Emir Qatar: Usaha Damai Berakhir Perang di Gaza Terus Disabotase dan Dimanipulasi

Emir Qatar: Usaha Damai Berakhir Perang di Gaza Terus Disabotase dan Dimanipulasi

.QA, DUBAI — Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS) tetap berupaya sama-sama mewujudkan gencatan senjara di Jalur Gaza, sebut Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, pada hari Selasa (20/5/2025). Akan tetapi, dia menambahkan bahwa usaha diplomasi untuk menghentikan konflik tersebut selalu “dirintangi oleh tindakan sabotase dan manipulasi.”

“Kita terus berkolaborasi dengan Mesir serta Amerika Serikat untuk mewujudkan gencatan senjata di Gaza,” katanya saat membuka sambutan Forum Ekonomi Qatar yang digelar di Doha.

Dia menyebutkan bahwa sejak permulaan pertempuran di Gaza, Qatar sudah berupaya sebagai penengah guna meraih suatu kesepakatan yang bisa membawa akhir pada perselisihan tersebut serta membolehkan para tawanan pulang ke rumah masing-masing. Sheikh Mohammed menggariskan bahwa jalan satu-satunya untuk menuntaskan peperangan ini ialah lewat proses perundingan.

Dia juga menekankan bahwa serangan militer Israel yang masih berlanjut di Gaza sudah merusak harapan damai, meskipun setelah dilepaskannya tawanan Amerika-Israel bernama Edan Alexander.

“Setelah tentara Israel-Amerika, Edan Alexander, dilepaskan, kita berharap hal tersebut dapat memicu penyelesaian dari tragedi ini. Tetapi, tindakannya malah menimbulkan serangan udara yang semakin intensif,” katanya.

Edan Alexander dilepaskan beberapa minggu yang lalu oleh gerakan pemberontak Palestina, Hamas, lewat mediasi yang dikendalikan penasihat khusus bagi Presiden AS untuk urusan Timur Tengah, Steve Witkoff. Tetapi, segera sesudah ia dibebaskan, angkatan bersenjata Israel memperkuat gempuran udaranya ke Gaza, mengakibatkan hampir 500 orang warga Palestina meninggal dunia serta ribuan lain cedera.

Walaupun menerima tekanan global agar berhenti melakukan invasi, tentara Israel tetap memperluas serangan kerasnya ke Gaza mulai Oktober 2023. Sampai saat ini, lebih dari 53.500 orang sipil Palestina telah meninggal dunia, dengan mayoritas korban merupakan wanita dan anak-anak.

Pada bulan November kemarin, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menerbitkan warrant of arrest untuk pemimpin otoritas Israel yaitu Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanannya Yoav Gallant karena diduga melakukan tindak pidana perang serta pelanggaran hak asasi manusia di Gaza. Di samping itu, Israel saat ini juga tengah menjadi objek dari sebuah kasus genosida dalam persidangan di Mahkamah Internasional sehubungan dengan konflik bersenjata yang masih berkelanjutan di daerah tersebut.