news  

Asal Dzo, Kloning Sel Somatik Pertama Dunia

Asal Dzo, Kloning Sel Somatik Pertama Dunia

Inovasi Kloning di Dataran Tinggi Xizang

Pengembangan teknologi kloning telah mencapai titik penting dengan kelahiran Dzo, hasil kloning sel somatik pertama di dunia. Penemuan ini berasal dari daerah otonom Xizang dan menawarkan peluang baru dalam pemuliaan ternak serta pelestarian spesies yang terancam punah.

Dzo adalah hasil persilangan antara sapi betina dan lembu jantan lokal. Hewan ini memiliki kemampuan adaptasi luar biasa terhadap kondisi ekstrem dataran tinggi Qinghai-Tibet. Keberadaannya memberikan manfaat ekonomi yang signifikan, termasuk produksi susu, daging yang efisien dan bergizi, serta kekuatan angkut yang baik.

Pada 12 Mei 2025, Dzo jantan lahir melalui operasi caesar di Xizang dengan berat 26 kilogram. Hasil pengujian genetik menunjukkan bahwa hewan tersebut merupakan salinan genetik identik dari dzo pendonor. Hingga lebih dari dua bulan setelah kelahiran, Dzo jantan itu dilaporkan sehat dan stabil.

Proyek kloning ini dipimpin oleh tim kolaboratif yang terdiri dari Institut Ilmu Hewan (IAS) di bawah Akademi Ilmu Pertanian Cina (CAAS), akademi ilmu pertanian dan peternakan, serta fasilitas peternakan dan kedokteran hewan di Xizang. Mereka juga bekerja sama dengan Universitas Pertanian Cina dan Northeastern University.

Menurut Yu Dawei, peneliti dari CAAS-IAS yang memimpin penelitian tersebut, inovasi ini menjadi penerapan pertama yang berhasil dari kloning sel somatik in situ di dataran tinggi Xizang, khususnya untuk konservasi dan pemanfaatan sumber daya genetik yang telah disesuaikan secara lokal.

Dzo jantan yang diketahui tidak subur menyulitkan penyebaran genetik unggul secara alami. Selain itu, teknik transfer embrio yang penting untuk pemuliaan belum berkembang optimal di Xizang. Hal ini membuat upaya pembiakan masih bergantung pada kawin silang buatan berulang, yang biayanya tinggi dan menyulitkan industrialisasi.

Dalam penelitian ini, ilmuwan mengekstrak sel somatik dari telinga dzo dewasa berusia 9 tahun. Inti dari sel tersebut kemudian dipindahkan ke dalam sel telur sapi yang intinya telah diangkat, untuk menghasilkan embrio hasil kloning. Embrio ini kemudian ditanamkan ke induk dzo pengganti yang menjalani kehamilan di tengah tantangan lingkungan dataran tinggi, seperti suhu dingin dan kadar oksigen rendah.

“Kloning ini memungkinkan pewarisan stabil dari sifat-sifat unggul yang diinginkan, seperti hasil panen yang tinggi dan ketahanan terhadap lingkungan,” kata Yu. Teknologi ini juga membuka jalan pembiakan ternak bibit unggul berkualitas tinggi secara massal.

Tantangan dan Solusi dalam Proses Kloning

Kloning di dataran tinggi menghadirkan tantangan ilmiah tersendiri. Tim peneliti mengatasi kesulitan melalui inovasi teknis utama, termasuk pengembangan sistem kultur embrio yang disesuaikan dengan kondisi dataran tinggi. “Memastikan perkembangan awal embrio melalui pengendalian parameter, seperti suhu dan pH, secara berpresisi,” tutur Yu.

Protokol pemilihan induk pengganti juga telah dioptimalkan guna meningkatkan peluang keberhasilan kehamilan. Yu menambahkan, sistem yang telah tervalidasi ini juga membuka peluang untuk pelestarian spesies dataran tinggi yang terancam punah lainnya melalui penyimpanan gen (gene banking) dan restorasi di habitat aslinya, seperti antelop Tibet dan yak.

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com