Berita  

Akademisi Jayabaya Dukung Pesan Hendropriyono: Nilai Luhur Harus Dipertahankan

Akademisi Jayabaya Dukung Pesan Hendropriyono: Nilai Luhur Harus Dipertahankan

, JAKARTA– Moestar Putra Jaya, seorang akademisi sekaligus ketua Yayasan Universitas Jayabaya, mendukung pernyataan Jenderal TNI (Purn) A.M. Hendropriyono yang menegaskan bahwa lelucon tidak boleh kehilangan maknanya.

A.M. Hendropriyono adalah tokoh militer, intelijen, dan politik dari Indonesia. Ia menjadi direktur pertama Badan Intelijen Negara (BIN).

Pernyataan tersebut merespons pengibaran bendera One Piece dalam perayaan hari kemerdekaan Indonesia, yang dianggap tidak menjadi masalah oleh Presiden Prabowo Subianto.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Bendera One Piece merupakan lambang imajiner dari serial anime dan manga terkenal One Piece yang diciptakan oleh Eiichiro Oda.

Bendera ini dikenal sebagai bendera Jolly Roger yang dimiliki oleh bajak laut Topi Jerami yang dipimpin oleh Monkey D. Luffy.

Di sisi lain, tindakan menampilkan bendera One Piece di bawah bendera Merah Putih memicu berbagai tanggapan. Sebagian masyarakat melihatnya sebagai sesuatu yang kreatif dan menghibur, sementara sebagian lainnya merasa kurang pantas.

“Saya setuju dengan Pak Hendropriyono. Kreativitas itu penting, terlebih jika Presiden telah memberikan izin, tetapi hal itu tidak berarti tanpa batas. Lambang negara seperti Bendera Merah Putih memiliki makna yang mulia yang perlu dijaga,” kata Moestar, Kamis (14/8/2025).

Moral tinggi merupakan prinsip atau keyakinan yang dianggap mulia, bersifat umum, dan penting dalam kehidupan berkelompok, berbangsa, serta bernegara.

Prinsip-prinsip ini berfungsi sebagai panduan etika dan moral yang membentuk kepribadian individu maupun masyarakat suatu negara.

Moestar menekankan pepatah lama: jika ingin bercanda, pastikan hanya Anda yang tertawa. Menurutnya, pesan Hendropriyono yang singkat, “lelucon jangan sampai tidak lucu”, penuh makna dan layak dijadikan pedoman.

“Lucu yang sebenarnya tidak hanya memicu senyum, tetapi juga menyampaikan pesan yang tidak merendahkan nilai-nilai tinggi dan tidak menimbulkan kesalahpahaman,” katanya.

Ia menekankan, dalam kerangka kebebasan berekspresi, terdapat etika yang tidak boleh ditinggalkan. Pertama, Merah Putih merupakan lambang persatuan, harga diri, dan kedaulatan bangsa.

Pemasangan bendera One Piece di bawah Bendera Merah Putih secara aturan mungkin tidak melanggar, tetapi maknanya perlu jelas—sebagai bagian dari perayaan kreatif, bukan tindakan politik yang memecah belah.

Kedua, Moestar sejalan dengan peringatan Hendropriyono agar masyarakat tidak bersikap provokatif di masa pasca kebenaran (post-truth), di mana pendapat sering lebih dominan dibanding fakta.

“Pesan yang tidak jelas bisa menjadi bahan perdebatan. Satu gambar dapat dipahami dalam berbagai cara, dan tidak semua pemahaman mengarah pada hal baik,” katanya.

Ketiga, pendapat Hendropriyono dianggap Moestar sebagai bentuk edukasi masyarakat di mana demokrasi memberikan kesempatan untuk berkarya, namun kebebasan tersebut tidak tanpa batas.

Moestar membandingkan hal tersebut seperti orang tua yang memberikan izin kepada anaknya untuk begadang, namun mengingatkan agar menikmati kebebasan tersebut, tetapi juga tidak lupa akan adanya konsekuensinya.

Mengakhiri, fenomena ini menjadi pelajaran berharga bahwa kreativitas dan penghormatan terhadap lambang negara tidak perlu saling bertentangan.

“Justru jika berjalan seiring, keduanya akan memperkuat rasa nasionalisme kita. Dan tentu saja, seperti pesan Pak Hendropriyono, jika ingin bercanda, pastikan candaannya sampai dan mengedukasi,” katanya.

Ia kemudian menutup dengan pertanyaan retoris, “Di tengah arus budaya pop dan kebebasan berekspresi, apakah kita bersedia menjadi generasi yang kreatif namun sopan, atau hanya menjadi penonton yang tertawa sejenak lalu melupakan makna sesungguhnya? Jawabannya ada di tangan kita semua.”

Diketahui, AM Hendropriyono memberikan respons yang penuh dengan kehati-hatian dan strategis mengenai pengibaran bendera bajak laut One Piece menjelang perayaan HUT ke-80 RI.

Menurutnya, bendera Merah Putih harus tetap berada di posisi paling mulia, sedangkan bendera lain seperti One Piece hanya dianggap sebagai pelengkap, bukan pengganti.

Ia menekankan bahwa pengibaran bendera tersebut tidak boleh bersifat provokatif, tidak digunakan sebagai bentuk sindiran, serangan, atau untuk memobilisasi massa dalam rangka agenda politik tertentu.

Moestar Putrajaya dikenal aktif menyampaikan kritik terhadap situasi demokrasi di era digital. Ia mengatakan bahwa demokrasi saat ini “terjebak dalam perdebatan yang tidak bermakna” dan bahwa akses informasi yang luas belum tentu meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap isu politik.

Pandangan ini sering diacu dalam pembahasan mengenai politik modern dan peran media sosial dalam membentuk pendapat masyarakat.

A.M. Hendropriyono merupakan perancang intelijen modern Indonesia.

Lahir di Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1945, A.M. Hendropriyono memulai perjalanan karier militer di Akademi Militer Nasional Magelang, lulus pada tahun 1967.

Ia terkenal sebagai seorang perwira infanteri yang cepat mendapat promosi karena keterlibatannya dalam berbagai operasi strategis, termasuk Operasi Seroja di Timor Timur dan pemberantasan gerakan separatis di berbagai wilayah.

Sebagai Komandan Kopassus dan Pangdam Brawijaya, Hendropriyono menunjukkan pendekatan militer yang menggabungkan analisis intelijen.

Namun, keterlibatannya dalam Peristiwa Talangsari 1989 di Lampung masih menjadi isu yang memicu perdebatan dalam sejarah hak asasi manusia Indonesia.

Pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, Hendropriyono ditunjuk menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pertama yang dibentuk secara resmi pasca-reformasi.

Dibawah kepemimpinannya (2001–2004), BIN mengalami perbaikan struktur dan fungsi, dengan pendekatan yang lebih terencana dalam menghadapi ancaman terorisme, separatis, serta ketidakstabilan politik.

Ia memperkenalkan konsep “filsafat intelijen” sebagai dasar pemikiran strategis, sehingga intelijen bukan hanya alat pengumpulan informasi, tetapi juga alat kebijakan negara. Hendropriyono juga giat dalam membangun kerja sama intelijen regional, khususnya setelah tragedi Bom Bali 2002.

Bendera One Piece, yang dikenal sebagai Jolly Roger dari kru Straw Hat Pirates, menampilkan wajah tengkorak yang tersenyum dengan topi jerami di latar belakang hitam.

Di dunia karya Eiichiro Oda, bendera ini menjadi simbol kebebasan, persaudaraan, serta semangat melawan ketidakadilan.

Namun, dalam dunia nyata, bendera ini kini digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai wujud pengritikan terhadap situasi sosial-politik.

Tindakan ini muncul secara alami di media sosial dan dianggap sebagai lambang ketidakpuasan terhadap pemerintah.