news  

Anak Paling Rentan Terserang, Kenali Dengue Shock Syndrome yang Lebih Berbahaya dari DBD Biasa

Anak Paling Rentan Terserang, Kenali Dengue Shock Syndrome yang Lebih Berbahaya dari DBD Biasa

– Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan mengalami dampak berat akibat penyakit dengue. Bukan hanya Demam Berdarah Dengue (DBD) biasa, tetapi juga kondisi yang jauh lebih berbahaya, yaitu Sindrom Syok Dengue (DSS), sebuah komplikasi mematikan yang ditandai dengan perdarahan hebat dan penurunan tekanan darah yang sangat signifikan.

DSS lebih sering menyerang anak-anak dan dapat menyebabkan akibat yang mematikan jika tidak segera ditangani. Perayaan Hari Anak Nasional 2025 menjadi kesempatan untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyakit ini.

Data global menunjukkan bahwa pada tahun 2024, terdapat lebih dari 14 juta kasus demam berdarah di seluruh dunia, angka tertinggi sejak pengumpulan data global dimulai pada 2010. Di kawasan Asia saja, tercatat 884.402 kasus dengan 1.008 kematian. Sementara itu, di Indonesia, Kementerian Kesehatan melaporkan hingga minggu ke-25 tahun 2025, telah terjadi 79.843 kasus dengue dengan 359 kematian, dan tingkat kematian (CFR) mencapai 0,45%. Angka-angka ini memperkuat fakta bahwa dengue bukan hanya masalah musiman, tetapi ancaman nyata yang dapat menyerang siapa saja, khususnya anak-anak.

“Dengue bukan penyakit yang hanya muncul pada musim tertentu, virusnya dapat ditemukan sepanjang tahun dan mampu menyerang siapa saja, di mana saja, tanpa memandang usia atau kebiasaan hidupnya,” kata dr. Atilla Dewanti, Dokter Spesialis Anak Konsultan Neurologi, Senin (28/7).

Ia menyampaikan, gejala demam berdarah memang sering menyerupai flu, seperti demam tinggi, sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, hingga ruam pada kulit. Namun, jika tidak segera ditangani, demam berdarah dapat berkembang menjadi DSS.

“Jika tidak terdeteksi sejak dini, DSS bisa sangat berbahaya. Hal ini sering terjadi pada anak-anak,” tegasnya.

Dr. Atilla juga menjelaskan bahwa virus dengue terdiri dari empat jenis yang berbeda, dan seseorang dapat tertular lebih dari satu kali.

“Sesudah sembuh dari satu jenis virus, seseorang hanya kebal terhadap jenis tersebut. Jika tertular jenis lain, risikonya justru bisa lebih berat,” katanya.

Sayangnya, sampai saat ini belum ditemukan pengobatan khusus untuk mengatasi demam berdarah, sehingga pengelolaan hanya fokus pada pengurangan gejala. Oleh karena itu, tindakan pencegahan seperti 3M Plus dan vaksinasi sangat penting dilakukan.

“Vaksin demam berdarah telah disarankan untuk anak-anak maupun orang dewasa. Namun tetap harus sesuai dengan dosis dan petunjuk dari dokter,” tambahnya.

Mengenai hal tersebut, Direktur Eksekutif PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht, menegaskan komitmen perusahaan dalam menjaga keselamatan anak-anak dari ancaman demam berdarah.

“Pada perayaan Hari Anak Nasional, kita diingatkan bahwa setiap anak berhak tumbuh sehat dan terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah seperti demam berdarah,” katanya.

Ia menyampaikan bahwa ribuan keluarga di Indonesia kehilangan anak-anak mereka setiap tahun akibat demam berdarah, yang sebenarnya dapat dicegah melalui tindakan sederhana dan vaksinasi.

“Kami dari Takeda terus mendukung program pendidikan dan pencegahan demam berdarah secara berkelanjutan. Kerja sama dengan pemerintah, tenaga kesehatan, media, serta masyarakat menjadi kunci dalam mencapai tujuan besar: Nol Kematian akibat Dengue pada tahun 2030,” tutup Andreas.