news  

Bandung Terjebak Macet, Pakar ITB Kritik Kurangnya Pilihan Transportasi Umum

Bandung Terjebak Macet, Pakar ITB Kritik Kurangnya Pilihan Transportasi Umum

Bandung, Kota yang Terjebak dalam Kemacetan

Kota Bandung kini menjadi salah satu kota paling macet di Indonesia, bahkan melampaui Jakarta sejak tahun 2019 berdasarkan laporan indeks kemacetan dari TomTom Traffic Index. Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah kemacetan tidak lagi hanya menjadi isu Jakarta, tetapi juga menghampiri kota-kota lain, termasuk Bandung.

Tidak Ada Pilihan Transportasi Umum yang Layak

Menurut Sony Sulaksono Wibowo, pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), kondisi ini wajar karena kurangnya alternatif transportasi umum yang dapat diandalkan bagi warga Bandung. Berbeda dengan Jakarta yang memiliki berbagai pilihan seperti MRT, LRT, TransJakarta, hingga kereta komuter yang saling terhubung, warga Bandung justru bergantung sepenuhnya pada kendaraan pribadi.

“Warga Bandung tidak punya pilihan lain. Karena tidak ada angkutan umum yang memadai, akhirnya semua bergantung pada motor dan mobil pribadi. Jadilah kemacetan sebagai rutinitas harian,” ujar Sony.

Infrastruktur Transportasi yang Minim dan Kebijakan yang Tidak Konsisten

Masalah ini diperparah oleh lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam membangun sistem transportasi umum. Sony menyebut bahwa pemerintah kota Bandung selama ini tidak memiliki perencanaan transportasi yang berkelanjutan. Setiap pergantian kepemimpinan membawa program yang tidak saling terhubung, bahkan cenderung terputus.

“Jakarta bisa konsisten dengan pengembangan transportasi umum karena punya perencanaan jangka panjang yang dijalankan siapa pun gubernurnya. Di Bandung, tiap wali kota datang dengan rencana sendiri-sendiri tanpa kesinambungan,” tegasnya.

Stagnasi Trayek Angkot dan Ketidakmerataan Distribusi

Masalah lainnya adalah stagnasi trayek angkot di Bandung sejak era 1980-an. Saat pemerintah mencoba melakukan perombakan trayek, sering kali terhenti karena penolakan dari sopir angkot. Selain itu, distribusi trayek angkot juga tidak merata. Sebagian besar trayek terkonsentrasi di pusat dan selatan kota, sementara wilayah timur Bandung yang memiliki populasi besar justru nyaris tidak tersentuh oleh transportasi umum.

“Di timur Bandung hanya ada sedikit trayek. Padahal, wilayah itu berkembang pesat dan jumlah penduduknya cukup besar. Ini menunjukkan kurangnya perencanaan spasial dalam sistem transportasi,” ujarnya.

Harapan yang Mulai Memudar

Di awal masa kepemimpinan Wali Kota M. Farhan dan Wakil Wali Kota Dedi Mulyadi, Sony sempat berharap adanya perubahan berarti dalam sistem transportasi publik. Namun, seiring waktu, harapan itu mulai memudar dan hanya berujung pada wacana.

“Saya dulu cukup optimistis. Tapi kalau sampai akhir tahun belum ada langkah nyata, berarti hanya jadi janji kosong,” katanya.

Perlu Langkah Nyata dan Inovasi

Para pengamat transportasi menilai bahwa Bandung perlu segera membenahi sistem transportasi dengan langkah konkret. Salah satunya adalah pengembangan jalur sepeda yang aman, trotoar yang nyaman untuk pejalan kaki, serta moda transportasi massal yang terintegrasi dan terjangkau.

Penggunaan transportasi berbasis listrik dan digitalisasi sistem angkutan umum juga menjadi solusi masa depan yang seharusnya mulai dijajaki. Bandung sebagai kota pelajar dan tujuan wisata utama di Jawa Barat memiliki potensi besar jika pengelolaan mobilitasnya dilakukan secara profesional dan terencana.

Tanpa langkah nyata, kemacetan di Bandung diprediksi akan semakin parah dan berdampak buruk terhadap ekonomi, lingkungan, dan kualitas hidup masyarakat.

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com