news  

Air Bersih Masih Mahal di NTT, Bagaimana Solusinya?

Air Bersih Masih Mahal di NTT, Bagaimana Solusinya?

Akses Air Bersih di NTT: Masih Jadi Tantangan Serius

Di tengah perkembangan kota-kota besar yang mengedepankan air minum berlabel premium, banyak daerah terpencil di Indonesia masih menghadapi kesulitan mendapatkan air bersih. Di Nusa Tenggara Timur (NTT), keadaan ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Bahkan, di beberapa desa, akses terhadap air layak minum lebih sulit dibandingkan sinyal ponsel.

Peresmian sarana air bersih dan air minum aman di SD GMIT Oenaek, Kupang, pada Selasa (15/7) menjadi langkah penting dalam mengatasi masalah ini. Fasilitas tersebut merupakan hasil kolaborasi antara pihak swasta seperti Danone, pemerintah daerah, serta organisasi masyarakat sipil. Namun, momen ini juga mengungkap realitas yang lebih luas: akses air bersih di Indonesia masih tidak merata.

Menurut data PBB, satu dari empat orang di dunia tidak memiliki akses terhadap air bersih. Setiap hari, seribu anak balita meninggal karena penyakit yang berkaitan dengan air kotor. Hal ini juga berlaku untuk Indonesia, meskipun pemerintah telah menjadikan air minum dan sanitasi sebagai prioritas pembangunan berkelanjutan. Faktanya, jutaan warga masih bergantung pada sumber air yang tidak layak konsumsi.

Di NTT, masalah akses air bersih tidak hanya memengaruhi kesehatan, tetapi juga terkait erat dengan gizi dan stunting. Angka stunting di NTT mencapai 35,3 persen menurut data SSGI 2022, salah satunya disebabkan oleh sanitasi yang buruk dan minimnya akses air bersih yang menghambat penyerapan nutrisi.

Program pembangunan sarana air bersih dan distribusi saringan air oleh berbagai lembaga menjadi solusi sementara, namun belum dapat mengatasi permasalahan struktural. Sebanyak 1.500 unit filter air telah dibagikan kepada warga, sebagian melalui skema subsidi. Namun, pertanyaannya adalah: mengapa solusi seperti ini masih diperlukan di negara yang mengklaim diri sebagai ekonomi besar di Asia Tenggara?

dr. Iin Anggraeni, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT, menyatakan bahwa akses air bersih masih menjadi mimpi bagi banyak desa. Meski kolaborasi lintas sektor penting, hal itu tidak cukup jika negara tidak mempercepat investasi air bersih secara menyeluruh. Program ini tidak hanya fokus pada pembangunan fasilitas air bersih di lima desa, tetapi juga bertujuan menurunkan angka stunting melalui edukasi gizi dan sanitasi.

Namun, perlu dicatat bahwa inisiatif semacam ini lahir karena adanya kekosongan layanan publik. Tanpa intervensi sistemik dari negara, infrastruktur dasar seperti air bersih akan terus menjadi ruang kosong yang diisi oleh pihak luar, sesekali, bukan secara berkelanjutan.

Vera Galuh Sugijanto, VP General Secretary Danone Indonesia, menegaskan bahwa ketersediaan akses air bersih maupun air minum aman berkaitan erat dengan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Dengan diresmikannya sarana air bersih dan diserahterimakannya water filter, diharapkan dapat mendorong penurunan angka stunting dan meningkatkan kesehatan masyarakat NTT.