Berita  

Aksi Ormas Lindungi Nasabah Kredit Kendaraan yang Tertunda Mengganggu Industri Otomotif

Aksi Ormas Lindungi Nasabah Kredit Kendaraan yang Tertunda Mengganggu Industri Otomotif

, JAKARTA –Industri otomotif Indonesia kembali menghadapi tantangan besar yang tidak berkaitan dengan produksi atau pasar. Kini, masalah muncul dari sektor pembiayaan, khususnya dalam pengelolaan kredit kendaraan bermotor yang gagal bayar.

Kredit yang tidak lancar terjadi ketika debitur tidak mampu atau gagal membayar kembali pinjaman kepada kreditur sesuai dengan jadwal dan perjanjian yang telah disepakati, biasanya ditandai oleh keterlambatan dalam pembayaran pokok dan/atau bunga lebih dari 90 hari setelah jatuh tempo.

Tren nasabah kredit kendaraan yang mengalami kesulitan pembayaran mulai meminta bantuan dari organisasi masyarakat (ormas) agar mobil mereka tidak diambil oleh perusahaan pembiayaan belakangan ini semakin meningkat.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Tidak lama yang lalu, tindakan organisasi masyarakat yang bertindak sebagai penegak hukum terkait pengambilan kendaraan dengan kredit yang macet terjadi di Surabaya. Pada 17 Juli 2025, sebuah video menampilkan seorang karyawan PT Bank of Tokyo (BOT) Finance Indonesia yang berada di Surabaya, Jawa Timur, ditarik paksa dari kantor multifinance hingga dibawa menggunakan mobil oleh ormas.

Di unggahan akun Instagram @jktnewss terlihat bahwa aparat penegak hukum dari Polri maupun TNI tidak mengambil langkah pencegahan terhadap kejadian tersebut.

Kepala Sekretaris Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menganggap maraknya tindakan pihak organisasi masyarakat (ormas) yang melindungi nasabah kredit macet sangat merugikan sektor industri.

“Kemarin menjadi topik yang banyak dibicarakan. Industri otomotif kita mengalami gangguan, karena sektor pembiayaannya juga terganggu akibat adanya tindakan premanisme (organisasi massa) di sana. Tidak hanya di pabrik, tetapi juga di perusahaan pembiayaan,” ujar Kukuh dalam acara diskusi Forum Wartawan Industri ‘Polemik Insentif BEV Impor’, Gedung Kementerian Perindustrian, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (25/8/2025).

Menurut Kukuh, masalah ini tidak hanya menyulitkan perusahaan pembiayaan, tetapi juga berdampak langsung pada ekosistem penjualan kendaraan bermotor.

Karena pembiayaan kredit menjadi pilar utama penyebaran kendaraan di Indonesia. Jika perusahaan pembiayaan mengalami kesulitan dalam menagih pinjaman, maka kepercayaan dan kelangsungan usaha mereka juga terganggu.

Peristiwa ini semakin meningkat sejak dikeluarkannya peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 22/2023 mengenai Perlindungan Konsumen dan Masyarakat dalam Sektor Jasa Keuangan, yang memperbaiki aturan sebelumnya serta menetapkan ketentuan penagihan utang agar tidak merugikan konsumen.

Aturan ini mengatur cara penarikan kendaraan yang mengalami keterlambatan pembayaran agar tidak dilakukan secara asal-asalan.

Namun, celah regulasi tersebut justru dimanfaatkan oleh sebagian pihak untuk mencari cara menghindari kewajiban pembayaran cicilan.

“Saya juga memiliki pertanyaan tambahan karena hal ini mulai muncul setelah adanya aturan OJK tahun 2023 yang melarang penyitaan kendaraan dengan cara sembarangan jika kreditnya macet. Namun dari situ, banyak orang yang mencoba berpikir kreatif (menggunakan organisasi masyarakat agar leasing tidak bisa menyita kendaraan yang kreditnya macet), hal ini juga menimbulkan gangguan,” ujar Kukuh.

Berdasarkan situasi tersebut, perusahaan pembiayaan harus memperkuat jaminan, memperketat persyaratan, serta mengubah aturan pemberian kredit.

Akibatnya secara langsung memengaruhi kemampuan masyarakat dalam memiliki kendaraan bermotor baru serta menghambat pertumbuhan penjualan mobil nasional.

Data Gaikindo menunjukkan bahwa sekitar 80 persen penduduk Indonesia memilih membeli mobil melalui sistem kredit. Jika mekanisme pembiayaan mengalami gangguan, maka secara otomatis pasar kendaraan juga terdampak.

“Di Indonesia, 80 persen masyarakat membeli mobil dengan cara kredit. Ketika kredit mengalami gangguan karena perusahaan pembiayaan terkena dampak, mereka meningkatkan perlindungan, memperketat syarat peminjaman, dan hal ini berdampak pada penurunan penjualan kendaraan,” kata Kukuh.