Cerita tentang pertunangan antara janda dengan seorang anak serta seorang pria yang populer dan menjadi topik diskusi di platform-media sosial.
Cerita dimulai dengan keinginan seorang wanita berumur 35 tahun yang ingin menemukan jodoh barunya. Dia mengharapkan seseorang yang tak hanya menyayangi dirinya sendiri, melainkan juga bisa menerima serta sayang kepada putri tunggalnya.
Setelah hubungan pernikahannya berakhir, wanita tanpa nama tersebut memilih untuk menemukan jodoh dengan mengandalkan pertolongan juru bicara perkawinan tradisional.
Pada kesempatan pertama bertemu dengan laki-laki seusianya sekitar tiga puluh tahunan, wanita tersebut secara spontan menetapkan beberapa ketentuan yang dia rasa masuk akal bagi dirinya sebagai janda.
Persyaratan awal yang ditetapkan adalah uangmah sebesar 288.000 yuan (kira-kira Rp650 juta) dan laki-laki tersebut menyetujuinya tanpa ada keluhan apapun.
Berikutnya, permintaan yang diajukan adalah supaya laki-laki tersebut membeli sebuah rumah dan menulis nama si pengaju sebagai pemiliknya. Laki-laki itu pun mengulangi keinginannya untuk bersedia melaksanakannya.
Akan tetapi, tuntutan ketiga itu menjadi kunci perubahan dalam pertemuannya dengan mereka.
Si ibu menuntut agar laki-laki itu menggunakan nama belakang sang anak sebagai gantinya.
Alasan tersebut adalah supaya buah hatinya tak merasa berselisih dengan kawan-kawannya di masa depan ketika sudah mulai sekolah dan bisa mendapatkan peran sebagai “ayah” dalam aspek psikologis.
“Saya tak berencana memiliki lebih banyak anak; yang saya inginkan hanyalah agar Anda merawat anak saya sebagaimana Anda merawati anak kandung sendiri. Bila Anda mencintaiku, pastikan pula bahwa Anda mencintai anakku,” katanya pada kesempatan tersebut.
Pria itu terdiam sebentar kemudian menjawab bahwa dia akan mengambil pertimbangan tentang permintaan tersebut.
Namun, ia justru mengajukan satu pertanyaan kepada anak perempuan si ibu.
“Nak, boleh om tanya, apakah ibumu tahan dipukul?” tanyanya.
Pertanyaan itu mengejutkan si ibu, yang langsung menyadari bahwa sang pria tidak serius dan berniat menyindir atau menguji kesabarannya.
“Mengapa aku tidak pantas untukmu?” tanya wanita itu.
“Kamu seorang ibu tunggal, minta mahar besar, rumah atas nama kamu, dan minta aku ganti nama belakang. Bukankah itu terlalu banyak?” jawab pria tersebut.
Tak terima dengan tanggapan tersebut, perempuan itu lantas menyatakan bahwa status sebagai janda dan ibu tunggal bukanlah alasan untuk merendahkan harga dirinya.
Dia menggarisbawahi bahwa semua orang, termasuk dia sendiri, pantas memiliki kriteria dan ekspektasi tertentu ketika memilih pasangan hidup, terutama untuk kebaikan anak mereka di kemudian hari.
Wanita itu kemudian bangkit, memegang tangan putrinya dan pergi dari tempat pertemuan itu.
Cerita ini menimbulkan perdebatan panas di jejaring sosial.
Beberapa warganet merasa tuntutan dari si ibu terlampau berlebihan, tetapi sejumlah besar lainnya mendukung dan menyatakan bahwa dia hanya ingin menjaga kesempatan cerah bagi dirinya serta buah hati mereka di masa depan.
“Dia tak bersalah menginginkan perlindungan dan kejelasan bagi buah hatinya. Namun demikian, semua ini perlu memiliki batasan dan didiskusikan dengan pikiran yang tenang,” kata seorang netizen dalam unggahan mereka.
(cr31/)
Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News
Perhatikan pula berita atau info tambahan di
Faceboo
k,
Instagram
dan
Twitter
dan
WA Channel
Berita viral lainnya di
Tribun Medan