,
Jakarta
Ketua Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengkritik tindakan kepolisian yang membebaskan sementara para mahasiswa.
ITB
Tidak sepenuhnya benar. Di tanggal 11 Mei 2025, Bareskrim Polri memperpanjang masa tahanan mahasiswa bernama awal SSS, dia ditetapkan sebagai tersangka atas unggahan meme tentang Presiden Prabowo Subianto mencium eks presiden.
Joko Widodo
.
Usman Hamid berpendapat bahwa penundaan terhadap mahasiswa tersebut tetap saja tidak tepat. Menurutnya, “Tindakan penundaan ini dengan jelas masih membawa makna serta kesan bahwa tindakan dari seorang mahasiswi ITB tersebut adalah suatu pelanggaran hukum; meskipun demikian, dikarenakan adanya kontroversi sehingga proses hukumnya menjadi tertunda.” Hal tersebut disampaikan oleh Usman ketika diwawancara pada hari Senin, tanggal 12 Mei 2025.
Usman yakin bahwa kritikan melalui meme yang diciptakan dengan teknologi kecerdasan buatan tidak termasuk sebagai pelanggaran hukum. Ia mengatakan bahwa detensi seorang mahasiswi dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) pun tidak didasari oleh dasar undang-undang. Oleh karena itu, jika pihak kepolisian mem-postpone kasus mahasiswa SSS, Usman merasa hal tersebut hanya diambil untuk menyahuti tekanan masyarakat. Menurutnya, ini semacam upaya penyembunyian kesalahan. “Ini lebih seperti refleksi bagaimana mereka menutupi kelalaian,” katanya.
Usman mengatakan bahwa langkah yang seharusnya diambil kepolisian adalah melepaskan mahasiswa SSS tanpa adanya persyaratan apa pun. Ia juga menekankan bahwa pembebasan tersebut mesti berdasarkan alasan tak ditemukannya indikasi pelanggaran hukum dalam data digital SSS yang digunakan sebagai dalih penahanan.
“Dimana akal sehat dari undang-undang dan keadilan menyebabkan pembuatan meme politik semacam itu kemudian mendapat hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 12 miliar?” tanya Usman dengan protes. Menurutnya, jenis logika hukum ini hanya ada di negeri yang menjunjukkan polisi otoriter.
Maka Usman mengambil kesimpulan bahwa penangkapan serta penghentian kebebasan mahasiswa ITB sejak awal telah melanggar aturan hukum yang tepat, yakni prinsip legalitas, necesitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas.
Sebelumnya, tim Bareskrim dari Polri berhasil menangkap mahasiswa bernama SSS di asramanya yang berada di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat pada hari Selasa, tanggal 6 Mei 2025. Setelah itu, pihak kepolisian memutuskan untuk menahan dia mulai besok, tepatnya 7 Mei 2025. Penahanan ini dilakukan karena polisi menyatakan bahwa tindakan sang mahasiswa melanggar hukum moral seperti tertera dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik atau biasa dikenal sebagai UU ITE. Dalam kasus tersebut, tuduhan ditujukan sesuai dengan Pasal 45 ayat (1) bersama dengan Pasal 27 ayat (1), serta juga mencakup pelanggaran Pasal 51 ayat (1).
Bareskrim selanjutnya memundakan penetapan penahanan tersebut pada tanggal 11 Mei 2025 berdasarkan permintaan dari SSS, sang ayah, pengacara, dan ITB. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman pun ikut menyatakan dirinya sebagai jamin untuk mencegah pemidanaan kembali terhadap SSS.
Kepala Biro Informasi Publik dari Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia, Brigadier Jenderal Trunoyodo Wisnu Andiko, menyebut bahwa tersangka merasa penyesalan dan berniat baik untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Ia menambahkan, “Tersangka serta keluarganya telah meminta maaf kepada Pak Prabowo dan Jokowi.” Pernyataan ini disampaikan oleh Trunoyudo saat berada di Kompleks Bareskrim, Jakarta, pada hari Minggu malam.
Hammam Izzudin
dan
Anwar Siswandi
bersumbang dalam penyusunan artikel ini.