan kondisi spesifik di Indonesia dan digunakan untuk kebijakan domestik seperti penyaluran bantuan sosial.

“Garis kemiskinan nasional paling relevan untuk kebijakan dalam negeri. Sedangkan garis internasional digunakan untuk membandingkan Indonesia dengan negara lain,” tulis Bank Dunia.

Sementara garis kemiskinan internasional dari Bank Dunia digunakan untuk perbandingan antarnegara dan pemantauan global. Maka tak heran jika hasilnya lebih tinggi karena tujuannya memang berbeda.

Bank Dunia menghitung kemiskinan menggunakan data survesi rumah tangga SUSENAS, sama seperti BPS. Tapi, cara mengolah datanya berbeda. Bank Dunia menyesuaikan data berdasarkan tiga hal:

  • Perbedaan harga dari waktu ke waktu (pakai consumer price index),
  • Perbedaan harga antar daerah (kabupaten/kota),
  • Perbedaan harga antarnegara (pakai PPP).

Sementara BPS tidak memakai indeks harga konsumen (CPI) untuk menyesuaikan harga dari waktu ke waktu. Garis kemiskinan BPS dihitung terpisah untuk wilayah kota dan desa di setiap provinsi. Karena hanya dipakai untuk Indonesia, garis kemiskinan BPS tidak membutuhkan penyesuaian PPP.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com