Rombongan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang dipimpin oleh Anis Hidayah mendatangi kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada Rabu (11/6/2025). Kehadiran mereka disambut oleh Pelaksana Tugas Wakil Jaksa Agung Asep Nana Mulyana, Jampidsus Febrie Adriansyah, dan sejumlah petinggi kejaksaan.
Mereka semua sepakat untuk mendorong 13 peristiwa pelanggaran HAM untuk dibawa ke pengadilan. Anis menegaskan bahwa pelanggaran HAM sudah diselidiki oleh Komnas HAM melalui penelitian yang komprehensif dan melibatkan banyak pihak.
“Mendorong pelaksanaan pengadilan HAM atas16 peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM,” kata Anis dalam keterangan pers yang diterima Tirto, Kamis (12/6/2025).
Anis meyakini bahwa, penguatan kerja sama antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung semakin erat daripada periode sebelumnya. Dia meyakini kasus HAM yang sebelumnya terombang ambing tanpa kejelasan putusan hukum, dapat diselesaikan sesegera mungkin.
“Penguatan kerja sama antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, khususnya dalam bidang kolaborasi hukum dan penanganan pelanggaran HAM berat,” kata dia.
Dirinya mengungkapkan, penanganan kasus HAM berat di masa depan akan diselesaikan secara kolaboratif. Bentuk kolaborasi penyelesaian pelanggaran HAM berat melalui litigasi dengan penguatan fakta peristiwa dan pembuktian antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.
“Ditegaskan dalam pertemuan ini bahwa akan dilaksanakan kolaborasi penyelesaian pelanggaran HAM berat,” kata Anis.
Sedangkan pelanggaran HAM berat yaitu kasus Paniai sedang dalam proses kasasi di Mahkamah Agung. “Yang belum ditindaklanjuti 13 (kasus), sedang satu kasus masih proses kasasi,” kata dia.
Dalam pembahasan dengan Kejaksaan Agung, Komnas HAM membawa 13 kasus HAM berat, antara lain:
1. Peristiwa pembantaian 1965-1966
2. Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985
3. Peristiwa Talangsari 1989
4. Peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan II 1998-1999
5. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
6. Penghilangan Paksa 1997-1998
7. Peristiwa Wasior 2001
8. Peristiwa Wamena 2003
9. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
10. Peristiwa Simpang KKA 1999
11. Peristiwa Jambo Keupok 2003
12. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Lainnya 1989-1998
13. Timang Gajah Bener Meriah, dan Aceh 2000-2003.
Penyelesaian Kasus HAM Berat Harus Komprehensif
Direktur Pelanggaran HAM Berat pada Jampidsus, Pathor Rohman, enggan berkomentar perihal pertemuan antara pihaknya dengan Komnas HAM. Pathor menjelaskan bahwa mereka akan memperlakukan proses penanganan 13 kasus HAM berat yang dibawa Komnas HAM tersebut sesuai dengan aturan perundangan.
“Iya, penanganan kasus HAM tetap sama, sesuai dengan aturan yang ada,” kata Pathor saat dihubungi Tirto, Jumat (13/6/2025).
Saat dikonfirmasi mengenai tudingan sejumlah anggota koalisi masyarakat sipil bahwa kasus ini hanya sekedar pencitraan publik, Pathor enggan menanggapinya.
“Maaf ya, cukup, terimakasih,” kata dia.
Direktur LBH Banda Aceh, Aulianda Wafisa, mengingatkan kepada Komnas HAM agar terus memantau dan mendesak Kejaksaan untuk segera menuntaskan seluruh kasus HAM berat ditangani dengan paripurna. Setidaknya bisa diadili di pengadilan, dan para pelakunya bisa dikenakan dakwaan.
Dia khawatir, apabila merunut pada periode penanganan kasus HAM sebelumnya, Komnas HAM terkesan di-‘ping-pong’ dengan alasan kurang bukti, syarat formil dan sebagainya. Menurutnya, apabila Kejaksaan serius menangani kasus ini, dapat menghilangkan impunitas yang selama ini kerap terjadi di Indonesia.
“Selama ini kan proses penanganan bolak-balik dari Kejaksaan Agung dikembalikan ke Komnas HAM, kemudian dikembalikan ke Kejaksaan Agung, entah katanya kurang cukup syarat, kurang syarat formil, dan lain sebagainya,” kata dia.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, yang meminta Kejaksaan untuk tidak lagi mencari-cari alasan sehingga 13 kasus HAM berat tersebut harus kembali tertunda. Dia juga meminta Kejaksaan agar Komnas HAM diberikan kewenangan dan mandat tambahan sehingga bisa melakukan upaya paksa saat proses penyelidikan dan penyidikan yang selama ini terhambat.
“Maka mandatkan kepada Komnas HAM sebagai penyidik untuk melakukan upaya-upaya paksa,” kata Isnur.
Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana, meminta masyarakat untuk ikut mendorong proses penanganan 13 kasus ham melalui jalur hukum. Dia tidak ingin, kasus HAM hanya sekedar menjadi ajang komoditas politik demi meraih suara pencitraan publik.
“Jangan sampai Kasus kejahatan HAM seperti kasus Marsinah, kasus Munir dan lain-lain hanya dijadikan komoditas politik,” kata dia.
Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, berjanji bahwa pihaknya akan mengawal kolaborasi Komnas HAM dan Kejaksaan dalam penanganan 13 kasus HAM berat. Menurutnya, penyelesaian kasus HAM berat perlu melibatkan banyak pihak termasuk Kementerian Hukum dan Kementerian HAM.
“Penyelesaian Pelanggaran HAM masa lalu ini perlu melibatkan banyak pihak untuk duduk bersama. Korban, Komnas HAM, Kejaksaan, Kementerian Hukum, Kementerian HAM, dan lainnya perlu duduk bersama cari solusi terbaik. Komisi XIII DPR akan sangat siap memfasilitasi hal ini,” kata Willy saat dihubungi Tirto, Jumat.
Dia menerangkan, proses penyelesaian kasus HAM tidak hanya berpatok pada jalur meja hijau. Menurutnya, ada banyak spektrum keadilan yang menurutnya perlu dipertimbangkan agar penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu bisa memberi manfaat bagi korban dan bagi kemajuan bangsa.
“Penyelesaian hukumnya diajukan konsepnya, penyelesaian kerugian korbannya diajukan, demikian juga bagaimana aturan agar negara tidak mengulang. Ini semua harus didialogkan tanpa harus saling tuding dan dengan semangat untuk pemajuan praktek bernegara. Sempat ada usulan soal revisi UU KKR ke DPR, ini juga bisa kita pakai sebagai momen mendialogkan semuanya,” kata dia.