news  

Aura Pertanian: Kekuatan Anak Muda yang Jadi Tren Global

Aura Pertanian: Kekuatan Anak Muda yang Jadi Tren Global

Fenomena Aura Farming yang Menarik Perhatian Dunia

Di tengah dominasi konten digital yang penuh efek dan cepat, muncul sebuah video sederhana dari Kuansing, Riau, yang justru menarik perhatian dunia. Video tersebut memperlihatkan seorang anak kecil berdiri di ujung perahu, menari dengan tenang, tatapan lurus ke depan, dan tangan berputar pelan. Tidak ada kata-kata atau editan dramatis, tetapi aura yang terpancar begitu kuat. Inilah yang disebut sebagai fenomena aura farming.

Istilah aura farming mulai populer di media sosial sejak akhir 2024, khususnya di TikTok dan Instagram Reels. Konsep ini merujuk pada usaha untuk membangun aura atau kharisma secara perlahan dan konsisten, tetapi terlihat alami dan tidak dibuat-buat. Dalam dunia gim, farming biasanya mengacu pada proses mengumpulkan poin atau item dengan kerja keras dan konsisten. Di dunia digital, aura farming merujuk pada upaya membangun citra diri yang tenang, percaya diri, dan memiliki daya tarik sendiri tanpa perlu banyak berbicara.

Fenomena ini semakin menarik ketika budaya lokal Indonesia turut ikut serta. Sebuah video yang menampilkan seorang bocah menari di atas perahu Pacu Jalur—lomba tradisional asal Riau—telah viral di media sosial internasional. Banyak orang menyebutnya sebagai the real aura farming. Gerakannya sederhana: berdiri seimbang di ujung perahu, tangan bergerak pelan, kepala tegak. Meski sederhana, semua orang merasa bahwa anak itu punya aura. Banyak pengguna media sosial dari luar negeri menyebut video itu sebagai satisfying dan hypnotic.

Di era di mana hampir semua orang berusaha keras terlihat menarik, momen ini terasa jujur. Tidak ada usaha untuk terlihat keren—tapi justru karena itulah jadi sangat keren. Bahkan dua klub sepak bola ternama Eropa, PSG dan AC Milan, turut meramaikan tren ini dengan membuat video yang meniru gerakan tersebut. Di dalam negeri, Gibran Rakabuming juga ikut ambil bagian, menari sambil menyebut dirinya sedang melakukan aura farming. Tradisi Pacu Jalur, yang sebelumnya hanya dikenal di wilayah Sumatera, kini mulai mendapat sorotan di tingkat global.

Bagi sebagian orang, tren ini hanya hiburan. Tapi bagi yang memperhatikan lebih dalam, ini adalah cara baru menyampaikan identitas diri. Aura farming mengajarkan bahwa tidak semua harus tampil keras dan cepat. Ada nilai dalam ketenangan. Ada kekuatan dalam kesederhanaan.

Fenomena ini juga menunjukkan bahwa budaya lokal bisa sangat relevan di era digital. Anak-anak Riau, dengan tradisinya yang turun-temurun, justru bisa menjadi simbol karisma yang dikagumi dunia. Namun, meski tampak positif, tren ini juga bisa membawa tekanan sosial baru. Tidak semua orang bisa tampil percaya diri seperti anak dalam video itu. Jika disalahpahami, aura farming bisa menjadi standar baru yang membuat orang merasa harus selalu tampil “berkharisma” meski sedang tidak baik-baik saja.

Psikolog budaya dari Universitas Indonesia, Dr. Arif Prasetyo, menyebutkan bahwa “Tren visual seperti ini perlu dikritisi juga karena bisa memicu FOMO (fear of missing out) atau tekanan untuk selalu tampil menarik, bahkan dalam keadaan biasa-biasa saja.”

Aura farming mengingatkan kita bahwa pesona sejati tidak selalu berasal dari teknologi, kamera mahal, atau editan canggih. Kadang justru muncul dari hal-hal yang paling sederhana: berdiri dengan percaya diri, hadir sepenuh hati, dan melakukan sesuatu dengan jiwa yang tenang. Mungkin itulah mengapa seorang anak kecil dari Riau bisa menginspirasi dunia. Karena aura terbaik memang tidak perlu dijelaskan. Ia cukup dirasakan.