Alasan Gubernur Lemhannas: Mengapa Pendidikan Militer Tidak Hanya Untuk Anak Nakal

Alasan Gubernur Lemhannas: Mengapa Pendidikan Militer Tidak Hanya Untuk Anak Nakal


GUBERNUR Jawa Barat
Dedi Mulyadi
menjemput anak yang dianggap bandel menuju barak
militer
Program bernama Pendidikan Karakter, Disiplin, serta Bela Negara Khusus ini berkolaborasi dengan TNI Angkatan Darat dan sudah dimulai sejak hari Kamis, tanggal 1 Mei 2025.


Program ini ditujukan untuk peserta didik yang memiliki perilaku tertentu, termasuk tawuran, perokok, peminum alkohol, serta menggunakan knalpot bermasalah. Menurut Dedi, kegiatan tersebut akan diselenggarakan di dua lokasi: Lapangan Kujang Rindam III/Siliwangi di Bandung dan Markas Resimen Armed 1/Sthira Yudha/1 Kostrad di Kabupaten Purwakarta.


“Program ini memiliki efek yang menguntungkan bagi peningkatan disiplin siswa,” ujar Dedi ketika melakukan inspeksi atas implementasi program itu di Purwakarta pada hari Sabtu, 3 Mei 2025.


Merespons kebijakan Dedi Mulyadi, Gubernur Lemhanas Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa pendidikan militer tidak ditujukan bagi anak-anak bermasalah, tetapi kepada individu-individu yang dipilih karena kualitas dan kepribadian mereka yang unggul.


Dia merespons ide dari Dedi Mulyadi yang mengusulkan untuk membangun kembali murid-murid dengan masalah melalui sebuah program pelatihan di barak militer.


“Harap jangan sampai ada stigma yang mengatakan jika seseorang bersikap tidak baik maka akan dipindahkan ke barak militer,” ungkap Ace selama penyampaian pidato pada perayaan syukur dan orasi nasional untuk memperingati ulang tahun ke-60 Lembaga Manajemen Pertahanan Nasional (Lemhanas) di Jakarta, hari Selasa, tanggal 20 Mei 2025, sebagaimana dilansir dari media tersebut.
Antara
.


Ace menyebutkan, selain membentuk kedisiplinan dan patriotisme, kewibawaan pendidikan militer harus dijaga sebagai pendidikan yang diarahkan untuk aspek akademis, emosional, serta kepemimpinan, yang harus dibentuk berdasarkan proses sesuai dengan tumbuh kembang anak.


Sebab, kata dia, perilaku seorang anak pasti dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan sosial, lingkungan keluarga, maupun lingkungan hak asuh yang diberikan oleh orang tuanya.


Oleh karena itu, terkait dengan rencana penilaian untuk mendidik murid-murid bermasalah lewat program bimbingan di asrama militer, Ace berkeinginan agar evaluasi dapat dipahami dari sudut pandang yang menyeluruh dan komprehensif. Sudut pandang ini menekankan bahwa pendampingan bagi anak-anak yang memiliki masalah tingkah laku perlu dipersepsikan sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan.


“Contohnya, tidak boleh sembarangan menempatkan orang atau anak-anak yang memiliki masalah langsung ke dalam militer,” katanya.


Sebagai gantinya membawa anak bandel ke barak militer, Ace mengusulkan agar ada lembaga alternatif untuk meningkatkan tingkah laku mereka.


Dia menyebutkan bahwa Indonesia telah mempunyai lembaga-lembaga terkait, misalnya dalam bidang pendidikan, serta badan seperti KPAI atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA), dan seterusnya.



Pemerintah Tinjau Penempatan Pelajar Bermasalah di Barak Militer



Sekilanya, Kepala Kantor Komunikasi Presiden (PCO), Hasan Nasbi, menyampaikan bahwa pihak pemerintahan berencana meninjau ide Dedi Mulyadi terkait pembinaan pelajar yang memiliki masalah dalam barak tentara.


Namun, Hasan mengatakan bahwa asalkan program tersebut tidak bertentangan dengan peraturan atau hak-hak anak-anak, serta memperoleh izin dari orangtua mereka, jenis pendidikan seperti ini bisa dipikirkan kembali.


“Selama tidak menyalahi aturan dasar, namun pemerintah akan melakukan pengecekan dan pertimbangan terkait hal tersebut. Kebijakan-kebijakan baru serta inisiatif-inisiatif tertentu pasti akan dibicarakan dalam rapat internal pemerintahan,” jelas Hasan saat ditemui di Jakarta pada hari Sabtu, 10 Mei 2025.


Hasan menyerukan agar publik tidak serta-merta memiliki sikap negatif terhadap ide segar ini, tetapi lebih baik mencoba untuk mengkaji kritisannya sebagai satu kesatuan. Ia juga merekomendasikan kepada masyarakat supaya pertama-tama melakukan pengawasan pada efektivitas dari skema yang sudah diterapkan di Jawa Barat tersebut, termasuk pengecekan apakah pendampingan tersebut betul-betulan dapat meredam perilaku buruk dan pelanggaran aturan oleh para murid.


“Jadi lebih baik kita lihat ramai-ramai, kita kritisi ramai-ramai. Nanti kita kaji juga bersama-sama apakah ini bisa efektif atau tidak untuk menurunkan sesuatu yang katanya apa tadi? Kenakalan, ketidakpatuhan, dan segala macam seperti itu,” ujarnya.



Hendrik Yaputra

dan

Antara

menyumbang untuk penyusunan artikel ini.