.CO.ID – JAKARTA.
Performa harga komoditas logam di sepanjang tahun 2025 menunjukkan pergerakan yang tidak stabil. Proyeksi masa mendatang tetap dipengaruhi oleh ketidaktentuan ekonomi dunia, kebijakan tingkat suku bunga, serta tekanan geopolitis yang belum reda.
Berdasarkan data
Trading Economics
Pada hari Minggu (25/5) sekitar pukul 13.15 WIB, nilai dari logam untuk industri seperti aluminium mengalami penurunan sebesar 3,36%.
year-to-date
(YTD) mencapai tingkat US$ 2.472 per ton.
Timah dan nikel mengalami kenaikan ringan sebesar 2,28% dan 1,19%, berturut-turut hingga mencapai posisi US$ 25.830 dan US$ 15.570 per ton.
Sementara itu, logam mulia mencatatkan prestasi yang sangat mengesankan. Harga emas meroket sekitar 27% hingga mencapai US$ 3.335,8 per ons troy, dan harga perak juga meningkat 15% menjadi US$ 33,45 per ons.
Emas Meningkat Karena Nilai Dolar Menurun
Taufan Dimas Hareva dari divisi Penelitian dan Pengembangan ICDX mengatakan bahwa peningkatan harga emas disebabkan oleh perlambatan nilai dolar Amerika Serikat serta pertumbuhan minat pada instrumen investasi berisiko rendah dalam situasi ketidakstabilan dunia akibat persainganan perdagangan internasional.
“Kebijakan presidensial Amerika Serikat oleh Donald Trump yang menuai pro kontra ini mengurangi kekuatan dollar AS dan memaksa para investor untuk meninggalkan instrumen finansial bernilai dolar,” ungkap Taufan kepada .co.id, Jumat (23/5).
Pada saat bersamaan, logam industri terpengaruh oleh sejumlah faktor dasar dan teknis yang menghambat pertumbuhan harga.
“Harga aluminium contohnya terhambat akibat kelemahan sektor perumaran di China serta tekanan dari biaya energi,” jelas Taufan.
Sebagai pembeli terbesar bahan baku metalurgi, perlambatan perekonomian di Cina beserta pengurangan tingkat suku bunga acuan LPR oleh People’s Bank of China (PBoC) menunjukkan adanya tekanan signifikan pada sektor manufakturing dan konstruksi dunia.
Aluminium dan Nikel Terus Merosot, Sementara Timah Menjadi Pengecualian
Sutopo Widodo, Presiden Komisioner di perusahaan berjangka HFX International, mengatakan bahwa performa logam industri tetap menunjukkan tendensi pada penurunan.
Bank Dunia justru mengestimasi bahwa harga logam industri akan menurun sebesar 10% pada tahun 2025 dan 3% pada tahun 2026.
“Aluminium memiliki risiko penurunan jangka pendek akibat keresahan terkait kelimpahan pasokan dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global,” demikian kata Sutopo.
Goldman Sachs meramalkan bahwa harga aluminium dapat mencapai tingkat US$ 2.000 per ton di kuartal III-2025.
Akan tetapi, harga diperkirakan akan memulih pada akhir tahun 2025 sampai 2026 bersamaan dengan peningkatan kebutuhan dari industri energi terbarukan serta kemungkinan adanya campur tangan dalam suplai dari Cina.
Di sisi lain, timah malah merupakan pengecualian. Harganya cenderung stabil dan memiliki potensi untuk meningkat pada tahun 2025 karena keterbatasan pasokan yang disebabkan oleh masalah geopolitik serta permintaan yang tinggi dari industri elektronika, panel surya, dan teknologi kecerdasan buatan (AI).
“Timah tidak memiliki pengganti langsung, itu yang membuatnya tetap bullish,” ujar Sutopo.
Justru sebaliknya, nikel terus mendapat tekanan mulai tahun 2024. Keberadaan pasokan yang melimpah serta penerimaan mobil listrik (EV) yang lebih rendah dibandingkan harapan turut mempengaruhi penurunan harga komoditas tersebut.
“Nikel tetap penting untuk jangka waktu lama, namun situasi di masa dekat masih sulit,” ungkap Sutopo.
Asa Pemulihan Apabila Tensi Tarif Menurun
Lukman Leong dari Doo Financial Futures menyatakan bahwa arah kebijakan tariff Amerika Serikat tetap akan mengendalikan sentimen pasar untuk logam.
Namun demikian, area pelemahan dianggap semakin sempit dan pemulihan mungkin terjadi apabila terdapat perkembangan positif pada pembicaraan tariff.
“Saya melihat potensi kemajuan lebih besar daripada kemunduran karena Trump mulai merasakan efek kebijakannya sendiri,” kata Lukman.
Penarikan masal dolar AS dan obligasi pemerintah AS dari para investor bisa memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi Amerika Serikat dan memacu diskusi tentang tariff yang lebih bijaksana.
” Ini dapat berperan sebagai pendorong yang menguntungkan untuk logam-logam industri seperti nikel, tembaga, dan timah,” katanya.
Akan tetapi, untuk emas dan perak, proses negosiasi tariff yang berjalan dapat memberikan dampak negatif secara singkat karena mengurangi minat pada aset pelindung nilai aman tersebut.
Proyeksi Harga Akhir 2025:
Harga emas diperkirakan berada dalam kisaran US$ 3.300 hingga US$ 3.500 per ons troi, sedangkan harga perak berkisar antara US$ 33,00 sampai dengan US$ 35,00 per ons troi. Aluminium diestimasikan bergerak pada angka sekitar US$ 2.600 per ton, sementara itu untuk timah diproyeksikan mencapai rentang dari US$ 36.000 hingga US$ 38.000 per ton. Nikel pula diramalkan berfluktuasi di seputar nilai US$ 11.000 per ton.