,
Jakarta
– Hingga saat ini
belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit
diabetes
. Karena itu, mencegah penyakit diabetes perlu dilakukan. Salah satu cara yang diyakini bisa mencegah diabetes adalah dengan pola makan menggunakan pati resisten.
Benarkah Pati Resisten Dapat Mencegah Diabetes?
The University of Sydney
melaporkan terdapat sejumlah bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa
pati resisten
dapat memberikan manfaat bagi seseorang yang menderita atau berisiko mengalami diabetes.
Tinjauan sistematis pada 2019 terhadap 15 uji klinis menemukan suplementasi diet dengan pati resisten menghasilkan penurunan kadar glukosa darah puasa dan kadar insulin puasa (kadar gula dan kadar hormon insulin dalam darah yang diukur setelah seseorang berpuasa selama minimal 8–12 jam), serta resistensi insulin pada penderita diabetes tipe 2 dan individu dengan obesitas—jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, yakni kelompok yang tidak diberi suplementasi pati resisten.
Namun efek serupa tidak ditemukan pada seseorang yang kelebihan berat badan tanpa riwayat diabetes. Penelitian tersebut juga mencatat bahwa konsumsi pati resisten sebesar 30-40 gram per hari efektif menurunkan kadar glukosa darah puasa. Sedangkan dosis 10 gram per hari sudah cukup untuk menurunkan kadar insulin puasa.
Mekanisme pasti bagaimana pati resisten mempengaruhi kadar glukosa darah dan insulin masih belum sepenuhnya dipahami. Namun salah satu hipotesis utama menyatakan bahwa efek tersebut berkaitan dengan perubahan pada komposisi bakteri usus.
Tinjauan penelitian pada 2020 menyimpulkan bahwa pati resisten berpotensi memodifikasi mikrobiota usus melalui peningkatan produksi enzim pencerna pati, merangsang pembentukan metabolit usus yang bermanfaat seperti asam lemak rantai pendek, memperkuat fungsi penghalang usus, dan mengurangi peradangan.
Kendati demikian, studi lanjutan tetap diperlukan untuk memastikan efektivitas dan mekanisme kerjanya secara lebih mendalam.
Menurut
Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO
) di Australia, rata-rata asupan pati resisten pada orang dewasa di negara tersebut hanya berkisar antara 3 hingga 9 gram per hari. Padahal, rekomendasi asupan untuk mendukung kesehatan usus adalah sebesar 15 hingga 20 gram per hari.
Jenis-jenis Pati Resisten
Dilansir dari
WebMD
, berikut empat jenis utama pati resisten yang dibedakan berdasarkan asal dan cara terbentuknya:
Tipe 1
Pati resisten tipe 1 terdapat pada biji-bijian utuh dan padi-padian yang belum sepenuhnya digiling, serta pada beberapa makanan bertepung yang memiliki tekstur padat. Jenis pati ini terperangkap di dalam dinding sel berserat sehingga tidak dapat dicerna, kecuali telah melalui proses penggilingan atau penghancuran.
Tipe 2
Ditemukan pada makanan bertepung seperti pisang mentah dan kentang mentah. Pati tipe ini memiliki struktur padat yang membuatnya sulit dipecah oleh enzim pencernaan dan sulit tercerna secara optimal oleh enzim pencernaan.
Tipe 3
Terbentuk melalui proses memasak dan kemudian mendinginkan makanan bertepung, seperti kentang atau nasi. Pendinginan menyebabkan perubahan struktur pada sebagian pati, mengubahnya menjadi bentuk yang resisten terhadap pencernaan.
Tipe 4
Merupakan jenis pati yang telah dimodifikasi secara kimia melalui proses industri. Biasanya terdapat dalam produk olahan seperti roti, kue, dan makanan panggang lainnya.
Cara Kerja Pati Resisten
Dilansir dari
Healthline
, pati resisten bekerja dengan cara menyerupai serat larut yang dapat difermentasi. Setelah dikonsumsi, zat ini tidak tercerna saat melewati lambung dan usus halus, kemudian mencapai usus besar dan menjadi sumber makanan bagi bakteri baik dalam saluran pencernaan.
Bakteri usus atau mikrobiota jumlahnya diperkirakan melebihi sel-sel tubuh manusia dengan rasio sekitar 10 banding 1. Artinya, sebagian besar komponen dalam tubuh manusia terdiri dari mikroorganisme tersebut.
Jika sebagian besar makanan hanya mendukung sekitar 10 persen sel tubuh, serat fermentabel dan pati resisten justru memberi nutrisi bagi 90 persen lainnya, yakni pada mikrobiota usus.
Pati resisten membantu menumbuhkan
bakteri
baik serta berkontribusi terhadap keseimbangan dan keragaman mikrobiota usus. Selama proses fermentasi, bakteri akan menghasilkan senyawa seperti gas dan asam lemak rantai pendek, terutama butirat yang memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan sistem pencernaan.